PENGAMAT Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan wacana pemberian bantuan sosial (bansos) kepada pelaku atau keluarga pelaku judi online (judol) merupakan langkah yang keliru dan tak akan menyelesaikan permasalahan judi online. Ia juga mengkritisi pernyataan Muhaimin iskandar yang menyatakan bahwa judol bagian dari korban sosial.
“Bencana judol itu menimbulkan korban karena pemerintah lemah tidak mampu menegakkan hukum dan tidak mau menangkap bandar. Judol ini bencana yang terjadi karena pemerintah gagal melakukan pencegahan dan penanganan,” jelasnya kepada Media Indonesia di Jakarta pada Jum’at (15/11).
Agus lebih lanjut mengkritisi soal ketidakmampuan pemerintah dalam membuat kebijakan yang komprehensif dan relevan untuk mencegah dan memberantas judi online melalui penegakan hukum.
“Ya keenakan dong kalau korban judol diberikan bantuan sosial. Jadi jangan jadikan bansos sebagai alasan untuk tidak membenahi sistem penegakan hukum terhadap bandar judol,” ujarnya.
Menurut Agus, seharusnya pemerintah sejak awal fokus pada penangkapan bandar dan melakukan penutupan situs-situs judi online. Namun, alih-alih fokus pada permasalah di hulu, pemerintah justru abai.
“Jika mau berantas judol harus dari awal yaitu tegakkan law enforcement, jangan diberikan bansos. Apalagi ini lagi tahun politik, jangan jadikan korban dan pelaku judul untuk membagikan-bagikan bansos,” ujarnya.
Sementara itu, Akademisi Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menyatakan bahwa pemberian bansos kepada korban judol justru akan menumbuhkan banyak korban baru sebab kontradiksi terhadap pemberantasan judol.
“Pemberian bansos kepada korban judol itu sangat tidak tepat. Kalau korban judol diberikan bansos, masyarakat beranggapan seolah-olah melalui judi online itu, akhirnya mereka bisa mendapatkan bansos. Dampaknya, orang akan membesarkan judi online karena justru bisa mendapatkan bantuan” tuturnya.
Lebih lanjut, Trubus mengatakan jika pemerintah ingin meminimalisir berbagai dampak buruk terhadap korban judi online, pemberian bisa saja memberikan bantuan dalam bentuk yang lebih bermanfaat dan tak mudah dipolitisasi.
“Kalaupun mau memberikan bantuan kesejahteraan untuk korban, bisa saja dengan memberikan beasiswa atau biaya sekolah bagi anak korban judol yang terlantar. Ini terlihat lebih relevan dan tidak politis dibandingkan diberikan bansos dalam bentuk pangan dan uang,” jelasnya.
Agus mengatakan ketika pemerintah sudah mendeklarasikan bahwa judol merupakan public enemy atau musik publik, kebijakan yang selayaknya diputuskan ialah fokus kepada pencegahan di hilir dengan penegakan aturan, penangkapan bandar, serta memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya judol
Trubus juga menekankan bahwa pemerintah memiliki tugas dan kewajiban untuk melindungi masyarakat agar terhindar dari judol, bukan memberikan bantuan bagi masyarakat yang sudah menjadi korban.
“Secara pola kebijakan, pemberian bansos kepada korban judol itu tidak relevan, tidak efisien dan tidak efektif. Sebab tanggung jawab negara adalah mencegah dan memberantas, bukan memberikan bansos kepada korban, jika sudah jadi korban itu menjadi tanggung jawab mereka sendiri bukan tanggung jawab negara,” tandasnya. (Dev/M-3)