PENDAFTARAN tanah yang dilakukan pemerintah (Kementerian ATR/BPN) merupakan amanah dari ketentuan Pasal 19 UU No 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang menyatakan: 'Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah RI menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah'. Berdasarkan ketentuan tersebut, Kementerian ATR/BPN bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum hak atas tanah bagi masyarakat.
Kementerian ATR/BPN dalam melaksanakan tanggung jawabnya senantiasa memastikan pemutakhiran teknologi yang digunakan pada kegiatan administrasi pertanahan, sebagai upaya memberikan layanan terbaik bagi masyarakat dan menjawab tantangan digitalisasi administrasi pertanahan.
Pada era ini, badan publik dituntut dapat mengambil peran terhadap kemajuan teknologi dengan memanfaatkan teknologi yang mutakhir, proses tersebut lazim dikenal dengan transformasi digital. Transformasi digital dengan melakukan digitasi pelayanan publik dari analog menjadi digital. Hal itu juga sejalan dengan visi dan misi Kementerian ATR/BPN 2020-2025, yakni 'Transformasi Digital Pelayanan Pertanahan'.
Transformasi digital merupakan suatu keniscayaan dewasa ini. Penggunaan teknologi sebagai basis kegiatan layanan publik menjadi kebutuhan yang tidak terhindarkan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dalam laman resmi mereka menyampaikan jumlah pengguna internet Indonesia pada 2024 mencapai 221.563.479 jiwa dari total populasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia pada 2023. Dengan menilik data itu, sekitar 79,5% penduduk Indonesia sudah bergantung pada internet dalam kehidupan sehari-hari.
Alur lompatan pemanfaatan teknologi telah menyebabkan 'technology minded' di tengah masyarakat. Hal itu lumrah terjadi karena pemanfaatan teknologi dirasa memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Transformasi digital di Kementerian ATR/BPN dimulai sejak 1997 yang terbagi menjadi tiga periode: 1) periode desktop based (1997-2010), 2) periode web based (2011-2017), serta periode electronic document based (2019-sekarang).
Periode ketiga ini menjadi masa transisi memasuki pelayanan pertanahan berbasis dokumen elektronik di Kementerian ATR/BPN dengan penerbitan regulasi sebagai dasar hukum pelaksanaan transformasi digital, yaitu Peraturan Menteri ATR/Ka BPN No 3/2019 tentang Tanda Tangan Elektronik, Peraturan Menteri ATR/Ka BPN No 7/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Agraria No 3/1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, serta Peraturan Menteri ATR/Ka BPN No 5/2020 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Elektronik.
Transformasi digital pelayanan elektronik memperoleh pijakan yang kuat, setelah penerbitan UU No 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU (UU Ciptaker), yang menetapkan tanda bukti hak atas tanah dapat berbentuk elektronik pada kegiatan administrasi pertanahan di Indonesia.
Sebagai pelaksanaan UU Ciptaker, Kementerian ATR/BPN menerbitkan Peraturan Menteri ATR/Ka BPN No 3/2023 tentang Penerbitan Dokumen Elektronik dalam Kegiatan Pendaftaran Tanah. Berdasarkan peraturan tersebut, sertifikat elektronik (sertifikat-el) merupakan sertifikat yang diterbitkan melalui sistem elektronik dalam bentuk dokumen elektronik, yang data fisik dan data yuridisnya telah tersimpan dalam Buku Tanah elektronik (BT-el), pengesahan sertifikat-el ini dilakukan dengan tanda tangan elektronik, yang hanya dapat diakses pejabat yang berwenang dengan menggunakan multi-factor authentication sehingga menghindarkan untuk dilakukan pemalsuan tanda tangan.
BT-el disimpan dalam bentuk blok data, yang merupakan sekumpulan data alfanumerik yang disusun dalam format standar untuk merepresentasikan satu kesatuan data yuridis dan data fisik objek pendaftaran tanah.
Digitalisasi Buku Tanah menjadi BT-el akan meningkatkan keamanan buku tanah dari kemungkinan kerusakan, atau kehilangan akibat bencana alam, kebakaran, banjir, maupun perubahan isi buku tanah secara ilegal. Transformasi digital Buku Tanah dan sertifikat ini ke depan akan meningkatkan akurasi dan kecepatan layanan informasi sehingga berdampak positif pada pelayanan publik.
