JELANG musim tanam rendengan (musim tanam pertama) di Kabupaten Pidie, Aceh, aksi peredaran benih padi galur ilegal mulai ramai. Perbuatan melawan hukum itu akan menjadi bumerang besar dan merugikan para petani.
Pasalnya benih galur itu tidak melalui uji laboratorium pertanian, sehingga cukup berisiko kerugian petani. Misalnya, tidak teruji ketahan hama dan penyakit berbahaya saat pertumbuhan hingga masa panen.
Sebagaimana dua tahun sebelumnya, ribuan hektare (ha) lahan sawah di 19 Kecamatan dalam kawasan Kabupaten Pidie terserang hama wereng cokelat dan penyakit kresek. Ternyata sebagian besar tanaman padi yang terkena serangan hama penyakit itu adalah varietas benih galur.
Yusri, tokoh petani di Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie, Selasa (29/10), mengatakan pemerintah atau pihak terkait perlu melakukan pengawasan serius dan berani menindak tegas terkait maraknya penyebaran benih ilegal. Karena hal itu sangat merugikan petani dan ancaman terhadap produksi beras.
Dikatakannya, sungguh mustahil pemerintah menargetkan swasembada gabah bila proses penanaman padi terkontaminasi benih palsu. Apalagi benih-benih galur itu rawan serangan hama penyakit.
"Pengedar biasanya menjanjikan hasil produksi melimpah. Sayangnya, mereka tidak menjelaskan risiko rawan atau tidak tahan hama penyakit dan mudah menyebar ke varietas lain" tutur Yusri.
Sesuai penelusuran Media Indonesia sejak dua pekan terakhir, benih-benih galur tidak bersertifikat atau tanpa label uji laboratorium itu dijual bebas di toko-toko benih.
Bahkan, toko benih atau kios penjual pupuk itu tersebar pusat ibu kota Kabupaten Pidie, kota kecamatan, dan pasar-pasar kemukiman (pasar tergabung beberapa desa). Antara lain adalah di Pusat Pasar Kota Beureunuen (Kecamatan Mutiara), Pasar Kembang Tanjung (Kecamatan Kembang Tanjung), Pasar Teupin Raya (Kecamatan Kecamatan Glumpang Tiga), Pasar Lamlo (Kecamatan Sakti), Pasar Caleue (Kecamatan Indrajaya), Pasar Gatot (Kecamatan Indrajaya), dan Pasar Keumala (Kecamatan Keumala).
Lalu di Pusat Pasar Grong-Grong (Kecamatan Grong-Grong), Pasar Batee (Kecamatan Batee), Pasar Padang Tiji (Kecamatan Padang Tiji), dan Pasar Laweueng (Kecamatan Mutiara).
Sebagian toko-toko penjual penuh itu mengelar benih galur di tempat terbuka yang mudah dilihat pembeli. Sedangkan sebagian toko atau kios lainnya menjual agak tersembunyi atau disimpan di tempat lain yang tidak terlihat khalayak ramai.
Adapun benih galur tidak bersertifikat izin sebar itu beragam varietas, di antaranya adalah Cibatu (Ciherang Batu), Bojeng (persilangan Cibatu-Boma), Kabir (Karawang Bireuen), Srikandi, Bejeh Suet (benih dipilih ada batang padi lebih besar dan lebih tinggi), dan banyak lainnya.
Pakar ilmu tanah yang juga Dosen Pertanian Universitas Syiah Kuala (USM) Helmi mengatakan, pemerintah harus mendeteksi pelaku produksi dan pengedar benih galur yang semakin marak. Pasarnya, selain merugikan petani, benih galur juga merugikan penangkar resmi yang setiap produknya membayar pajak.
Apalagi, benih tidak ada uji laboratorium itu sangat diragukan tingkat kekebalan terhadap hama penyakit.
"Membiarkan aksi tidak benar itu bisa mengundang persoalan lain yang lebih besar," tutur lulusan Doktoral Universitas Nagoya, Jepang, tersebut. (MR/J-3)