Perubahan Iklim, Nasib Beruang Kutub di Ujung Tanduk

4 days ago 3
Perubahan Iklim, Nasib Beruang Kutub di Ujung Tanduk Seekor beruang kutub, yang bergantung pada es laut sebagai tempat berburunya, berhenti sejenak di dekat Churchill, Manitoba.(Neil Ever Osborne/Smithsonian Magazine)

BERUANG kutub kini berada di ambang kepunahan, dengan perubahan iklim yang mengancam kelangsungan hidup mereka. Di Teluk Hudson, mereka berjuang untuk bertahan hidup, berkeliling mencari tempat berburu yang semakin terbatas.

Habitat Beruang Kutub, es laut yang semakin menyusut. Beruang kutub, yang bergantung pada es untuk berburu anjing laut, kini menghadapi musim yang lebih panjang tanpa es. 

Dengan perubahan cuaca yang mempercepat mencairnya es, beruang semakin terpaksa berinteraksi dengan manusia di wilayah-wilayah yang belum pernah mereka masuki sebelumnya, seperti di Churchill, Kanada.

Beruang yang dahulu  hidup di tempat-tempat jauh dari pemukiman manusia kini mulai mendekat, bahkan berpotensi menimbulkan ancaman bagi warga setempat. Di Alaska dan Kanada, pelatihan untuk melindungi diri dari serangan beruang menjadi semakin penting. 

Sementara di Churchill, sebuah kota kecil yang dikenal sebagai ibu kota beruang kutub dunia, keberadaan beruang semakin sering terlihat. Warga setempat harus berhati-hati, dengan pengalaman seperti yang dialami Erin Greene, yang nyaris menjadi korban serangan beruang.

Di tengah perburuan yang semakin sulit,  Geoff York, direktur senior konservasi Polar Bears International (PBI) menggunakan Buggy One sebagai stasiun penelitian keliling. Stasiun ini dilengkapi dengan GPS, Wi-Fi, dan kamera beruang kutub yang menyiarkan rekaman langsung ke ruang kelas di seluruh dunia.

Teknologi ini membantu memitigasi risiko, tetapi  solusi jangka panjang untuk beruang kutub sangat bergantung pada upaya untuk melawan perubahan iklim yang terus memperburuk kondisi habitat mereka.

“Pemahaman kita tentang biologi, ekologi, dan perilaku beruang kutub sangat penting untuk konservasi jangka panjang dan dapat memberikan informasi bagi upaya di lapangan seperti pengelolaan konflik antara manusia dan beruang.” Kata York dikutip dari lama Smithsonian Magazine, Selasa (12/11).

Populasi beruang kutub semakin menurun, terutama di wilayah Hudson Barat yang terancam. Pada tahun 1990-an, terdapat sekitar 1.200 beruang di kawasan ini, namun kini hanya tersisa sekitar 800 ekor. 

Ketergantungan beruang pada es laut untuk bertahan hidup semakin berisiko karena pemanasan global yang menyebabkan es semakin tipis dan cepat mencair. Menurut data terbaru, pada tahun 2020, es laut di wilayah ini mencatatkan jumlah terendah kedua sejak pencatatan dimulai pada tahun 1970-an.

Kondisi ini semakin memperburuk harapan beruang kutub, karena mereka kini harus berenang lebih jauh untuk mencari tempat berburu. Dengan berkurangnya jumlah es yang dapat menopang mereka, beruang kutub tidak lagi dapat mengandalkan es untuk berburu anjing laut, yang membuat mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka, yang pada gilirannya memengaruhi kemampuan mereka untuk berkembang biak.

Sementara itu, ancaman terhadap beruang kutub semakin nyata. Beruang jantan yang semakin kelaparan lebih cenderung menyerang anak beruang atau manusia, terutama selama masa-masa sulit menjelang musim berburu. Sebagai hasilnya, upaya untuk melindungi beruang dan manusia menjadi semakin penting.

Program pelatihan untuk mencegah interaksi berbahaya antara beruang kutub dan manusia menjadi lebih krusial di berbagai tempat, termasuk di wilayah Nunavut di Kanada, di mana manajer konflik beruang kutub beroperasi.

Para ilmuwan, termasuk York, bekerja keras untuk lebih memahami biologi dan ekologi beruang kutub. Penelitian mereka berfokus pada perilaku beruang yang semakin berubah akibat perubahan iklim, termasuk pergerakan mereka yang semakin terpengaruh oleh hilangnya es laut. Dengan menggunakan teknologi canggih seperti pelacakan GPS, mereka dapat mempelajari pola migrasi beruang kutub dan memberikan wawasan lebih dalam tentang bagaimana beruang kutub bertahan hidup di dunia yang semakin panas.

Meskipun beruang kutub memiliki kekuatan luar biasa, seperti kemampuan untuk berpuasa selama berbulan-bulan atau berenang jarak jauh tanpa istirahat, para ilmuwan memperingatkan bahwa jika perubahan iklim terus berlanjut, banyak populasi beruang kutub akan kesulitan untuk bertahan. Pada akhir abad ini, sebagian besar beruang kutub mungkin tidak lagi mampu mereproduksi karena kurangnya makanan, memicu ancaman kepunahan yang lebih besar.

Sementara itu, program-program pemantauan dan konservasi di seluruh dunia terus berusaha mengumpulkan data dan memberikan solusi untuk menjaga kelangsungan hidup beruang kutub. Namun, hanya melalui pengurangan emisi gas rumah kaca dan upaya global lainnya untuk mengatasi perubahan iklim, kita dapat memberikan harapan bagi masa depan beruang kutub dan memastikan bahwa mereka dapat bertahan hidup di habitat alami mereka.

Situasi ini semakin mendesak, karena es laut yang semakin cepat mencair memberikan sedikit harapan bagi keberlanjutan spesies ini. Tanpa tindakan segera, beruang kutub bisa menjadi simbol dari kerugian besar akibat perubahan iklim, dan habitat mereka bisa hilang selamanya. Sebuah peringatan yang jelas bahwa waktu kita untuk bertindak semakin sempit. (Nationalgeographic/Smithsonianmaganize/P-5)

Read Entire Article
Global Food