Digitalisasi sertifikat-el membawa pembaruan pada tampilan dan isi sertifikat, antara lain 1) sertifikat tidak lagi menggunakan nomor sertifikat, tetapi menggunakan nomor identifikasi bidang (NIB) elektronik. NIB-el ini terdiri dari 14 digit angka, yang berupa kode provinsi, kode kabupaten/kota, nomor bidang tanah, serta kode jenis objek tanah.
2) Kode unik sertifikat berada di kanan atas di bawah edisi berisi enam digit alfanumerik dan tidak tercetak pada blanko sertifikat elektronik.
3) Penggunaan tanda tangan elektronik disertifikasi Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), yang dapat menghindarkan pemalsuan tanda tangan.
4) Menyatakan aspek 3R (right, restriction, responsibility) pada hak atas tanah, meliputi aspek hak (right) berupa hak yang dimiliki pemegang hak atas tanah untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah miliknya; aspek larangan (restriction), yaitu larangan bagi pemilik tanah untuk menelantarkan/merusak tanah serta menutup akses tanah; aspek tanggung jawab (responsibility), yaitu kewajiban-kewajiban yang wajib dilakukan pemilik tanah.
5) Setiap terjadi pencatatan pemeliharaan data pendaftaran tanah, akan diterbitkan edisi terbaru dari sertifikat-el. Setelah diterbitkan sertifikat-el edisi lanjutan, sertifikat-el edisi sebelumnya dinyatakan tidak berlaku.
6) Penggunaan quick response (QR) code yang merupakan data encrypt ID sertifikat-el yang dapat digunakan untuk mengakses informasi sertifikat, serta lokasi bidang tanah melalui aplikasi Sentuh Tanahku.
Asli sertifikat-el merupakan file digital yang tersimpan pada brankas elektronik dalam bentuk dokumen elektronik, dapat diakses secara digital melalui aplikasi yang disediakan Kementerian ATR/BPN, yaitu aplikasi Sentuh Tanahku atau aplikasi Mitra Kementerian.
Pemegang hak diberi akses untuk membuka brankas elektronik dan dapat diberi hasil cetak sertifikat-el berupa salinan resmi yang dicetak dengan kertas spesifikasi khusus (secure paper), dilengkapi dengan beberapa fitur keamanan seperti invisible flourscent ink green dan invisible hidden image, yang hanya akan muncul apabila disinari dengan sinar ultraviolet.
Sertifikat-el dapat dicetak sekali. Apabila kemudian salinan resmi hilang atau rusak, pemegang hak tidak perlu mengajukan pencetakan salinan resmi. Namun, cukup mencetak kembali secara mandiri pada kertas biasa, dengan mengakses asli sertifikat-el pada brankas elektronik. Hasil cetak sertifikat-el baik salinan resmi/salinan biasa hanya berfungsi sebagai salinan/dokumen cetak.
Sertifikat-el sebagaimana sertifikat analog merupakan alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah. Masyarakat tidak perlu khawatir karena kekuatan pembuktian dokumen elektronik pada sistem hukum di Indonesia merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara. Hal itu berdasarkan Pasal 5 UU No 11/2008 yang diubah terakhir dengan UU No 1/2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menyatakan hal berikut ini.
(1) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
Hal itu juga selaras dengan Pasal 147 UU Ciptaker, yang menyatakan: 'Tanda bukti hak atas tanah, hak milik atas satuan rumah susun, hak pengelolaan, dan hak tanggungan, termasuk akta peralihan hak atas tanah dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan tanah dapat berbentuk elektronik'.
Selanjutnya Pasal 84 ayat (2) Peraturan Pemerintah No 18/2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah menyatakan: 'Data dan informasi elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah'.
Dengan merujuk pada ketentuan-ketentuan tersebut, kekuatan hukum sertifikat-el memiliki kekuatan hukum pembuktian yang sama sebagaimana yang berlaku dalam hukum acara pidana (Pasal 184 KUHAP), hukum acara perdata (Pasal 164 HIR), serta hukum acara tata usaha negara (Pasal 100 UU No 5/1986 sebagaimana terakhir diubah dengan UU No 51/ 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara).
