SEJUMLAH ahli hukum mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) agar menghapus pasal tentang memperkaya diri dan menyebabkan kerugian negara. Ada dua pasal yang digugat yakni pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menghormati keputusan setiap orang untuk menggugat uji materi terlahir ketentuan-ketentuan undang-undang terhadap undang-undang dasar.
“Saya menghormati tetapi tetap menentang pasal tersebut dikabulkan, karena konsepsi korupsi dalam istilah bahasa Indonesia adalah berkhianat atau pecah amanat, yaitu salah guna kuasa, jadi itu berlaku umum di negara-negara yang berbasiskan bahasa Melayu termasuk Malaysia dan Indonesia,” katanya kepada Media Indonesia pada Selasa (29/10).
Menurut Boyamin, pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU Tipikor merupakan ruh dari rumusan pemberantasan korupsi. Menurutnya, kedua pasal tersebut harus terus dipertahankan.
“Jika dicabut artinya mereka menganggap bahwa penyalahgunaan wewenang dan rangkaiannya seperti memperkaya diri sendiri, orang lain serta kerugian negara itu kemudian tidak dikatakan korupsi, lalu itu dikatakan apa? Saya yakin ini tidak akan dikabulkan dan saya menentang untuk dikabulkan,” jelasnya.
Boyamin mengatakan bahwa pemberantasan korupsi akan mengalami kemunduran bahkan kerusakan jika kedua pasal tersebut dihapus. Dia mengatakan dua pasal itu merupakan roh dari pemberantasan korupsi.
“Karena ini akan menghilangkan rohnya pemberantasan korupsi dan ya dengan model yang sekarang aja ini korupsi masih merajalela kalau apalagi ini dihapuskan. Itu alasan sosiologis,” ungkapnya.
Boyami menilai bahwa dihapusnya pasal tersebut sama saja dengan menghilangkan proses pemberantasan korupsi. Menurutnya, aparat penegak hukum yang bertindak untuk memberantas korupsi juga akan melemahkan bahkan berpotensi bubar jika pasal tersebut dihapus.
“Kalau dihapuskan berarti kan ya sama dengan menghilangkan proses pemberantasan korupsi, ya bubarkan KPK, bubarkan Jampdisus, bubarkan Kortas Tipikornya Mabes Polri gitu,” jelasnya.
Boyamin mengatakan bahwa isu korupsi telah menjadi konsen dalam diskursus berbagai negara. Menurutnya, penghapusan pasal tersebut akan membuat proses pemberantasan korupsi semakin mundur ke belakang.
“Kalau pasal itu dihapus, yasudah sekalian tidak perlu ada undang-undang pemberantasan korupsi dan tidak perlu ada perkara-perkara yang dirumuskan sebagai korupsi, cukup kata ‘penggelapan dalam jabatan saja’ tapi ini sama saja kita kembali seperti zaman Belanda,” tegasnya.
“Bahkan di dunia internasional, korupsi itu harus dikhususkan dalam UU, termasuk seperti urusan terorisme dan narkoba,” lanjutnya.
Sebelumnya, para ahli hukum yang mengajukan uji materi tersebut antara lain Maqdir Ismail dan Todung Mulya Lubis dkk sedang memproses gugatan UU Tipikor ke MK. Mereka meminta MK menghapus pasal yang mengatur hukuman bagi pihak yang memperkaya diri dan menyebabkan kerugian negara.
Maqdir Ismail mengatakan, alasan uji materi ini lantaran kedua pasal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum serta berpotensi dijadikan alat kriminalisasi semena-mena oleh aparat penegak hukum, terutama dikaitkan dengan kerugian keuangan negara.
“Kami sedang menguji pasal ini ke MK, dan saat ini masih berproses dan kami persiapkan. Bagi kami, korupsi ini akan terus pernah berkurang jika tidak memberantas kasus suap-menyuap, sebab korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan itu hanya mungkin dilakukan dalam project besar, tapi kalau suap-menyuap atau gratifikasi dapat dilakukan mulai dari tingkat bawah sampai ke pejabat tertinggi,” jelasnya.
Maqdir menilai bahwa jika pasal tersebut dihapus, para penegak hukum dapat menggunakan aturan pengganti yakni pasal 97 UU tentang Perseroan Terbatas untuk menjerat kasus korupsi.
“Jika dihapus, apakah ini tidak akan menjadi masalah besar di kemudian hari? Kalau terkait dengan BUMN kita punya UU tentang Perseroan terbatas. Jika ada kerugian negara maka bisa dikenakan pasal 97 dari UU perseroan terbatas sepanjang mereka lalai dan melakukan kesalahan,” ungkapnya. (Z-9)