GRUP musik Efek Rumah Kaca (ERK) merilis video klip Rimpang pada Kamis (31/10) di kanal Youtube mereka. Video klip Rimpang disutradarai Dian Tamara, dan dibintangi Elang El Gibran bersama Laras Sardi.
Dalam video musik Rimpang, Dian Tamara menggunakan konsep stop motion yang menampilkan akar-akar menjalar dan melilit tubuh Elang El Gibran. Di video tersebut, diperlihatkan Laras Sardi dan Elang El Gibran, yang semula ditunjukkan memiliki hubungan dekat, tiba-tiba Elang menusuk Laras dari belakang. Setelah Laras terjatuh dan mati, ia bertransformasi menjadi akar menjalar yang melilit tubuh Elang.
“Video musik Rimpang sebenarnya merespons dari musiknya. Kenapa akar yang tumbuh yang saya tampilkan di visualnya, karena menurut saya berbagai macam bentuk sakit hati atau luka, hingga pengkhianatan yang menimbulkan luka dan sakit itu harus ditelan dan dirasakan. Kalau divisualkan, kalau mau dimuntahkan rasa sakit itu, kayak apa, itu seperti pohon. Saya merasa seperti, kita pun terus bertumbuh. Hal itu yang pada akhirnya jadi pupuk untuk kita bisa terus bangkit, melakukan sesuatu hal yang ingin kita tuju, dan dalam bentuk patah hati apapun ke orang, pemerintah, atau ke negara lain,” kata sutradara video klip Rimpang Dian Tamara saat konferensi pers di Semesta’s Gallery, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Kamis (31/10).
Vokalis Efek Rumah Kaca Cholil Mahmud menjelaskan, materi lagu sebenarnya sudah ada sejak medio 2013-an, ketika ERK menggarap album penuh studio ketiga Sinestesia. Namun, ketika mereka mulai menggenapi keutuhan lagu, Cholil juga melihat tentang fenomena yang mengiringinya. Ketika ruang sipil yang kian sempit, seperti menyuarakan pendapat mendapat ancaman dari pendengung (buzzer), hingga mural kritik yang dihapus.
“Cara orang berkelindan tapi tetap melawan itu banyak. Misal, netizen kan suka berkelit dengan memuji-muji orang, seperti komentar ‘bismillah jadi komisaris.’ Itu perlawanan juga. Perlawanan itu tidak muncul cuma dari aktivis. Tapi dari mana saja. Walau belum tentu berhasil. Namun selalu ada alternatif perlawanan agar tidak direpresi,” kata Cholil.
Lagu Rimpang, diibaratkan Cholil serupa tanaman rimpang yang tumbuh di bawah tanah. Cholil terinspirasi dari teori rhizome yang dicetuskan Gilles Deleuze dan Felix Guattari dalam buku Thousand Plateaus, yang mengatakan ilmu pengetahuan bukanlah suatu yang sifatnya hirarkis dari atas ke bawah. Namun juga bsia menyebar seperti akar-akar tanaman rimpang.
“Pada era 2021–2024, ide gagasan kritis terhadap pemerintah banyak muncul dari komika. Itu hal baru yang, oh ini yang bener-bener kayak, walau kita direpresi, harapan-harapan itu muncul dari mana-mana. Kita perlu merawat itu. Itu yang menginspirasi lirik Rimpang. Sampai sekarang, kita masih belum dalam situasi baik-baik saja juga. Namun sikap perlawanan perlu dirawat. Bentuk pembangkangan tapi dalam bentuk subtil, itu yang ingin dicatat dalam lagu dan jadi core album Rimpang,” lanjut Cholil.(M-3)