Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah melakukan perubahan informasi publik dalam portal layanan informasi Sirekap. Dalam hal ini, informasi publik yang akan ditampilkan dalam Sirekap akan berbentuk gambar atau PDF tanpa tabulasi di tingkat kabupaten/kota.
Pada saat mengakses Sirekap saat pemungutan suara di Pilkada nanti, data yang dapat dilihat oleh publik hanyalah kumpulan gambar formulir C1 tanpa informasi perolehan suara sementara yang didapat dari tabulasi di tingkat kabupaten/kota.
Kepala Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha mengatakan perubahan tersebut akan menyulitkan publik untuk melakukan pengawasan proses perhitungan suara pada perhelatan Pilkada serentak 2024 .
“Praktik jual beli suara selama ini diduga marak terjadi, dan Sirekap sejatinya dapat mencegah hal tersebut untuk terjadi. Informasi yang rinci, jelas, dan mudah dipahami publik dalam Sirekap menjadi krusial,” katanya kepada Media Indonesia di Jakarta pada Rabu (30/10).
Egi mengatakan dalam Pemilu 2024, Sirekap memuat data numerik perolehan suara sementara, sehingga publik juga bisa ikut mengawasi perkembangan hasil penghitungan suara yang didapat oleh masing-masing pasangan calon.
“Meski pada awal Maret 2024, grafik hasil sementara tersebut juga sempat dihilangkan oleh KPU dengan alasan maraknya polemik dan disinformasi yang timbul akibat ketidakakuratan hasil konversi dan pembacaan data dalam Pilpres dan Pileg 2024,” ujarnya.
Menurut Egi, perubahan dalam Sirekap tersebut juga akan memfasilitasi kecurangan dalam berbagai bentuk seperti manipulasi, pencurian, maupun penggelembungan suara.
“Lebih jauh, langkah yang diambil oleh KPU tersebut mengaburkan komitmen penyelenggara pemilu dalam melaksanakan pemilihan yang transparan, akuntabel, dan partisipatif,” imbuhnya.
Pada sisi lain, Egi merespons pernyataan KPU yang menyampaikan bahwa perbaikan terhadap bandwidth Sirekap, serta kemampuan pembacaan dan peningkatan akurasinya sudah dilakukan.
“Jika benar perbaikan ini telah dilakukan, maka seharusnya informasi hasil tabulasi di tingkat kabupaten/kota bisa ditampilkan secara lebih akurat dengan minim kekeliruan seperti yang terjadi pada Februari lalu, bukan dengan menghilangkannya,” jelasnya.
Egi menilai kegagalan KPU dalam menyediakan layanan Sirekap pada Pemilu 2024 lalu mestinya diperbaiki untuk pelaksanaan Pilkada 2024.
“Perbaikan ini harus didorong dengan semangat untuk menjamin terpenuhinya prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pemilu, serta memperkuat partisipasi publik dalam pengawasan,” tuturnya.
Berbagai aspek tersebut, kata Egi, memiliki kontribusi penting pada legitimasi pemilihan yang mampu menghadirkan pemimpin kepala daerah yang kredibel.
“Sayangnya, KPU tidak melakukan hal tersebut secara patut, yang sekaligus menunjukkan bahwa KPU tidak pernah memiliki keseriusan untuk memperbaiki Sirekap,” ujarnya.
Atas alasan di atas, ICW kembali mendesak agar audit menyeluruh terhadap Sirekap untuk dilakukan. Hal ini mencakup sejak proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga evaluasi.
“Kelalaian KPU dalam memberikan layanan Sirekap kepada publik perlu ditelusuri lebih jauh, untuk melihat apakah terdapat unsur kesengajaan di dalamnya. Hasil audit kemudian dapat menjadi modal aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi,” ungkapnya. (P-2)