KOMPETISI elektoral, terutama pada pilkada di Jawa Tengah potensial melahirkan konflik horizontal yang berdampak pada kerekatan persatuan bangsa. Oleh karena itu, upaya penguatan pendidikan dan literasi politik mendesak dilakukan.
Menurut Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Solo Raya Bidang Pendidikan dan Politik, Anwar Mustaqim, kontestasi politik jelang Pilkada Serentak 2024 sangat mungkin berdampak pada menguatnya polarisasi di masyarakat.
Di tengah ketegangan politik akibat kompetisi elektoral jelang Pilkada Jawa Tengah, terang dia, sedianya semua elemen bangsa harus ikut terlibat, terutama dalam rangka merawat keutuhan dan kerukunan masyarakat.
“Indonesia dalam beberapa hari ke depan akan menggelar hajat besar pemilihan gubernur di 37 provinsi, bupati di 415 kabupaten, dan wali kota di 93 kota secara bersamaan. Tentu saja, eskalasi politik daerah hari ini makin memanas akibat kompetisi elektoral yang potensial memecah kerukunan publik, termasuk di Jawa Tengah,” kata Anwar di sela Seminar Politik 2024 bertajuk Optimalisasi Literasi Politik Mahasiswa Menyongsong Pilkada Jawa Tengah 2024 Damai dan Berintegritas, di Jawa Tengah, Sabtu (16/11).
Kegiatan di Gedung Mini Theater P2B bersama DEMA UIN Raden Mas Said Surakarta ini dikemas dalam format dialog interaktif. Hadir para narasumber, antara lain komisioner KPU Sukoharjo Murwedhy Tanomo dan akademisi sekaligus pengajar di UIN Surakarta Raha Bistara.
“Meski populasi pemilih tak sebesar Jawa Barat dan Jawa Timur, tetapi atensi publik Indonesia hari ini banyak terkonsentrasi di Jawa Tengah. Magnet politik ini tentu tak lepas dari kompetisi elektoral Pilpres 2024 lalu. Dinamika ini tentu akan melahirkan polarisasi di masyarakat,” ujarnya.
Anwar menilai polarisasi yang mengiringi proses pemilihan tidak hanya menjadi problem politik saja, tetapi juga masalah mendasar bagi keutuhan nilai-nilai berbangsa. Bagi dia, polarisasi melampaui batas diskursus politik sehat akan jadi ancaman serius bagi integritas dan harmonisasi warga negara.
“Karena itu, mahasiswa dan civitas akademika mesti memiliki kepekaan politik untuk terlibat dalam upaya menanggulangi praktik politik memecah-belah. Caranya, melalui penguatan pendidikan dan literasi politik mahasiswa, termasuk sosialisasi politik damai melalui jaringan dan kantong kolaborasi mahasiswa.”
Disebutkan Anwar, edukasi politik melalui penguatan literasi harus menjadi peluang di tengah tantangan konflik horizontal yang sangat mungkin memecah belah kerukunan bangsa. Bukan tidak mungkin, polarisasi dukungan politik justru membuat masyarakat terpecah ke dalam kubangan disintegrasi, permusuhan, dan perpecahan.
“BEM Solo Raya sebagai organisasi kemitraan integral yang concern bergerak dalam rangka melakukan transformasi ilmu pengetahuan, menumbuhkan nuansa akademis, dan menjadi motor penggerak ghiroh aktivis kampus dan mahasiswa di Solo Raya punya tanggungjawab untuk mendahulukan kemanusiaan dan harmonisasi warga di atas praktis politik,” ucap Anwar.
Anwar menyebut masih tingginya angka pemilih emosional, utamanya kalangan well educated dan mahasiswa, dengan mengandalkan politik identitas dan ras, menjadi alasan BEM Solo Raya menggelar kajian demi menolak polarisasi politik dalam Pilkada Serentak 2024 di Jawa Tengah. “Tentu melalui penguatan literasi dan pendidikan politik yang didukung oleh instrumen akademik kampus,” tandasnya. (J-2)