HASIL survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 menunjukkan tingkat literasi numerasi siswa di Indonesia masih memprihatinkan. Dalam survei tersebut, Indonesia kembali berada di peringkat bawah dengan penurunan skor pada kemampuan membaca, matematika, dan sains 12-13 poin.
Rendahnya performa siswa di Indonesia ini dipengaruhi berbagai hal. Mulai dari masa tumbuh kembang anak di usia dini ketika mereka dipersiapkan untuk masuk ke dunia sekolah, hingga kualitas pendidikan dasar secara nasional.
Tumbuh kembang anak di usia dini sangat dipengaruhi oleh pemberian stimulasi (terutama di 1.000 hari pertama kehidupan). Semakin dini seorang anak diberikan stimulasi yang tepat, semakin baik perkembangan otaknya.
Jika seorang anak kehilangan kesempatan untuk belajar di usia dini (melalui stimulasi), perkembangan otak mereka pun akan berlangsung di bawah rata-rata.
Stimulasi dini yang dilakukan bertujuan untuk merangsang kemampuan gerak kasar (motorik kasar), kemampuan gerak halus (motorik halus), kemampuan bicara dan bahasa, serta kemampuan bersosialisasi dan kemandirian anak yang pada akhirnya berpengaruh pada perkembangan otaknya.
Kemudian, tumbuh kembang anak yang optimal di usia dini juga belum cukup untuk menciptakan siswa dengan performa yang baik.
Saat mereka memasuki masa sekolah (sekolah dasar), kualitas pembelajaran menjadi pekerjaan rumah selanjutnya.
Bila anak yang sudah siap belajar namun mendapatkan kualitas pengajaran yang buruk, juga setali tiga uang. Kualitas belajar di kelas, manajemen sekolah yang mendukung, hingga peran serta orang tua menjadi kontributor dominan dalam hal ini.
Berangkat dari hal tersebut, Tanoto Foundation, lembaga filantropi independen di bidang pendidikan yang didirikan Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada 1981, berupaya meningkatkan performa siswa terutama di literasi dan numerasi melalui program yang mencakup stimulasi anak usia dini (pengembangan dan pendidikan anak usia dini) dan peningkatan kualitas pendidikan dasar.
Program SIGAP (yang fokus pada segmen pengembangan dan pendidikan anak usia dini) dan program PINTAR (pada segmen pendidikan dasar), hingga 2024 telah memberi dampak pada masyarakat di tempat Tanoto Foundation beroperasi. Hal ini disampaikan oleh Measurement, Learning, and Evaluation Lead for ECED Tanoto Foundation, Much Arief Firdaus, dan Impact Evaluation and Learning Lead Tanoto Foundation, Radi Negara, pada International Conference on Assessment and Learning (ICAL) yang digelar Australian Council for Educational Research (ACER) di Hotel Anvaya, Bali, Jumat (11/10).
Pentingnya stimulasi dini pendidikan anak usia 0-3 tahun
Melalui riset bertajuk “Impact of Community Based Early Child Stimulation Service for Children 0-3 Years”, sebuah penelitian yang dilatarbelakangi oleh kondisi bahwa program stimulasi dini untuk anak-anak usia 0-3 tahun di Indonesia masih terbatas, Arief menjelaskan dampak positif dari Rumah Anak SIGAP yang merupakan bagian dari program SIGAP Tanoto Foundation.
“Layanan stimulasi dini masih terbatas, padahal hal ini sangat berperan penting dalam tumbuh kembang anak dan perkembangan otaknya nanti untuk menerima pelajaran saat di sekolah. Untuk mengatasi keterbatasan layanan tersebut, Tanoto Foundation menyelenggarakan layanan stimulasi dini untuk anak-anak 0-3 tahun berbasis komunitas yang dinamakan Rumah Anak SIGAP sejak 2021,” kata Arief.
Penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana dampak program stimulasi dini oleh Rumah Anak SIGAP terhadap anak, orangtua/pengasuh. Hasil dari studi ini diharapkan dapat digunakan untuk upaya perbaikan program yang berkelanjutan agar penerima manfaat memperoleh dampak yang lebih besar, serta menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dan lembaga lainnya dalam pengembangan layanan pengasuhan dan stimulasi anak di area lainnya
Riset dilakukan terhadap 455 orang dalam dua kelompok studi terdiri dari 262 peserta intervensi dan 193 peserta non-intervensi, di 16 desa yang menjadi lokasi Rumah Anak SIGAP dan 16 desa kontrol yang berada di Banten, Jakarta, dan Kalimantan Timur.
Analisis data kuantitatif menunjukkan program Rumah Anak SIGAP Tanoto Foundation memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembang anak usia 0-3 tahun dan praktik pengasuhan.
“Program Rumah Anak SIGAP memberikan dampak positif pada tumbuh kembang anak. 55,6% anak-anak yang diintervensi memiliki skor CREDI (Caregiver-Reported Early Development Index) di atas referensi normal dibandingkan dengan 39,1% anak-anak yang tidak diintervensi. Lebih lanjut dampak positif pada anak usia 24-29 bulan secara konsisten terjadi pada setiap aspek tumbuh kembang anak: kognitif, bahasa, motorik, dan sosial emosional,” jelas Arief.
Selaras dengan temuan itu, secara kualitatif program Rumah Anak SIGAP juga berpengaruh positif terhadap praktik parenting, terutama terhadap perubahan praktik pengasuhan oleh para pengasuh anak.
“Aspek sosio-emosional adalah perubahan yang paling banyak dirasakan oleh para pengasuh anak,” sambung Arief.
