Sebagai negara yang mengadopsi sistem demokrasi dan memandatkan partai politik sebagai wadah dalam melahirkan calon pejabat publik baik secara elektoral maupun non-elektoral, pengkajian Indeks Pelembagaan Partai Politik menjadi sangat penting untuk membawa iklim demokrasi di Indonesia semakin dewasa.
Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Mouliza Kristhopher Donna Sweinstani, mengatakan bahwa mayoritas partai politik (parpol) di Indonesia pada rentang waktu 2019-2024 terbilang sudah cukup mandiri secara kelembagaan. Namun, sejumlah parpol masih dinilai gagal dalam melakukan kelembagaan akibat adanya manuver dari pihak luar atau eksternal.
Mouliza menjelaskan Indeks ini diluncurkan sebagai langkah untuk mendiseminasi kepada publik mengenai alat ukur yang bisa mendorong partai politik di Indonesia semakin terlembaga dan menjadi institusi yang modern.
“Melalui alat ukur akademik ini, pelembagaan parpol masih menjadi PR, dari ketiga sub dimensi tersebut, yang paling menjadi PR adalah dimensi derajat kesisteman, artinya parti politik belum terlembaga karena adanya manuver-manuver dari pihak eksternal,” katanya
Dari pengukuran tersebut, didapatkan hasil bahwa PKS, Nasdem, PAN, PDIP dan Golkar menempati posisi lima teratas dalam pelembagaan sistem partai politik. Mouliza menjelaskan bahwa kelima parpol tersebut termasuk dalam kategori sudah mandiri.
“Skor paling tinggi yaitu PKS (88,65), Nasdem (83,14), PAN (79,87), PDIP (76,72) dan Golkar 68.83). Tetapi perhitungan tidak menjelaskan mana partai yang baik dan tidak baik, tapi ini jadi koreksi bersama untuk meningkatkan kelembagaan,” tuturnya.
Selain itu, partai politik yang juga menjadi target penelitian yakni Demokrat (68,58), PKB (67,65), Gerindra, dan PPP (66,92).
Kepala PR Politik BRIN, Athiqah Nur Alami, berharap, dengan indeks tersebut, publik mendapatkan gambaran dan analisis mengenai perkembangan dan pelembagaan partai politik di Indonesia.
“Selain itu, kegiatan peluncuran juga diharapkan bisa memberikan masukan akademis maupun praktis bagi pengampu kepentingan sebagai bahan atau acuan mendorong institusionalisasi partai politik,” imbuhnya.
Sebagai bahan informasi, riset kegiatan tersebut disusun sejak 2020 yang terbagi dalam 4 fase. Fase pertama, tahun 2020-2021, tim melakukan konstruksi kerangka konseptual tentang pelembagaan partai politik di Indonesia. Fase kedua, tahun 2021-2022, tim peneliti menggunakan metode campuran konkuren untuk menyusun instrumen dan pilot project Indeks Pelembagaan Partai Politik.
Fase ketiga, tahun 2022-2023, tim peneliti melakukan uji publik dalam bentuk diskusi kelompok terpumpun untuk mendiskusikan lebih dalam pilot project yang telah dirumuskan sebelumnya. Lalu, melakukan perbaikan pada konstruk yang telah dirumuskan.
Athiqah menjelaskan bahwa uji publik ini sebagai upaya mendapatkan masukan perbaikan dan penyempurnaan Indeks Pelembagaan Partai Politik. Selain itu, untuk dapat melegitimasi instrumen indeks secara metodologis.
Uji publik dilakukan di Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jakarta, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Selanjutnya, konstruk atau instrumen indeks ini telah memperoleh HKI pada tahun 2023 sehingga instrumen indeks pelembagaan partai politik sah menjadi milik para peneliti dalam tim parpol BRIN.
“Fase terakhir, tahun 2023-2024, tim peneliti akhirnya menghasilkan angka indeks pelembagaan partai politik sebagai dasar perumusan rekomendasi kebijakan, terkait pembenahan partai politik di Indonesia,” tandasnya. (DEV/P-2)