FILM dokumenter Indonesia yang mengangkat isu disabilitas, Mama Jo, mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat dan penyandang disabilitas di Belgrade, Serbia. Dalam festival film yang mengangkat isu-isu disabilitas, Bosifest 2024 pada Oktober 2024, Mama Jo mendapat anugerah Special Jury Mention.
Film tersebut akan tayang di Metro TV, pada 24 November 2024 mendatang. Meski belum dirilis secara resmi di Tanah Air, film Mama Jo telah melanglang buana menemui penontonnya di berbagai belahan dunia, mulai dari Jepang, Rusia, dan Serbia. Bahkan dalam waktu dekat film ini akan diputar pada salah satu festival film yang diselenggarakan di Yunani.
Film Mama Jo yang disutradarai oleh Ineu Rahmawati merupakan film yang dipilih dari ratusan film yang mengikuti ajang Eagle Awards Documentary Competition (EADC) 2023. Ajang kompetisi yang digelar Metro TV itu mendorong regenerasi dan lahirnya sineas-sineas muda dokumenter.
Ineu mengatakan hadirnya Mama Jo dalam Bosifest 2024, membuat hubungan Indonesia dan Serbia, khususnya di bidang film semakin erat. Apalagi, film tersebut berhasil menyabet penghargaan.
“Sudah dibuka nih jalurnya oleh film Mama Jo, semoga ke depannya film-film sineas muda lainnya bisa ikutan di tahun-tahun berikutnya,” kata Ineu kepada Medcom.id, Senin (28/10/2024)
Sutradara Film Mama Jo Ineu Rahmawati (kiri) dan Duta Besar Indonesia untuk Serbia Mochammad Chandra Widya Yudha (kanan) pada saat acara Awarding Ceremony Bosifest 2024
Kunjungan Ineu dan salah satu penulis film Mama Jo, Nanda Puspita, ke Serbia mendapat dukungan penuh oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi RI (saat ini Kementerian Kebudayaan RI).
Bosifest 2024 dihadiri langsung oleh Duta Besar Indonesia untuk Serbia, Mochammad Chandra Widya Yudha. Kurang lebih 200 penonton Indonesia dan Serbia memenuhi kursi ruang pemutaran film.
“Selain masyarakat Indonesia yang diundang, ada juga organisasi Indonesia-Serbia yang diundang, dan mereka juga merasa senang dengan film-film karya Indonesia, ” tutur Ineu.
Film yang juga masuk dalam nominasi Piala Citra 2024 ini telah memberikan catatan penting bagi para pengambil kebijakan dalam melihat pentingnya pendidikan Inklusif. Kemeriahan pemutaran film ini juga terus berlanjut menciptakan berbagai kerja sama lainnya yang akan diselenggarakan sebagai buah dari kedekatan yang semakin erat antara Indonesia dengan Serbia.
“Jadi hubungan diplomatik Indonesia dan Serbia itu menjadi lebih kuat lagi, hubungan persahabatannya semakin kuat,” tambah Ineu.
Perkenalkan jajanan khas Indonesia
Ada hal menarik dalam Bosifest 2024. Seusai pemutaran film Mama Jo, jajanan khas nusantara disuguhkan bagi para penonton maupun peserta Bosifest 2024 dari 12 negara lain. Hal ini disambut baik peserta maupun juri Bosifest 2024, karena dalam 15 tahun terakhir baru Indonesia yang datang sekaligus memperkenalkan kebudayaannya.
Selain jajanan khas Indonesia seperti cireng, dadar gulung, dan martabak, kedatangan Indonesia dalam Bosifest 2024 juga memperkenalkan pakaian khas Indonesia yang dipakai sutradara film Mama Jo, Ineu, dalam festival tersebut.
“Kita di sini tuh bukan cuma filmnya saja, kita dapat support penuh dari KBRI juga. Jadi waktu itu Pak Chandra di bawah naungan fungsi Pensosbud nunjukin kebudayaan Indonesia melalui makanan tradisional Indonesia,” ucap Ineu.
Ineu bercerita jajanan khas nusantara yang disuguhkan dalam Bosifest 2024 memang telah dipersiapkan sejak awal, sehingga ada beberapa bahan makanan yang dibawa dari Indonesia ke Serbia.
Pemutaran Mama Jo di Bosifest 2024
Sinopsis Film Mama Jo
Rumah produksi Eagle Institute Indonesia mempersembahkan film Mama Jo dengan produser Agus Ramdan S, sutradara Ineu Rahmawati, penulis skenario Nanda Puspita dan Tamara Dwi M sebagai periset.
Film ini menceritakan tentang perjuangan seorang ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus penyandang cerebral palsy bernama Jo. Cerebral palsy merupakan gangguan motorik yang mempengaruhi kemampuan seeseorang dalam bergerak serta menjaga keseimbangan dan postur tubuh.
Meski memiliki keterbatasan, Jo memiliki cita-cita menjadi seorang polisi. Hal ini membuat sang ibu, Santi Florena Purba ingin memberikan pendidikan dan upaya terbaik untuk anaknya. Namun karena kondisi ekonomi dan fasilitas yang ada sekitar tempat tinggalnya kurang memadai, Santi hanya bisa membawa Jo ke sekolah umum.
Berbagai tantangan yang dihadapi Santi, Jo, dan juga para guru menjadi kisah yang patut untuk direnungkan. Upaya Santi sebagai orang tua, maupun lingkungan sekitarnya juga menjadi kisah inspiratif bagi para penonton.
Sutradara film Mama Jo, Ineu berharap lewat film ini mata publik lebih terbuka tentang isu disabilitas yang ada di lingkungan sekitar. Orang tua, lingkungan sekolah diharapkan dapat mendukung anak-anak disabilitas dalam menggapai impiannya.
"Enggak dibeda-bedain, jadi apa yang mereka inginkan itu, mereka juga bisa seperti anak-anak lain,” tutur Ineu. (X-10)