PT. Pembangunan Pariwisata Indonesia atau InJourism Development Corporation (ITDC) bekerjasama dengan Universitas Mataram (Unram) terus mendorong pengembangan integrated farming system berbasis potensi lokal pada petani di sembilan desa penyangga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Ternggara Barat (NTB).
Program ini dijalankan melalui beberapa pelatihan seperti pengolahan pupuk kandang terintegrasi dengan hortikultura tanaman sayur seperti daun kelor, pepaya california, cabai lokal, dan baby corn di pekarangan rumah dan lahan, budidaya jamur tiram dan pengembangan budidaya madu trigona.
Selain itu, warga juga dibekali pelatihan pengolahan makanan hasil tanam yang mereka tanam untuk dijadikan cemilan, atau makanan yang mereka bisa jual sebagai alternatif usaha tambahan pendapatan seperti, membuat teh kelor, kopi kelor, stik kelor, kukis kelor, dan juga sambal cengeh.
Diawali sejak 2022 lalu di Dusun Ngolang, Desa Kuta dan di Dusun Mongge 2 Desa Sukadana, dua desa tersebut merupakan desa penyangga KEK Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Ternggara Barat (NTB).
"Program kita itu sebetulnya bukan hanya hari ini. Hari ini kita melakukan evaluasi dan melihat demplot yang sudah dilakukan untuk potensi pengembangannya ke depan," kata Ketua tim pengembangan integrated farming di Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Aluh Nikmatullah seusai melakukan dialog dengan petani setempat pada Sabtu (09/11) .
Di Dusun Mongge 2, Desa Sukadana, petani yang sebelumnya tidak pernah mengenal program tersebut kini mulai akrab dengan integrated farming. Mereka diberikan edukasi mengenai pengolahan pupuk organik dan cara membuat pakan olahan ternak. Selain itu mereka juga diberikan edukasi untuk pengendalian hama yang dapat diaplikasikan pada lahan dan pekarangan rumah mereka.
Aluh menjelaskan, prinsip dari integrated farming ini adalah mengintegrasikan kegiatan budidaya. Karena masyarakat ada yang memelihara sapi, pemeliharaan dilakukan budidaya dengan memanfaatkan limbah dari kotoran hewan tersebut untuk kemudian diolah menjadi pupuk lantas digunakan di dalam budidaya.
Dari hasil budidaya itu dipilih dari komoditas-komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Salah satu yang dipilih adalah baby corn jagung manis dan jagung ketan.
Dia menyebutkan, alasan kedua komoditas itu dipilih karena memiliki potensi komoditas yang bisa mendukung pariwisata desa penyanggah Mandalika. "Ke depannya kalau mereka bisa menghasilkan produk yang dibutuhkan hotel, maka selain bisa mendukung ketersediaan hotel juga bisa menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan," katanya.
Selama ini sebutnya, di daerah tersebut pakan hanya tersedia pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau sebagian besar tidak tersedia. Akibatnya ada masyarakat yang memiliki lebih dari dua ekor sapi terpaksa harus mencari pakan dari daerah lain dan itu biayanya cukup besar, “Kemarin saya tanyakan harga pakan sampai Rp400 ribu untuk satu mobil pikap,” katanya.
Dia menjelaskan komoditas yang dipilih seperti baby corn jagung manis dan jagung ketan itu selain punya nilai ekonomi tinggi. Saat dipanen, tanamannya masih hijau sehingga bisa menjadi pakan bagi sapi. Di sisi lain bisa menyuplai kebutuhan hotel. "Itulah yang saat ini kami mencoba bersama masyarakat di sini mengembangkan itu, dan melihat potensi hal tersebut," kata Aluh. (N-2)