SETIAP hari para jurnalis di berbagai belahan dunia menantang risiko besar demi menyampaikan berita penting untuk publik. Ironisnya, dedikasi ini sering kali berujung pada ancaman bahkan kematian akibat kekerasan dan kejahatan yang terus meningkat.
Sebanyak 2.680 jurnalis/pekerja media tewas menurut catatan dari International Federation of Journalists ( IFJ) sejak tahun 1990. Menurut laporan tersebut, Meksiko, Ukraina, Palestina dan Pakistan menjadi deretan negara yang menyumbang jumlah kematian jurnalis tertinggi, memperlihatkan betapa dunia seakan lupa bahwa di balik berita yang dibaca, ada nyawa yang dipertaruhkan.
Hingga 1 November 2024, setidaknya 134 jurnalis dan pekerja media telah tewas di Gaza, Tepi Barat Palestina, dan Lebanon sejak perang dimulai, menjadikannya periode paling mematikan bagi jurnalis sejak Committee to Protect Journalists (CPJ) mulai mencatat data pada 1992. UNESCO menetapkan bahwa lebih dari 50% pembunuhan jurnalis pada tahun 2023 terjadi di zona konflik, dan angka ini tetap tinggi pada paruh pertama 2024.
Data jurnalis/pekerja media paling banyak terbunuh pada tahun 2024. (Sumber grafis: Laporan data dari Reporters Without Borders)
Negara dengan kasus pembunuhan jurnalis tertinggi
Menurut data laporan dari Reporter Without Borders Beberapa negara yang secara konsisten mencatatkan angka kematian jurnalis tinggi, disusun berdasarkan tingkat risiko yang dihadapi.
1. Palestina
Palestina menjadi negara paling mematikan bagi jurnalis pada tahun 2024, dengan 14 jurnalis tewas akibat konflik yang terus berlangsung. Situasi perang dan kekerasan berkepanjangan menciptakan lingkungan yang sangat berbahaya bagi para pekerja media, yang berusaha menyampaikan kebenaran di tengah ketegangan yang melanda.
2. Pakistan
Pakistan mencatat enam jurnalis yang terbunuh, menjadikannya salah satu negara paling berbahaya untuk pekerja media. Serangan ini sering kali merupakan akibat dari laporan investigasi yang mengungkap korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan terorisme, di mana jurnalis menjadi sasaran tindakan kekerasan sebagai balasan atas upaya mereka dalam mengungkap fakta.
3. Bangladesh
Tahun 2024 menyaksikan lima jurnalis tewas di Bangladesh, mencerminkan peningkatan kekerasan terhadap mereka yang berani melaporkan isu-isu sensitif, termasuk politik dan kejahatan terorganisir. Keamanan jurnalis di negara ini semakin terancam oleh lemahnya perlindungan hukum yang ada.
4. Meksiko
Meksiko tetap berada di jajaran negara paling berbahaya bagi jurnalis di dunia, dengan empat jurnalis yang terbunuh sepanjang tahun 2024. Kekerasan ini sering dikaitkan dengan kartel narkoba dan kelompok kejahatan terorganisir yang berusaha membungkam pemberitaan yang merugikan mereka.
5. Iraq dan Myanmar
Di Iraq dan Myanmar, masing-masing tercatat tiga jurnalis tewas pada tahun 2024. Konflik dan ketegangan politik di Iraq menciptakan ancaman serius bagi jurnalis, sementara di Myanmar, represi pemerintah terhadap kebebasan pers semakin parah setelah kudeta militer, membuat kondisi peliputan menjadi sangat berbahaya.
6. Sudan dan Kolombia
Dengan masing-masing dua jurnalis tewas, Sudan dan Kolombia terus menghadapi tantangan signifikan dalam melindungi kebebasan pers. Sudan mengalami pergolakan politik dan konflik bersenjata yang menciptakan iklim berbahaya, sedangkan di Kolombia, jurnalis sering dihadapkan pada ancaman dari kelompok bersenjata dan organisasi kriminal.
