INDONESIA akan menghadapi kompleksitas perkembangan dan perubahan, baik dalam lingkungan eksternal maupun internal. Di sisi lain Presiden Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% sehingga pertumbuhan ekonomi perlu didorong salah satunya melalui kecakapan sumber daya manusia yang disebut dengan human capital atau modal insani.
Deputi Bidang Pengembang Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan Nasional RI, Dr. Adin Bondar, M.Si mengatakan dalam konteks menuju Indonesia ke depan, bonus demografi 2045 nanti yang didominasi usia produktif harus disiapkan sejak dini. Adin menekankan bahwa korelasi yang sangat kuat antara kehadiran perpustakaan dalam upaya membangun kecakapan literasi.
“Dalam mandat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perpustakaan dikatakan bahwa tujuan perpustakaan itu jelas yaitu untuk memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, dan memperluas wawasan serta pengetahuan. Maka perpustakaan itu adalah instrumen pendidikan untuk semua orang,” kata dia.
Pernyataan tersebut disampaikan saat membuka Pertemuan Pembelajaran Sebaya Tingkat Nasional dengan tema Perpustakaan Membangun Masyarakat Berpengetahuan dan Literat dalam Menghadapi Perubahan Global yang dilaksanakan di Bali tanggal 6 - 8 November 2024 dan diikuti oleh sekitar 700 pengelola perpustakaan dari seluruh Indonesia.
Adin menegaskan, kehadiran perpustakaan harus memberikan dampak yang signifikan dalam merekonstruksi sumber daya manusia yang berbasis pada perilaku kegemaran membaca dan kecakapan literasi. “Orang yang literat adalah orang yang berpengetahuan, inovatif, kreatif, sehingga orang itu menjadi produktif dan akhirnya akan sejahtera,” lanjutnya.
Sejak 2018 sampai 2023, lanjut Adin, program yang diinisiasi Perpusnas yaitu Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS), menjadi hal yang sangat strategis dalam memberikan dampak transformasi sosial dan ekonomi. TPBIS merupakan program berkelanjutan yang inklusif dan bertumpu kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui transformasi sistem informasi dan pengetahuan sehingga masyarakat menjadi cakap dan hidupnya.
“Program TPBIS ini telah diimplementasikan di berbagai daerah. Sebagai contoh di daerah Kabupaten Maros, pemerintah daerah telah mendorong adanya inisiatif bahwa program TPBIS ini mampu untuk menjadi instrumen strategis, baik pengendalian inflasi dan juga instrumen penurunan kemiskinan,” ucap Adin.
“Program TPBIS ini sangat strategis dan berdampak pada perbaikan ekonomi serta keterampilan masyarakat di desa. Sehingga kita upayakan supaya di 2025-2029 akan menjadi program yang terus berjalan dan berkelanjutan,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Pusat Pengembangan Perpustakaan Umum dan Khusus, Perpusnas RI, Dra. Nani Suryani, M.Si dalam laporannya menyampaikan bahwa pada tahun ini Perpusnas menetapkan kebijakan pengembangan budaya baca dan kecakapan literasi dengan memberikan penguatan kepada 10 ribu perpustakaan desa/kelurahan dan Taman Bacaan Masyarakat dengan bantuan 10 juta buku bermutu. Program ini adalah pengejawantahan kebijakan Perpusnas pada 2024 untuk mewujudkan pembangunan literasi dan kegemaran membaca di Indonesia.
“Untuk bantuan program TPBIS pada tahun ini memberikan dukungan kepada 600 perpustakaan desa/kelurahan dengan bantuan fisik berupa satu unit komputer, paket data, seribu judul bacaan bermutu, serta 200 judul dan 400 eksemplar untuk buku life skill yang mudah-mudahan dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk meningkatkan kecakapan literasi masyarakat,” kata Nani.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Agama, Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, Didik Darmanto, S.Sos, M.PA menyampaikan bahwa pemerintah berupaya memperkuat kebijakan pembangunan literasi yang holistik dan integratif dengan bidang pembangunan lainnya.
“Misalnya terkait dengan ekonomi, literasi bisa menggerakkan perekonomian masyarakat, bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi, bisa meningkatkan produktivitas kerja dan tentunya bisa mendorong kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya
Sementara itu, Team Leader Konsultan dr PT. MarkPlus, dr. Erlyn Sulistyaningsih dalam presentasinya mengatakan dengan adanya program TPBIS, perpustakaan telah menjadi ruang terbuka bagi masyarakat untuk menemukan solusi atas apa yang menjadi permasalahannya.
“Perpustakaan menjadi ruang komunitas, ruang pembelajaran yang saling terkoneksi satu sama lain sehingga membuat kegiatan pembelajaran yang produktif dan efektif antarmasyarakat. Perpustakaan menjadi ruang interaksi sosial dan kolaborasi, menjadi ruang pembelajaran digital yang bermanfaat, digunakan secara bijak dan pelatihan untuk keterampilan baru yang dibutuhkan masyarakat,” ungkapnya.
Dalam program TPBIS yang telah berjalan selama 6 tahun, sebanyak 236 pelatih ahli telah dilatih untuk memfasilitasi bimtek TPBIS dan 1.384 fasilitator daerah dibekali untuk memberikan pendampingan. Selain itu, banyak terjalin kemitraan dengan berbagai pihak dari berbagai lembaga, baik pemerintah, nonpemerintah, dan masyarakat yang tercatat mencapai 2.700 kemitraan.
Terdapat pula 116 ribu kegiatan advokasi dan dana hasil advokasi tercatat mencapai Rp283 miliar. “Ada 3.327 replikasi mandiri oleh kabupaten/kota dan selama 6 tahun ini sudah ada lebih dari 8 juta masyarakat terlibat dalam kegiatan pelibatan masyarakat. Lalu kegiatan sebanyak 317 ribu diselenggarakan di perpustakaan dan paling banyak di bidang pendidikan, digital, ekonomi, kesehatan, pertanian dan sebagainya. Ini adalah hasil kerja keras selama 6 tahun kita membantu lebih dari 8 juta masyarakat melalui program ini,” tegasnya.
Sementara itu pegiat literasi dan pendiri Komunitas Gada Membaca di Kabupaten Ciamis, Agus Munawar saat talkshow mengatakan bahwa energinya terus bertambah dalam meningkatkan literasi masyarakat manakala ada masyarakat yang datang ke perpustakaanya dan terfasilitasi kebutuhannya. “Dari 6.630 warga desa kami, ada 1.927 ada yang menjadi anggota perpustakaan, apalagi di tahun ini ada 15 anggota perpustakaan diterima kuliah di perguruan tinggi negeri” ucapnya dengan bangga.
Di kesempatan yang sama, dosen sekaligus Lektor Kepala Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Dr. Augustinus Setyo Wibowo, SJ mengatakan bahwa solusi penguatan literasi adalah orang harus membaca dan dirinya sendiri lah yg menentukan kebutuhannya.
“Karena melemahnya demokrasi, perpecahan sosial, kolonialisme baru, diktator baru, dan lainnya itu hanya bisa dilawan oleh pendidikan dan literasi, di mana kita itu mendidik orang untuk menjadi manusia yang tahu kebutuhannya dan tidak mudah disetir oleh opini robot,” ujar Setyo.
Sehingga saat ini perlu dibangun pendidikan secara bertahap agar anak-anak mengenal keindahan dan nilai yang baik. (H-2)