SEKITAR 100 ribu orang baru-baru ini mengungsi dari Gaza Utara. Mereka kini berlindung di sekolah-sekolah, bangunan, atau tempat-tempat penampungan darurat di Kota Gaza.
"Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) memperingatkan bahwa di provinsi Gaza Utara, hampir semua pasokan dan layanan kemanusiaan yang masuk telah terhenti," kata juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Stephane Dujarric saat konferensi pers, pada Jumat (1/11) waktu setempat.
"Keadaan ini disebabkan oleh pengepungan yang sedang berlangsung oleh pasukan keamanan Israel, keterbatasan pasokan, dan pengungsian para pekerja bantuan," lanjut Dujarric.
Ia menambahkan, sekitar 75 ribu orang diperkirakan masih berada di provinsi Gaza Utara.
"Dengan tidak adanya listrik atau bahan bakar sejak 1 Oktober, hanya dua dari delapan sumur air di kamp pengungsi Jabalia yang masih berfungsi, dan itu pun hanya sebagian," imbuhnya.
Israel terus menggempur Jalur Gaza setelah serangan yang dilakukan oleh kelompok Hamas pada 7 Oktober tahun lalu.
Padahal, Dewan Keamanan PBB sudah mengeluarkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera.
Otoritas kesehatan setempat menyebutkan gempuran tersebut telah mengakibatkan lebih dari 43.200 kematian di pihak Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta lebih dari 101.800 luka-luka.
Di sisi lain, juru bicara kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) Jens Laerke mengatakan belum ada sinyal berlangsungnya perundingan antara kelompok Hizbullah, Libanon dan Israel.
"Jawaban singkatnya adalah tidak, tetapi itu bukan berarti tidak ada tanda-tanda. Ini karena kami tidak dapat melacak dan melihatnya secara sistematis ... Kami tahu bahwa ada proses politik yang berlangsung secara bersamaan. Tentu saja kami ingin hal itu terjadi karena pada akhirnya, kami ingin konflik ini berakhir," kata Laerke dalam konferensi pers di Jenewa ketika ditanya apakah ada upaya negosiasi.
Portal berita Ynet melaporkan awal pekan ini, mengutip pejabat tinggi Israel, bahwa Israel aktif bernegosiasi untuk gencatan senjata dengan Lebanon, dengan partisipasi Amerika Serikat (AS), dan tertarik agar Rusia memainkan peran khusus dalam memastikan kepatuhan terhadap kesepakatan tersebut di masa depan.
Sementara itu, Pemerintah Rusia siap membantu penyelesaian konflik di Timur Tengah dan memiliki kontak dengan semua pihak terkait.
Kepada pers di Moskow, Juru Bicara Kremlin;-- kantor presiden Rusia --Dmitry Peskov mengomentari laporan media yang menyebutkan bahwa Israel meminta Rusia menjadi mediator dalam kontak dengan Hizbullah.
Peskov kemudian mengutip Presiden Vladimir Putin, yang sebelumnya mengatakan bahwa Moskow mempertahankan kontak dengan semua pihak terkait.
"Dan tentu saja, jika upaya kami bisa efektif di suatu tempat, maka Rusia siap untuk melakukannya," kata Peskov. (Anadolu/Ant/P-3)