SUMATRA kembali menjadi pusat perhatian dengan beragam penemuan arkeologi yang mengungkap lembaran baru sejarah Sriwijaya.
Dari prasasti Baturaja yang memecahkan misteri Minanga hingga pelabuhan kuno Bongal yang kosmopolit, jejak kejayaan masa lalu perlahan terkuak.
Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2024 hadir untuk merayakan warisan ini, mengangkat tema arkeologi Sumatra, khususnya Muarajambi—pusat pendidikan Buddhis yang menjalin hubungan erat dengan Universitas Nalanda.
Festival ini tidak hanya menjadi ruang akademik dan budaya, tetapi juga langkah strategis mempromosikan Muarajambi sebagai situs warisan dunia UNESCO.
Sumatra dan Temuan Baru Arkeologi
Dalam beberapa tahun terakhir, Sumatra menjadi sorotan dengan berbagai temuan arkeologi yang memperkaya pemahaman tentang sejarah kawasan ini.
Pada 2018, ditemukan prasasti Baturaja yang semula sulit dibaca. Baru pada 2024, arkeolog berhasil memecahkan isinya, mengungkap lokasi Minanga—pusat awal Kerajaan Sriwijaya yang disebut dalam Prasasti Kedukan Bukit (682 M).
Selain itu, ekskavasi di situs Bongal, Tapanuli Tengah, mengungkap pelabuhan kosmopolit dari abad ke-7 hingga ke-10 M, lebih tua dari Barus.
Temuan berupa koin Abasiyah dan manik-manik kaca Romawi mengonfirmasi pentingnya pelabuhan ini dalam jaringan perdagangan internasional.
Penemuan-penemuan ini menjadi dasar pembahasan dalam Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2024 yang mengambil tema khazanah arkeologi Sumatra, khususnya percandian, arca, prasasti, dan pelabuhan kuno.
Fokus tahun ini juga bertepatan dengan revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi oleh pemerintah.
BWCF 2024: Perayaan Arkeologi dan Sastra di Muarajambi
BWCF 2024 akan berlangsung di situs Muarajambi dan Kota Jambi. Festival ini mencakup berbagai program, mulai dari pidato kebudayaan, simposium, diskusi sastra, seni pertunjukan, hingga meditasi publik di percandian Muarajambi.
BWCF mengundang pakar arkeologi Sriwijaya, seniman, dan sastrawan terkemuka dari Sumatra dan Asia Tenggara.
Program meditasi di Muarajambi menjadi salah satu daya tarik utama, menghidupkan kembali semangat keilmuan dan spiritualitas seperti yang terjadi di masa lampau.
Pada abad ke-7 hingga ke-10 M, Muarajambi menjadi pusat pendidikan Buddhis terbesar di Asia Tenggara, menjalin hubungan erat dengan Universitas Nalanda di Bihar, India.
Terjadi pertukaran pelajar dan guru besar, menjadikan Muarajambi sebagai pusat pengetahuan yang mendukung kejayaan Nalanda.
Tribut untuk Satyawati Suleiman
BWCF 2024 juga menjadi momen mengenang Satyawati Suleiman (1920-1988), arkeolog perempuan pertama Indonesia yang mempelopori kajian artefak percandian Sumatra.
Satyawati pernah menjadi atase kebudayaan di India dan memberikan kontribusi besar dalam studi arkeologi Sriwijaya.
Setelah dua tahun terakhir memberikan penghormatan kepada Dr. Hariani Santiko (2022) dan Prof. Dr. Edi Sedyawati (2023), BWCF melanjutkan tradisi tribut kepada tokoh perempuan yang berjasa.
Muarajambi Menuju Situs Warisan Dunia
Festival ini tidak hanya merayakan warisan budaya Sumatra, tetapi juga bertujuan untuk mempromosikan Muarajambi sebagai situs warisan dunia UNESCO pada 2025.
Dengan mengadakan simposium internasional, BWCF membantu meningkatkan daya tarik akademik dan wisata Muarajambi, sekaligus melawan klaim Malaysia terhadap kedudukan Sriwijaya melalui promosi situs Lembah Bujang di Kedah.
BWCF 2024 menjadi momentum penting untuk mengokohkan posisi Muarajambi sebagai pusat kebudayaan Sriwijaya dan khazanah arkeologi Sumatra.
Festival ini merayakan warisan, mendalami sejarah, dan mempertemukan budaya, sastra, serta arkeologi dalam satu panggung besar. (RO/Z-10)