Peneliti Unpad: Lingkar Pinggang Bisa Perlihatkan Risiko Penyakit Jantung

1 week ago 2
 Lingkar Pinggang Bisa Perlihatkan Risiko Penyakit Jantung Ilustrasi(MI/Naviandri)

PENELITI Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran (Unpad) Gaga Irawan Nugraha dalam penelitiannya berhasil mengungkap bahwa lingkar pinggang pada tubuh dapat memperlihatkan peningkatan risiko penyakit jantung.

Penelitian yang bertajuk Hubungan Komponen Sindrom Metabolik dengan Indeks Massa Tubuh tersebut, membahas mengenai sindrom metabolik, takni sebuah kondisi kumpulan gejala kesehatan yang menjadi indikator peningkatan risiko penyakit jantung, stroke, hingga diabetes.

Dalam podcast Hasil Riset dan Diseminasi (HaRD Talk) Unpad yang diunggah pada kanal YouTube @unpad, Sabtu (9/11), Gaga menyampaikan bahwa faktor utama yang dikaitkan dengan sindrom metabolik adalah lingkar pinggang, tekanan darah, kadar gula darah, rendahnya HDL atau kolesterol baik dan tingginya kadar trigliserida atau LDL.

“Kalau ada dua dari lima faktor yang tadi saya sebutkan, maka tertegak dia mengalami kelainan metabolik atau sindroma metabolik. Jadi dari dua
saja sudah cukup,” papar Gaga.

Gaga pun mengungkap bahwa faktor-faktor sindrom metabolik tersebut, terutama lingkar pinggang berlebih dapat ditemukan pada orang-orang yang tampak sehat atau bahkan tidak mengalami obesitas. Temuan tersebut sekaligus meyakini bahwa orang dengan berat badan normal juga tetap memiliki risiko sindrom metabolik. Lingkar pinggang yang masuk dalam kategori berlebih adalah yang mencapai 80 cm bagi perempuan dan 90 cm bagi laki-laki.

“Berdasarkan temuan dari penelitian yang saya lakukan, sekitar 20% orang yang mengalami sindrom metabolik tidak mengalami obesitas sama sekali. Kondisi tersebut disebabkan oleh munculnya beberapa gejala utama seperti tekanan darah maupun gula darah yang tinggi,” terang Gaga.

Menurut Gaga, para ahli dari berbagai organisasi internasional sebenarnya memiliki kriteria yang berbeda mengenai faktor sindrom metabolik. Namun, perbedaan kriteria tersebut tetap mengacu pada satu faktor utama yaitu lingkar pinggang berlebih. 

"Jadi risikonya (penyakit jantung), memang para ahli itu membuat kriteria yang berbeda-beda. Tetapi, hampir sama isinya, pokoknya ada lingkar pinggangnya," ucap Gaga.

Kendati demikian, Gaga juga mengaku bahwa obesitas tetap menjadi masalah yang cukup serius bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir angka massa tubuh atau berat badan masyarakat Indonesia meningkat hingga 3 kali lipat.

Peningkatan tersebut mencatatkan jumlah orang dewasa di Indonesia yang mengalami obesitas mencapai 35%. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa 1 dari 3 orang dewasa di Indonesia kini mengalami obesitas.

Gaga mengakui bahwa stroke dan jantung koroner adalah penyakit yang harus mendapat perhatian lebih saat ini. Pasalnya, dua penyakit tersebut adalah penyebab kematian utama di Indonesia.

“Stroke maupun jantung koroner saat ini menempati peringkat pertama dan kedua sebagai penyebab kematian paling banyak di Indonesia. Kekhawatiran juga muncul karena penyakit tersebut mulai sering terlihat pada orang-orang dengan rentang usia 40 hingga 50 tahun,” tutur Gaga.

Gaga menambahkan, sebenarnya hanya sekitar 13% orang yang memiliki penyakit sindrom metabolik tanpa obesitas. Namun, kategori tersebut justru memiliki tingkat mortalitas atau kematian yang paling tinggi. Jadi orang yang kurus dan punya kelainan metabolik, itu lebih berisiko
mengalami penyakit kronis dan menyebabkan kematian dibanding orang yang obesitas.

“Saya pun menganjurkan masyarakat agar bisa melakukan deteksi mandiri terkait gejala yang meningkatkan risiko penyakit jantung. Mulai dari mengecek lingkar pinggang di rumah, rajin memantau berat badan, hingga rutin melakukan tes tekanan darah,” ucap Gaga.

Gaga menerangkan, saat ini salah satu tren yang tengah naik daun di kalangan generasi muda untuk mencegah obesitas dan memperbaiki gaya hidup adalah dengan melakukan puasa intermitten. Puasa tersebut ditujukan untuk membatasi waktu makan agar tidak terus-terusan mengkonsumsi makanan. Namun, Gaga memperingatkan agar masyarakat berhati-hati dan tidak sembarangan menerapkan konsep puasa intermitten untuk menjaga pola makan.

“Intermitten fasting pasti mengubah pola dan kebiasaan makan seseorang secara drastis dan dapat menyebabkan tingginya asam lambung. Yang paling penting dari pola makan bukan hanya pada kebiasaan waktu makan, melainkan juga komposisi makanan yang dikonsumsi haruslah bergizi lengkap. Saya sih tidak menyarankan intermitten fasting ya. Lebih baik perbaiki, makan yang teratur dengan komposisi yang balance,” beber Gaga. (AN/J-3)

Read Entire Article
Global Food