PRESIDIUM Forum Negarawan Yudhie Haryono mengungkapkan masyarakat Indonesia telah berkonsensus menjadi negara Pancasila dan kebangsaan. Dalam pembukaan konstitusi dijelaskan bahwa negara Pancasila adalah negara yang kemerdekaan kebangsaannya dalam suatu susunan kedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Sedangkan paham kebangsaan merupakan pandangan, perasaan, wawasan, sikap dan perilaku suatu bangsa yang terjalin karena persamaan sejarah, nasib dan sepenanggungan plus cita-cita untuk hidup bersama-sama secara merdeka, mandiri, modern dan martabatif berbasis prestasi dan meritokrasi, bukan kesukuan, klan, fasisme dan feodalisme,” terangnya.
Menurutnya, negara pancasila berpaham kebangsaan. Rakyatnya bertekad untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongan.
“Mereka terus menjadi, menuju dan bertekad selamanya bersatu. Mengkurikulumkan alat plus imajinasi dan tujuan dalam titik tolak, titik tumpu dan titik tuju secara bulat,” lanjutnya.
Ia menyebut negara Pancasila yang kebangsaan menjadi anti komunisme, anti liberalisme dan anti nepotisme. Maka, siapa pun yang tinggal di republik ini jika membangun ekopol KKN, dapat dikategorikan anti pancasila dan anti kebangsaan.
“Ia menyelingkuhi konstitusi: ia penjahat negara. Ia layak dieksekusi mati. Itulah mengapa mereka yang pratik hal tersebut disebut perilaku kejahatan terbesar, menurut guru Pontjo Sutowo,” tegasnya.
Yudhie menyebut Presiden Prabowo Subianto dalam banyak pidatonya menyampaikan seruan kebangsaan dan anti KKN. Hal itu tidak lepas dari latar belakangnya sebagai prajurit TNI yang digembleng menjadi agen negara yang patriotik, bermental national interest dan sapta-margais. Kendati demikian, ada yang perlu dicatat.
Menurutnya, Indonesia bukan negara federal yang tersusun dari beberapa negara yang berdiri sendiri lalu mengadakan ikatan yang efektif, sehingga terbentuk negara baru.
Indonesia juga bukan negara korporat yang sistem pemerintahannya dikuasai berbagai perusahaan dan mencari untung semata. Indonesia juga bukan negara kekuasaan yang sistem pemerintahan dan kekuasaan terpusat pada individu atau kelompok. Dalam negara kekuasaan, kehendak penguasa lebih diutamakan daripada hukum. Pada negara ini prinsip-prinsip demokrasi, keadilan sosial dan kedaulatan rakyat hilang.
Indonesia juga bukan negara berdasar keuangan yang sebagian besar kegiatan ekonomi politik diatur oleh mekanisme pasar liberal. Hasilnya hanya kesenjangan, keculasan dan keterbelahan rakyat. Indonesia juga bukan negara maling (kleptokrasi) yang dipimpin dan dikendalikan oleh sekelompok maling.
“Agar lima model negara di atas tidak terjadi lagi, pilihannya adalah kembali ke konstitusi asli. Konstitusi yang menjamin tegaknya negara pancasila berpaham kebangsaan, berbentuk republik, berwajah majelis musyawarah plus berkedaulatan rakyat,” tegasnya.
“Singkatnya, semoga presiden Prabowo Subianto segera mengajak semua elemen bangsa kembali ke Pancasila dan UUD 1945 yang asli, karena keduanya adalah roh dari wasiat suci berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tentu juga agar negeri ini adil sentosa di segala ruang dan waktu,” pungkasnya. (M-4)