PEMERINTAH melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) berupaya agar komponen pajak, salah satunya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bisa dihapus.
Agar, harga jual atas rumah bisa lebih murah.
“Kami ingin bereepakat dengan Kementerian Dalam Negeri untuk membebaskan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari Pemerintah Daerah untuk mengurangi harga jual rumah,” ungkap Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait dalam pertemuan dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) dan jajaran PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) tadi malam.
Menurut dia, apabila efisiensi seperti penghapusan komponen pajak dilakukan, pembagian tanah bisa berjalan secara gratis dan murah, serta kemudahan perizinan juga terjadi makan program penyediaan 3 juta rumah bagi masyarakat ini bisa terjadi. Bahkan, bisa meningkatkan omzet para pengembang secara luar biasa.
“Tahun depan, saya berani bilang bahwa banyak perubahan, terutama menyangkut perumahan baik di sisi bisnis maupun sosialnya. Jadi, saya minta para pengembang untuk mempersiapkan diri baik-baik,” kata dia.
Selain itu, Ia juga meminta agar insentif bebas Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) menjadi lima tahunan. Ini merupakan salah satu siasat agar program 3 juta rumah bisa tercapai.
“Kami akan meminta kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk di antaranya memperpanjang bebas pajak menjadi lima tahun,” ungkap Maruar.
Menanggapi hal ini, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan, rencana penghapusan BPHTB untuk hunian MBR akan disosialisasikan bersama seluruh Pemerintah Daerah.
“Khusus untuk MBR, supaya tidak ada kerancuan. Kita akan mengundang seluruh Pemda, BTN, dan rekan-rekan perwakilan reealestat bahwa program perumahan MBR ini telah diperintahkan oleh Pak Presiden dan harus dilaksanakan oleh Pak Maruarar. Kita minta Pemda untuk bangun gerakan kesetiakawanan sosial untuk membantu yang tidak mampu,” tutur Tito.
Tak hanya itu, tambah dia, pemerintah juga rencananya dalam waktu dekat akan menghapuskan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) khusus untuk MBR.
“Saya akan keluarkan surat edaran dalam waktu paling lama 10 hari agar retribusi PBG dihapus,” tambah Tito.
Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid menambahkan, pihaknya akan meminta pengembang untuk membangun fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasum dan fasos) di proyek perumahan mereka. Bahkan akan menerapkan denda berupa penyediaan rumah gratis bagi MBR bagi pengembang yang tidak taat.
Harga Rumah Turun
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menambahkan, dengan adanya pembebasan PPN, pemangkasan PPH dan penghapusan BPHTB, harga jual rumah MBR dan MBT bisa dipangkas hingga 21%.
“Ini akan mampu memicu permintaan akan perumahan karena harga jual rumah menjadi lebih murah,” tambah dia.
Nixon mengatakan, untuk saat ini BTN telah menyalurkan 5,5 juta KPR subsidi dan non subsidi baik melalui KPR Konvensional maupun pembiayaan syariah sejak 1976. Belakangan ini, kata Nixon, semakin banyak kaum milenial, perempuan, dan pekerja sektor informal yang membeli rumah pertama dengan KPR.
“Terutama untuk pekerja sektor informal, dapat kita bayangkan jika tidak ada program rumah subsidi, mereka tidak bisa membeli rumah. Selain itu, Indonesia masih punya isu nasional yakni backlog kepemilikan rumah sebanyak 9,9 juta, dan lebih dari 50% masyarakat miskin menghuni rumah tidak layak huni. Berdasarkan data dari PLN, angkanya sampai 24 juta rumah tidak layak huni,” papar Nixon.
Kajian BTN menunjukkan, isu utama perumahan di daerah dari sisi demand di antaranya masih terkait dengan pendataan kebutuhan rumah dengan sistem ‘by name, by address’, serta tumpang tindih peraturan terkait kewenangan penyelenggaraan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Sedangkan di sisi supply, BTN melihat masih belum adanya sinkronisasi perencanaan tata ruang antara daerah dan pusat.
Sebab itu, kata Nixon, pihaknya terus memberikan masukan kepada pemerintah agar program rumah rakyat bisa terealisasi secara jangka panjang.
Sebab, sektor perumahan memiliki multiplier effect atau dampak turunan terhadap 185 subsektor lainnya yang mayoritas bersifat padat karya.
“Tidak kalah pentingnya, pembangunan sektor perumahan secara masif akan menciptakan lapangan kerja. Berdasarkan perhitungan BTN, setiap pembangunan satu rumah dapat menyerap lima tenaga kerja, sehingga pembangunan 100.000 rumah akan menyerap 500.000 tenaga kerja per tahunnya,” tambah dia. (Z-10)