PENYIDIK Ditreskrimsus Polda Sulawesi Selatan mengungkap sebanyak 31 kasus tindak pidana korupsi dengan 21 orang ditetapkan tersangka. Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan, mengatakan puluhan tindak pidana korupsi tersebut digabung menjadi tiga berkas. Di antaranya tindak pidana korupsi berkaitan dengan pekerjaan fisik, perbankan, dan penyalahgunaan wewenang.
"Ada gabungan 3 LP (laporan polisi) jadi satu. Tersangkanya 21, juga kita gabungkan ke 3 LP ini," katanya, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (12/11).
Yudhiawan menjelaskan pada kasus korupsi pekerjaan fisik, Ditreskrimsus Polda Sulawesi Selatan menyelidiki beberapa kasus yakni pembangunan jalan ruas Sabang-Tallang Kabupaten Luwu utara sepanjang 18 kilometer oleh Dinas PUTR Provinsi Sulsel tahun 2020. Selanjutnya, Pembangunan Pasar Labukang oleh Dinas Perdagangan Kota Parepare tahun anggaran 2019.
"Modus operandi yakni pinjam pakai perusahaan. PPK dan PPTK tidak melakukan pengendalian kontrak, mengubah spesifikasi di lapangan, tidak melakukan pekerjaan sesuai kontrak atau tidak sesuai spesifikasi pekerjaan dan penggunaan personal manajerial tidak sesuai kontrak," jelas dia.
Sementara kasus dugaan korupsi perbankan masing-masing, pemberian fasilitas kredit konstruksi Bank BPD Sulselbar kepada PT Aiwondeni Permai tahun 2020 dan pemberian fasilitas kredit konstruksi Bank BPD Sulselbar Cabang Sengkang kepada PT Delima Agung Utama pada 2021.
Selanjutnya, pemberian fasilitas kredit modal kerja konstruksi Bank Sulselbar Cabang Takalar kepada PT Letebbe Putra Grup tahun 2021-2022 dan Pemberian fasilitas kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BRI Unit Mappasaile Cabang Pangkep tahun 2019-2021.
Kemudian, pemberian fasilitas KUR Bank BRI Unit Takkallala Kabupaten Soppeng tahun 2022-2023, penyalahgunaan wewenang penduplikasian kartu kredit milik nasabah Bank BRI Kahu Kabupaten Bone tahun 2023, dan pemberian fasilitas kredit Bank Mandiri SME Makassar Kartini kepada Koperasi PT Eastern Pearl Flour Mils (EPFM) tahun 2018-2019.
Dalam aksinya para tersangka melakukan analisis kredit modal kerja yang tidak sesuai mekanisme pemberian kredit di luar wilayah kerja cabang dan pembayaran termin yang tidak didebitkan.
"Selain itu fasilitas kredit di luar tujuan penggunaannya dan menggunakan dokumen topingan serta dokumentasi persyaratan lain yang fiktif untuk persyaratan pencairan KUR," terang Yudhi.
Berikutnya, kasus dugaan penyalahgunaan wewenang atau jabatan, yaitu pungutan PPh 21 kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) penerima pembayaran jasa pelayanan klaim BPJS Kesehatan pada RSUD Lanto Daeng Pasewang Kabupaten Jeneponto tahun 2017-2018 dan pengadaan barang yang diserahkan kepada masyarakat dalam penanggulangan keadaan siaga darurat Covid-19 di Dinas Sosial Kota Makassar tahun 2020 dan pengelolaan alat serta mesin pertanian pada UPTD pengelolaan Agribisnis Pertanian di Kabupaten Maros tahun 2023.
Dalam kasus RSUD Lanto Daeng Pasewang, pejabat melakukan pemotongan penerimaan jasa klaim kepada tenaga kesehatan namun tidak menyetorkan PPh 21, tapi dananya disimpan pada rekening pribadi dengan memalsukan slip setoran klaim BPJS seolah-olah telah dibayar.
Kemudian pada kasus Covid-19 diduga melakukan penggelembungan harga barang bantuan Covid-19 di Makassar, dan untuk alat mesin di Maros, modusnya menjual dan menyewakan barang milik negara dan tidak menyetorkan dana tersebut ke kas negara.
"Penanganan perkara sejauh ini untuk tahap satu ada 5 laporan polisi (LP), persiapan kirim berkas ke kejaksaan 7 LP, sementara perhitungan kerugian negara (PKN) 16 LP dan proses sidik sebanyak 5 LP," tuturnya.
Yudhiawan menyebutkan dalam kasus tindak pidana tersebut ada 21 orang ditetapkan sebagai tersangka dengan inisial masing-masing, AA, JP, MS, OA, EJ, AR, DM, BJ, MT, ZS, AM, KH, ISB, AMS, AF, RL, ED, OO, FA, NR dan NS. Sementara saksi yang diperiksa sebanyak 453 orang dan ahli 12 orang.
Dalam kasus tersebut Polda Sulsel menyita barang bukti sebanyak 350 dokumen seperti BPKB, sertifikat tanah, serta dokumen penting lainnya. Polisi juga menyita 14 unit kendaraan roda empat, 10 unit kendaraan roda 10 atau dump truk, delapan unit Forklip truk, satu ponsel, tiga unit laptop, dan uang tunai Rp2,29 miliar.
"Dalam kasus ini, penyelamatan uang negara (uang dan barang) senilai Rp8,7 miliar lebih, hasil perhitungan kerugian negara (PKN) sebesar Rp25,4 miliar lebih, potensi kerugian negara (AI) Rp59,4 miliar lebih, sehingga total keseluruhan Rp84,8 miliar lebih," ungkapnya.
Akibat perbuatannya, para tersangka diancam Pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal 55 ayat (1) kesatu KUHPidana.
"Ancaman hukuman pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun atau seumur hidup pada kondisi darurat, serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar," imbuh dia. (MGN/I-2)