Tarifnya segera Naik, Kesehatan Finansial Program JKN Disebut Penting untuk Dijaga

4 days ago 2
Tarifnya segera Naik, Kesehatan Finansial Program JKN Disebut Penting untuk Dijaga Warga memperlihatkan kartu Indonesia sehat dari BPJS Kesehatan.(Dok. Antara)

Baru-baru ini, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti mengatakan akan ada kemungkinan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) naik tahun depan. Hal tersebut menjadi opsi untuk mengatasi ancaman defisit hingga gagal bayar klaim BPJS Kesehatan.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Aji Muhawarman menegaskan bahwa wacana tersebut masih menjadi pembahasan oleh pemerintah.

“Untuk wacana kebijakan tersebut masih dalam pembahasan di internal Kemenkes. Kami belum bisa kasih tanggapan lebih lanjut,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Selasa (12/11).

Secara terpisah, Peneliti Global Health Security sekaligus Mantan Sekretaris Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Dicky Budiman memahami pentingnya menjaga keberlanjutan finansial dari program jaminan kesehatan nasional (JKN) agar tetap dapat memberikan layanan yang komprehensif dan merata bagi masyarakat Indonesia.

“Situasi defisit BPJS Kesehatan ini memang menjadi tantangan serius, terutama di tengah meningkatnya beban layanan yang dihadapi akibat tingginya pemanfaatan program oleh peserta, tanpa adanya penyesuaian besaran iuran,” kata Dicky.

Menurutnya, analisis situasi dan penyebab defisit yang diperkirakan mencapai Rp20 triliun pada 2024 menunjukkan adanya ketidakseimbangan mendasar antara pendapatan dari iuran peserta dan biaya klaim yang dibayarkan. Hal ini ditandai dengan lost ratio yang mencapai hampir 100%, di mana biaya klaim yang dibayarkan hampir sama dengan pendapatan dari iuran.

“Faktor utama yang menyebabkan kondisi ini adalah besaran iuran yang tidak mengalami penyesuaian selama empat tahun terakhir, serta komposisi peserta BPJS yang didominasi oleh peserta kelas 3, yang membayar iuran terendah namun memiliki tingkat pemanfaatan yang tinggi,” tegasnya.

Selain itu, Dicky menilai stagnasi upah pada banyak peserta kelas 3 memperkuat kesulitan dalam menaikkan kontribusi mereka. Situasi ini mendorong BPJS untuk merencanakan kenaikan iuran demi menutup defisit, namun langkah ini perlu dilakukan dengan cermat agar tidak menimbulkan beban berlebihan pada masyarakat, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah.

Untuk itu, peningkatan iuran BPJS sebaiknya dilakukan dengan skema subsidi silang, di mana peserta dengan kategori penghasilan lebih tinggi membayar lebih besar untuk mengurangi beban bagi peserta di kelas 3 yang umumnya memiliki pendapatan lebih rendah.

“Skema ini sudah berjalan pada JKN namun dapat diperluas lagi dengan pendekatan yang lebih adil sesuai dengan tingkat penghasilan peserta,” ujar Dicky.

BPJS Kesehatan juga dikatakan dapat memperkuat pengawasan dan efisiensi pengeluaran klaim. Penggunaan data besar (big data) dan machine learning juga dapat dimanfaatkan untuk memantau klaim yang berlebihan atau tidak sesuai serta untuk memprediksi pola pemanfaatan layanan kesehatan dapat membantu BPJS mengontrol biaya.

“Misalnya, penandaan klaim yang mencurigakan untuk dilakukan audit lebih lanjut,” tuturnya.

Skema cost sharing juga dapat dilakukan, yang berarti sebagian biaya akan dibebankan pada peserta untuk pelayanan tertentu, bisa diterapkan pada layanan yang bukan darurat atau bukan esensial.

“Namun, skema ini perlu diterapkan hati-hati agar tetap melindungi peserta kelas bawah dan tetap memastikan akses yang luas pada pelayanan kesehatan esensial,” kata dia.

Dicky juga menegaskan, salah satu cara untuk mengurangi biaya klaim jangka panjang adalah dengan mengurangi beban penyakit melalui program pencegahan. BPJS dapat mengalokasikan sebagian anggaran untuk program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit yang bersifat masif, termasuk deteksi dini penyakit, edukasi gaya hidup sehat, dan program pencegahan penyakit tidak menular yang cenderung memerlukan biaya pengobatan tinggi.

“Ini akan menurunkan klaim di masa depan sekaligus meningkatkan kesehatan masyarakat,” jelasnya.

BPJS Kesehatan juga dapat mempertimbangkan peningkatan kontribusi dari APBN sebagai bagian dari kebijakan yang berorientasi pada Universal Health Coverage (UHC). Dengan bantuan anggaran dari pemerintah pusat, beban peningkatan iuran terhadap masyarakat dapat diminimalisasi, terutama untuk kelas 3.

Secara garis besar, Dicky mengatakan demi menjaga keberlanjutan BPJS Kesehatan dan mencapai UHC, penyesuaian iuran perlu dilakukan secara cermat dan bertahap dengan mempertimbangkan kemampuan finansial peserta, khususnya kelas bawah.

“Dengan kombinasi strategi subsidi silang, peningkatan efisiensi melalui teknologi, program pencegahan, dan dukungan APBN, BPJS Kesehatan dapat meningkatkan daya tahan finansial program JKN dan terus melayani masyarakat Indonesia tanpa mengorbankan hak kesehatan mereka,” tandasnya. (Z-9)

Read Entire Article
Global Food