Selain dari segi kekuatan pembuktian, dari segi keamanan, Kementerian ATR/BPN sangat concern untuk memberikan rasa aman bagi pemegangnya. Adapun dari segi pengamanan sertifikat-el, yaitu 1)menerapkan standar ISO 27001:2013 untuk sistem manajemen keamanan informasi, yang memastikan semua proses yang dilakukan berdasarkan analisis risiko dan mitigasinya berdasarkan international best practises.
2) Menggunakan metode enkripsi dalam penyimpanan semua data. 3) Menggunakan tanda tangan elektronik, untuk memverifikasi dan mengonfirmasi identitas penanda tangan, keutuhan, dan keautentikan informasi elektronik.
4) Menggunakan 2FA (2 factor authentication) untuk memastikan hanya pemilik sertifikat yang dapat membuka dokumen digital tersebut. 5) QR code hanya dapat diakses melalui aplikasi Sentuh Tanahku sehingga mencegah adanya pemalsuan tautan. 6) Pengamanan terhadap perimeter jaringan sebagai lapisan perlindungan pertama dalam infrastruktur keamanan jaringan.
7) Integrasi data kependudukan NIK dan data AHU terhadap data kepemilikan sertifikat elektronik. 8) Data pemilik tanah akan menyesuaikan dengan pendekatan perlindungan data pribadi, yakni hanya data tertentu yang dapat diakses secara publik.
Keunggulan sertifikat elektronik
Digitalisasi yang dilakukan Kementerian ATR/BPN sejalan dengan asas pendaftaran tanah yang tercantum dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menyatakan pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan terbuka.
Pelaksanaan sistem elektronik administrasi pertanahan yang output-nya sertifikat-el memberikan jawaban atas asas-asas tersebut, dari asas sederhana terlihat dengan sistem elektronik proses administrasi pertanahan menjadi mudah dipahami masyarakat. Dari asas aman terlihat dengan sistem keamanan pada sistem elektronik dengan berbagai fitur perlindungan pada proses autentikasi dokumen.
Selanjutnya, dari asas terjangkau, sistem elektronik memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi mengenai sertifikat milik mereka, dengan tetap memperhatikan perlindungan data pribadi, serta dari asas mutakhir, pemutakhiran data yuridis dan data fisik akan memutakhirkan keadaan di lapangan dengan data yang tersimpan di kantor pertanahan.
Penerapan sertifikat-el saat ini memiliki urgensi dalam rangka mempercepat proses pendaftaran tanah sekaligus untuk memutakhirkan data pertanahan saat ini sehingga proses digitalisasi ini harus dilaksanakan secara masif dalam rangka menjamin kepastian hak atas tanah bagi pemiliknya di Indonesia.
Hal itu disebabkan sertifikat-el memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan sertifikat analog, yaitu dari segi penggunaan, masyarakat tidak perlu khawatir dalam melakukan penyimpanan sertifikat dari kerusakan/kehilangan akibat bencana alam ataupun hal lain yang mengakibatkan sertifikat rusak/hilang karena asli sertifikat merupakan file digital yang tersimpan pada brankas elektronik, yang dapat diakses secara digital.
Hal itu juga mempermudah bagi masyarakat dalam mengakses informasi yang kredibel. Dari segi keamanan, sertifikat-el memperkuat keamanan data pertanahan dengan berbagai perlindungan yang terdapat di dalamnya sehingga akan membatasi ruang gerak mafia tanah dengan memberikan keamanan lebih terhadap penipuan dan manipulasi dokumen. Informasi atau catatan yang dimanipulasi tidak dapat ditampilkan karena dokumen elektronik dilindungi dengan tanda tangan elektronik.
Dari segi administrasi, proses pelayanan pertanahan menjadi lebih efektif dan efisien karena terdigitalisasinya dokumen pertanahan secara elektronik meningkatkan efisiensi baik pada simpul input, proses, maupun output sehingga akan melahirkan efisiensi waktu layanan.
Dari segi akuntabilitas, akan memperbaiki akuntabilitas penerbitan dokumen, sekaligus mempermudah autentikasi dokumen. Dari segi iklim investasi, kontribusi aktif dalam memperbaiki iklim investasi Indonesia, pengelolaan dokumen pertanahan secara paperless akan memberikan nilai tinggi pada aspek registering property dalam ease of doing business Indonesia, serta dari segi lingkungan, budaya paperless mendukung budaya ramah lingkungan.