Arief mengungkapkan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak harus mulai pembelajaran sejak dini dan tetap dalam program setidaknya selama dua tahun agar terjadi perkembangan yang maksimal.
Pada studi ini juga dilihat hubungan praktik pengasuhan dengan tumbuh kembang anak. Di mana praktik penyediaan materi pembelajaran beragam sesuai umur anak, dan interaksi orang tua adalah dua aspek signifikan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
“Misalnya, fokuskan pada keterlibatan orang tua yang kuat dan dorong mereka untuk meluangkan lebih banyak waktu untuk membaca buku dan melakukan aktivitas untuk menstimulasi berbagai aspek tumbuh kembang anak. Orang tua juga perlu melakukan disiplin positif pada anak, dengan menerapkan aturan dan harapan yang jelas, dan merespon perilaku anak yang beragam,” jelas Arief.
Namun, untuk mencapai hasil yang optimal, orang tua (terutama orang tua baru) juga perlu didampingi.
“Pendampingan dapat dilakukan dengan membantu orang tua mengembangkan strategi untuk mengelola emosi mereka, memotivasi orang tua untuk mencari dukungan dari orang lain ketika menghadapi kesulitan dalam menerima perilaku anak mereka, memberikan panduan kepada orang tua dalam menciptakan rutinitas yang teratur, serta melibatkan anak dalam menciptakan dan mempertahankan rutinitas mereka,” ucap Arief.
“Juga perlu diingat, upaya ini memerlukan kontribusi berbagai pihak terkait. Kolaborasi diperlukan untuk memperluas jangkauan layanan pengasuhan berkualitas, misalnya dengan bekerja sama dengan pekerja kesehatan masyarakat dan kader Posyandu untuk memperkuat pesan program tentang praktik pengasuhan yang baik, memastikan bahwa pesan ini sesuai dengan konteks lokal,” pungkas Arief.
Kualitas pendidikan dasar
Di tempat yang sama, Radi Negara memaparkan bagaimana Program PINTAR Tanoto Foundation memiliki dampak positif dalam mengembangkan kemampuan literasi dan numerasi siswa sekolah. Hal tersebut disampaikan sebagai kesimpulan atas riset berjudul “Estimating the Impact of Whole-School Improvement Intervention Using National Assesment Metrics: Leasons Learned from the PINTAR”.
“Kontribusi Program PINTAR terhadap peningkatan hasil pembelajaran siswa adalah melalui penguatan praktik pembelajaran di kelas, penguatan manajemen sekolah, dan peningkatan partisipasi orang tua siswa” jelas Radi.
“Penelitian ini menjadi bukti program PINTAR dapat direplikasi pemerintah daerah untuk SD dan SMP, berpotensi menyumbang saran untuk kebijakan terkait peningkatan skill guru dan manajemen sekolah, seperti intrevensi yang dilakukan oleh sekolah mitra,” sambungnya.
Ia menjelaskan riset ini dilatari program PINTAR oleh Tanoto Foundation yang terus berkembang. Program PINTAR (Pengembangan Inovasi untuk Kualitas Pembelajaran) memberikan serangkaian program pelatihan untuk guru dan kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Sejak 2018 hingga 2023, program ini telah menjangkau 1.397 sekolah di lima provinsi dan 25 kota di Indonesia.
“Penelitian ini hendak mengetahui sejauh mana dampak program PINTAR terhadap perkembangan siswa, guru, dan tata kelola sekolah serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan prestasi siswa,” kata Radi.
Untuk mengetahui hal itu, riset tersebut membandingkan sekolah-sekolah yang menerapkan PINTAR dengan sekolah yang tidak menerima program tersebut. Masing-masing kategori tersebut terdiri dari 295 sekolah, sehingga totalnya mencapai 590 sekolah, baik SD maupun SMP, yang dijadikan sampel riset ini.
Aspek yang dikaji dalam penelitian ini didapat melalui Rapor Pendidikan melalui data serta izin Dinas Pendidikan setempat. Aspek tersebut meliputi prestasi siswa yang terdiri dari kemampuan literasi, numerasi, dan partisipasi siswa dalam komunitasnya; tata kelola sekolah; dan praktik belajar mengajar.
“Hasilnya terdapat perbedaan 10% antara sekolah non-mitra dan sekolah mitra PINTAR dalam proporsi siswa yang memiliki kemampuan literasi yang layak, dan 11,6% dalam proporsi siswa yang memiliki kemampuan numerasi yang layak,” jelas Radi.
“Dari riset ini juga diketahui sejumlah faktor mampu meningkatkan kualitas sekolah, seperti adanya dukungan psikologi oleh guru pada siswa dan partisipasi aktif dari orang tua,” pungkasnya.
Arief dan Radi berharap semakin banyak data yang dapat diakses dari berbagai tingkat daerah, agar para peneliti dapat melakukan penelitian untuk perencanaan program pendidikan berbasis bukti terutama mulai dari usia dini dan pendidikan dasar sehingga anak-anak memiliki basis yang kuat ke depannya.
International Conference on Assessment and Learning (ICAL) yang digelar Australian Council for Educational Research (ACER) International Conference on Assessment and Learning (ICAL) adalah konferensi akademik global yang berfokus pada pengembangan, penelitian, dan praktik terkait penilaian pendidikan serta pembelajaran.
Acara ini bertujuan untuk mengumpulkan para pendidik, peneliti, dan pembuat kebijakan dari berbagai negara guna membahas inovasi dan tantangan dalam metode penilaian, serta dampaknya terhadap proses belajar siswa. ICAL juga menjadi wadah untuk berbagi temuan penelitian terbaru dan pendekatan penilaian yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan di berbagai tingkat. (RO/Z-1)