7. Ukraina
Di tengah situasi konflik yang berkepanjangan akibat perang, Ukraina mencatat dua jurnalis tewas pada tahun 2024. Risiko tinggi yang dihadapi jurnalis di medan perang menjadikan pelaporan di negara ini sangat berbahaya.
Paparan ini menunjukkan betapa berisikonya pekerjaan jurnalis di berbagai belahan dunia, dengan banyak negara yang masih berjuang untuk melindungi kebebasan pers dan keselamatan para pekerja media.
Data dan Tren Angka Kematian Jurnalis Global
IFJ mencatat bahwa sejak tahun 1990, sebanyak 2.680 jurnalis dan staf media tewas saat menjalankan tugas. Puncak tertinggi terjadi pada tahun 2006, dengan lebih dari 155 kasus pembunuhan. Pada tahun itu, Amerika Latin dan Asia Pasifik mencatat jumlah kasus tertinggi, masing-masing 37 dan 34 pembunuhan. Kasus penculikan juga menjadi ancaman serius, terutama di wilayah Irak dan Palestina, di mana setidaknya 56 jurnalis diculik.
Dalam rentang waktu 2014 hingga 2023, jumlah pembunuhan jurnalis mengalami fluktuasi. Pada tahun 2014, sebanyak 118 jurnalis tewas, terutama di Suriah yang mencatat 24 kasus.
Pada 2015, jumlah kematian sedikit menurun menjadi 112 kasus, dengan negara-negara berbahaya seperti Prancis, Irak, dan Yaman. Pada 2017, terjadi penurunan kasus pembunuhan menjadi 82 kasus, dengan Meksiko masih mencatat angka tinggi dengan 13 pembunuhan.
Situasi ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman kekerasan terhadap jurnalis di berbagai negara dengan konflik bersenjata atau ketidakstabilan politik.
Penyebab kekerasan terhadap jurnalis
Mengapa para pekerja media kerap menjadi sasaran kekerasan, bahkan hingga kehilangan nyawa saat bertugas menyampaikan kebenaran? Ada beberapa alasan utama di balik fenomena tragis ini. Salah satu alasan utamanya adalah keberanian jurnalis dalam mengkritik kekuasaan. Dengan melaporkan isu-isu sensitif seperti korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia, mereka sering kali menghadapi ancaman balas dendam dari pihak-pihak yang merasa terancam oleh pemberitaan tersebut.
Selain itu, ketidakstabilan politik di berbagai negara juga meningkatkan risiko bagi keselamatan jurnalis. Dalam situasi konflik dan ketidakpastian politik, banyak pemerintah tidak mampu atau tidak mau memberikan perlindungan hukum yang memadai. Akibatnya, para pekerja media sering terpapar pada bahaya tanpa perlindungan yang cukup, memperbesar risiko kekerasan terhadap mereka.
Impunity atau kekebalan hukum yang tinggi di beberapa negara juga memperparah keadaan. Ketika pelaku kekerasan terhadap jurnalis tidak dihukum, hal ini menciptakan iklim ketakutan yang menghalangi para jurnalis untuk bekerja secara aman dan bebas. Lingkungan yang penuh ketakutan dan ancaman ini semakin mempersulit upaya mereka untuk menjalankan tugas menyampaikan kebenaran.
Ancaman serius terhadap jurnalis ini membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah dan organisasi internasional. Kolaborasi diperlukan untuk memastikan bahwa para jurnalis mendapatkan perlindungan yang memadai saat meliput isu-isu penting di wilayah konflik. Perlindungan hukum serta pemantauan oleh organisasi internasional diperlukan untuk menekan angka impunitas.
Kasus-kasus pembunuhan jurnalis menyoroti kebutuhan mendesak akan keamanan yang lebih ketat dan perlindungan hak asasi untuk para pekerja media di seluruh dunia. (Reporter Without Borders/VOA/Committee to Protect Journalists/P-5)