PUTI Guntur Soekarno mengucapkan doa dan harapan untuk ulang tahun ke-80 ayahnya, Guntur Soekarnoputra. Dalam perayaan ulang tahun ke-80, Guntur sekaligus meluncurkan buku terbarunya berjudul Sangsaka Melilit Perut Megawati.
Buku tersebut merupakan bentuk semangat Guntur di usia 80, yang masih aktif menulis dan merespons isu-isu kontemporer yang terjadi. “Bertepatan dengan peluncuran buku, Bapak Guntur berulang tahun baru 80 tahun. Beliau dia tidak mau dikatakan sudah 80 tahun, maunya baru 80 tahun,” kata Puti Guntur Soekarnoputra dalam sambutan perayaan ulang tahun ke-80 Guntur Soekarnoputra dan perilisan buku Sangsaka Melilit Megawati di Puri Agung, hotel Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Minggu, (3/11).
Puti melanjutkan bahwa sang ayah terus menjalani hari-hari dengan penuh semangat dan kreativitas sampai kini. “Alhamdulillah kami sekeluarga sangat mensyukuri Bapak Guntur sampai hari ini tetap punya kreativitias. Memiliki semangat dan selalu menjalankan hobi-hobinya mulai dari bermusik, bermain gitar, menyanyi, dan salah satu yang sangat produktif yaitu menulis buku,” lanjutnya.
Buku tersebut, disebut Puti berasal dari surat merah. Tulisan analisa Guntur tentang humaniora, sosial, politik, budaya, dan internasionalisme. Biasanya Guntur akan mengirim tulisannya dalam bentuk surat dengan map merah untuk dikirim ke Puti. Tulisan-tulisan tersebut, kini terhimpun dalam buku barunya.
“Dengan kreativtias papa, papa bisa mewujudukan apa yang menjadi analisa dan yang ada di pikirannya. Saya berharap papa tetap sehat, panjang umur, bahagia bersama keluarga besar, anak, cucu dan sahabat. Papa juga harus tetap menjadi pelita bagi kami, pemikir dan pejuang yang selalu patriotik, yang selalu mengajarkan ide gagasan Bung Karno,” tutur Puti yang mendampingi sang ayah.
Dalam acara tersebut hadir pula keluarga besar Soekarno, termasuk Megawati Soekarnoputri. Seperti tercantum dalam judul buku Guntur Soekarno, kisah tentang sang saka merah putih yang dililitkan di perut Megawati menjadi salah satu kisah sentral.
Kejadian itu bermula dari ‘karantina’ Sang Proklamator oleh pemerintah Orde Baru di Wisma Yaso. Soekarno kemudian menitipkan sang saka bendera merah putih yang dijahit Fatmawati ke salah satu staf pribadinya. Bendera itu diantarkan ke kediaman Fatmawati. Ketika menjelang perayaan hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1967, pemerintah Orde Baru kebingungan mencari sangsaka merah putih.
Soekarno kemudian, memutuskan demi kesatuan NKRI, memberikan sang saka itu ke pemerintah Orba. Fatmawati lalu mewujudkan itu dengan cara memberikan kembali sang saka ke Soekarno. Agar lolos dari pemeriksaan penjaga, Fatmawti melilitkan sang saka merah putih ke perut Megawati ketika ia berkunjung ke Wisma Yaso. (M-1)