Dosen Fakultas Peternakan UGM, Prof. Widodo, menyesalkan kondisi kurangnya penyerapan produk susu dari peternak lokal oleh Industri Pengolahan Susu (IPS). Hal itu menanggapi aksi membuang susu lantaran Industri Pengolahan Susu (IPS) tidak mampu menyerap susu yang dihasilkan dari banyak peternakan susu.
Widodo mengakui, tingkat daya saing produk susu dalam negeri sangat kurang dibandingkan dengan produk susu dari luar negeri. Ditambah lagi, susu yang diimpor dari luar negeri seringkali memiliki harga yang murah dengan kualitas yang tinggi.
“Hambatan utama bagi peternak sapi perah dan produsen susu adalah daya saing kompetisi dengan produk susu luar negeri yang memiliki kualitas baik dan produksi di sana berlebih sehingga harga yang relatif lebih murah," terang dia.
Apabila tidak ada perlindungan terhadap peternak susu lokal, mata pencaharian para peternak sapi di Indonesia bisa hancur. Pasalnya, membanjirnya susu impor yang dapat menyebabkan produk susu dalam negeri kalah saing dengan produk susu dari luar negeri.
“Masalahnya kalau itu tidak dilindungi Petani dan peternak kita suruh kemana? Lama-lama kita jadi negara konsumen. Kalau sudah ketergantungan akan sulit, bayangkan tiba-tiba mereka stop ekspornya,” terang dia.
Kualitas produk susu di Indonesia sebenarnya mayoritas sudah bagus sehingga tidak bisa dijadikan alasan untuk membuka keran impor secara besar-besaran. “Masalahnya ada di tata kelola susu nasional yang membiarkan susu impor mendominasi pasar domestik,” terang dia.
Ia pun memberikan masukan kepada pemerintah agar produksi susu dalam negeri tidak kalah dari luar nengeri. Pertama, meningkatkan tarif untuk produk impor susu. Kedua, menaruh batas minimum penyerapan susu lokal yang harus dipenuhi IPS, dengan begitu produk susu lokal akan dapat terserap dengan lebih baik dan lebih merata di Indonesia.
"Mereka yang diberi lisensi untuk mengimpor, harusnya diberi kewajiban membeli dari peternak lokal,” terang dia.
Di tempat terpisah,Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan Badan Gizi Nasional, Mayjen Purnawirawan Dadang Hendrayudha mengatakan, program makan bergizi sangat mulia dan langsung sasaran karena stunting masih sangat tinggi. "Salah satu gizi yang penting dalam program ini adalah protein yang bisa dipenuhi dari susu. Perusahaan pengolahan susu pun diminta mengambil susu yang dihasilkan oleh peternak susu lokal," terang dia saat peluncuran Program Makan Bergizi Generasi Maju di SD Muhammadiyah Ambarketawang 1, Sleman.
Direktur Eksekutif Indonesia Food Security Review (IFSR), I Dewa Made Agung menegaskan, program makanan bergizi sangat penting karena kalau anak kekurangan gizi, mereka tidak berkonsentrasi saat proses belajar mengajar.
Menurut dia, program makanan bergizi harus disesuaikan pada kondisi anak yang menerima manfaat. "Indonesia punya statistik protein masih tergolong rendah. Perlu ada tambahan nutrisi, salah satunya dengan susu untuk mencapai Indonesia Emas," terang dia.
Oleh sebab itu, PT Sarihusada Generasi Mahardhika (SGM) dan Indonesia Food Security Review (IFSR) bersama Yayasan Pembangunan Citra Insan Indonesia (YPCII) dan UMB Boga meluncurkan program Makan Bergizi Generasi Maju.
Medical & Science Director PT Sarihusada Generasi Mahardhika, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH menjelaskan, kandungan nutrisi susu bubuk lebih lengkap dibandingkan susu cair. Susu bubuk terfortifikasi dengan kombinasi unik zat besi dan vitamin C dipilih sebagai komponen utama sehingga digunakan dalam program Makan Bergizi Generasi Maju.
“Proses fortifikasi pada susu bubuk membuatnya lebih kaya nutrisi, sehingga memberikan manfaat lebih luas," terang dia.
Selain membantu memenuhi kebutuhan zat besi untuk mengatasi anemia pada anak-anak, susu bubuk terfotifikasi dengan kombinasi unik zat besi dan vitamin C terbukti membantu penyerapan zat besi hingga 2 kali lipat sehingga lebih ideal untuk mendukung pertumbuhan anak.
"Kami ingin memastikan bahwa setiap elemen dalam program ini didasarkan pada riset dan inovasi terbaru agar dampaknya benar-benar signifikan bagi kesehatan anak-anak Indonesia,” tutup dia. (Z-9)