FILM Here sudah membuat ekspektasi besar sejak rumor produksinya pada 2022. Film yang disutradarai Robert Zemeckis itu juga mempertemukan lagi Tom Hanks dan Robin Wright. Dengan tiga nama tersebut, Here ibarat reuni Forrest Gump, 30 tahun setelah kesuksesannya.
Ditambah lagi, Here merupakan adaptasi komik berjudul sama. Novel karya Richard McGuire yang pertama terbit 1989 itu kemudian disebut sebagai patron untuk komik gaya baru, dengan panel-panel yang tidak monoton.
Here, yang berawal hanya 6 halaman, pada 2014 kemudian terbit lagi sebagai novel grafis setebal 304 halaman. Masih ditulis dan digambar McGuire, dalam 304 halaman itu konsep cerita pun masih sama, yakni perubahan masa ke masa kehidupan, tetapi dari lokasi yang sama, yakni sebuah ruang keluarga di suatu rumah. Perjalanan masa itu dituturkan sangat panjang karena bahkan berawal dari era dinosaurus, ketika ruang-ruang keluarga itu dahulunya hanyalah satu bagian di hutan belantara.
Zemeckis yang merupakan sutradara terbaik Academy Awards 1995 tampaknya memang ingin membuat pencapaian sinematik dengan membuat Here. Nyatanya, memang ia cukup berhasil menghadirkan eksperimen sinematiknya yang out of the box.
Selama sekitar 1 jam 44 menit, Zemeckis mengajak penonton berpetualang waktu dan membuktikan kepiawaian sinematik dengan menghadirkan era dinosaurus yang apik hingga akhirnya satu titik lokasi di Pennsylvania, Amerika Serikat, itu menjadi lokasi sebuah rumah.
Hanya menggambil satu sudut pandang yakni dari ruang keluarga saja, sesuai dengan yang ada pada novelnya, Zemckis mampu menyampaikan pesan bahwa bagaimana satu titik tempat menyimpan banyak sekali perjalanan kehidupan.
Kurang menyentuh
Bukan sekadar perjalanan waktu, Here tampak dimaksudkan membawa penonton ke perjalanan emosional manusia yang tampak memiliki pola dan emosional yang tidak jauh berbeda, bahkan sejak manusia purba. Cerita manusia tidak bisa lepas dari cerita bersama keluarga.
Momen-momen terpenting dalam kehidupan berikut kisah-kisah emosional yang paling mendalam, selalu terikat dengan keluarga. Sebab itu pula, ruang keluarga juga merupakan ruang yang menjadi saksi beragam momen kebahagiaan, kesedihan, perayaan, dan bahkan momen kontempelasi yang dalam.
Dalam proses petualangan waktu dan kehidupan itu, Zemckis menampilkan cerita dalam panel-panel seperti komik yang memperlihatkan peristiwa-peristiwa dari masa ke masa dalam satu bingkai. Dengan ruang yang terbatas, Zemckis pun dituntut memanfaatkan properti yang ada di tempat tersebut dengan baik.
Meski menghadirkan petualangan waktu dari era dinosaurus hingga pandemi covid-19. Film itu tetap memiliki satu fokus cerita, yaitu kisah keluarga besar Al (Paul Bettany) dan Rose (Kelly Reilly), terutama anak mereka, Richard (Hanks) yang tumbuh dan membangun keluarga bersama Margaret (Wright). Hanks dan Wright tampil dalam berbagai rentang usia, dari remaja hingga lansia, dengan memanfaatkan teknologi de-agging.
Dari kisah keluarga besar Al dan Rose, penonton bakal diajak mengikuti drama rumah tangga mereka, mulai pertemuan, perpisahan, konflik rumah tangga, hingga perjuangan hidup, sambil melihat tokoh-tokoh itu melewati berbagai tahap kehidupan dari muda hingga tua.
Sayangnya, meski cukup diacungi jempol soal sinematik, film itu tampak tidak memberikan pendalaman yang sama dari sisi emosional. Kata-kata yang agak terdengar klise juga tidak mengurangi kehambaran film ini. Malah, dengan kata-kata yang ibarat jargon serbamanis itu, peralihan sinematik yang sudah apik jadi terasa seperti gimik.
Tidak mengherankan film ini kurang mendapat hasil baik dari para kritikus. Pada Tomatometer (rating dari Rotten Tomatoes) film berbiaya sekitar US$50 juta (sekitar Rp785 miliar itu) hanya mendapat nilai 38% dari 55 ulasan. Meski begitu, film itu cukup dapat mengobati kangen adu akting Hanks dan Wright kembali. (M-1)