Penerapan sertifikat elektronik
Penerapan sertifikat itu dilaksanakan secara bertahap, dengan mempertimbangkan kesiapan infrastruktur, SDM, serta tingkat maturitas di setiap kantor pertanahan sehingga implementasi pelaksanaan sertifikat-el segera dilaksanakan secara baik pada kantor pertanahan seluruh Indonesia.
Dalam rangka melaksanakan hal tersebut, sistem elektronik harus dipersiapkan dengan baik. Sistem elektronik itu meliputi serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik dalam kegiatan pendaftaran tanah. Sistem elektronik diterapkan pada kegiatan pendaftaran tanah pertama kali; pemeliharaan data pendaftaraan tanah; pencatatan perubahan data dan informasi; dan alih media.
Komitmen Kementerian ATR/BPN untuk melakukan tranformasi digital itu dikonkretkan dengan menunjuk kantor pertanahan sebagai pilot project penerapan sertifikat-el, yaitu melalui Keputusan Menteri ATR/Ka BPN Nomor 285/SK-OT.01/III/2024 tentang Penunjukan Kantor Pertanahan Prioritas dalam Program Kabupaten/Kota Lengkap, Penerbitan Dokumen Elektronik dan Wilayah Bebas dari Korupsi 2024, dengan menetapkan 104 kantor pertanahan yang melakukan transformasi digital penerbitan dokumen elektronik, yang pada perkembangannya saat ini bertambah hingga kurang 465 kantor pertanahan, yang telah menerapkan digitalisasi pelayanan pertanahan.
Dalam menindaklanjuti hal tersebut, selanjutnya diterbitkan Keputusan Menteri ATR/Ka BPN No 468/SK-HR.01/VI/2024 tentang Penerbitan Sertifikat Elektronik untuk Kegiatan Sertifikat Hak atas Tanah Program Prioritas Nasional, yang menegaskan penerbitan sertifikat-el dilakukan untuk kegiatan sertifikat hak atas tanah di seluruh Indonesia. Meliputi pendaftaran tanah sistem lengkap (PTSL), pendaftaran tanah lintas sektor, dan konsolidasi tanah.
Selain itu, masyarakat dapat mengajukan permohonan alih media untuk mengganti sertifikat analog menjadi sertifikat-el dengan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah pada kantor pertanahan setempat sesuai dengan letak objek tanah. Penerapan sistem elektronik pada kantor pertanahan, dimulai dengan kegiatan verifikasi serta validasi data Buku Tanah dan surat ukur, untuk selanjutnya dilakukan alih media buku tanah.
Peran aktif masyarakat juga diperlukan, yaitu dengan memastikan sertifikat yang mereka miliki sudah dipetakan atau belum. Peta bidang tanah tersebut dapat dicek melalui aplikasi https://bhumi.atrbpn.go.id/ atau dapat juga dicek melalui aplikasi berbasis mobile, yaitu Sentuh Tanahku yang dapat diunduh pada Playstore atau Appstore.
Pada aplikasi Sentuh Tanahku informasi dapat dibuka lewat menu sertifikat saya. Pada menu sertifikat saya akan muncul seluruh sertifikat yang terkoneksi dengan nomor induk kependudukan (NIK) pemilik sertifikat. Jika bidang tanah belum dipetakan, segera informasikan kepada kantor pertanahan sertifikat baik melalui aplikasi ataupun datang langsung ke kantor pertanahan.
Kesuksesan pelaksanaan sertifikat-el di Indonesia juga ditentukan kesadaran masyarakat untuk melakukan pendaftaran tanah bagi tanah mereka yang belum terdaftar, atau melakukan pemutakhiran data dan alih media sertifikat analog yang akan melengkapi dan memutakhirkan data pertanahan yang tersimpan di kantor pertanahan.
Kolaborasi yang baik antara Kementerian ATR/BPN dan para pihak pemegang hak atas tanah akan menyukseskan transformasi digital administrasi pertanahan. Dengan menilik dari keunggulan-keunggulan yang dimiliki sertifikat-el, sudah saatnya beralih dari sertifikat analog menjadi sertifikat-el demi menciptakan transformasi digital administrasi pertanahan secara menyeluruh sehingga terjaminnya hak atas tanah bagi seluruh bangsa Indonesia.