AKHIR tahun semakin dekat dan suasana natal sudah terasa hangat di sekitar kita. Di saat seperti ini, tidak jarang kita merasakan kerinduan untuk kembali berkumpul bersama keluarga, saling berbagi cerita, dan merayakan Natal bersama orang-orang tercinta.
Momen-momen spesial ini sering kali dinantikan setiap tahunnya, mengingatkan kita pada keindahan kebersamaan di tengah kesibukan sehari-hari.
Di Indonesia, perayaan Natal memiliki ciri khas tersendiri yang penuh keunikan. Tradisi ini diperkaya oleh keberagaman budaya, adat istiadat, dan agama yang ada di Nusantara, begitu berwarna dan istimewa.
Setiap daerah di Indonesia memiliki cara masing-masing dalam merayakan Natal, yang menyatukan nilai-nilai keagamaan dan tradisi lokal dengan sangat harmonis.
Apa saja momen Natal yang paling kamu rindukan? Apakah itu saat berbagi cerita hangat bersama keluarga, atau merasakan semarak tradisi khas daerah? Tentunya, ada banyak hal yang membuat Natal terasa begitu istimewa dan selalu dirindukan.
Tentunya, ada 6 Tradisi Natal di Indonesia yang membuat terasa istimewa dan selalu dirindukan:
1. Rabo - Rabo (Jakarta)
Siapa yang tidak heran, jika Ibu Kota ternyata menyimpan tradisi natal setiap tahunnya. Rabo-Rabo itulah tradisinya.
Rabo-rabo adalah tradisi ketika warga saling mengunjungi rumah sambil menyanyikan lagu Natal diiringi musik Keroncong Tugu. Sebagai momen silaturahmi, Rabo-Rabo mirip halal bihalal saat Lebaran bagi umat muslim.
Istilah Rabo-Rabo ini memiliki arti bahwa Rabo adalah “Ekor” sehingga Rabo-Rabo diibaratkan seperti mengikuti rombongan. Setiap keluarga yang dikunjungi harus ikut bergabung dalam rombongan untuk mengunjungi rumah berikutnya.
Tradisi Rabo-Rabo ini dapat kamu jumpai di Kampung Tugu, Cilincing, Jakarta Utara, kawasan yang dihuni sekelompok pemeluk agama Kristen keturunan Portugis.
2. Wayang Wahyu (Yogyakarta)
Sebagai kota pelajar, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga menyimpan tradisi natal yang unik.
Wayang Wahyu diakui pertama kali dari Kalangan Katolik. Namun, kehadirannya menjadi inspirasi Wayang Warta yang berkembang di kalangan umat Kristen Protestan di Jawa Tengah dan Yogyakarta yang muncul sekitar tahun 1970-an.
Istilah Wayang Wahyu pada dasarnya pertunjukan wayang kulit yang diangkat dari cerita-cerita di Alkitab.
Saat ini, pertunjukan Wayang Wahyu masih sering diselenggarakan pada hari-hari penting dalam kalender Gereja, termasuk saat Natal.
3. Ngejot dan Penjor (Bali)
Perayaan Natal di Bali juga tidak kalah meriah dibandingkan dengan perayaan di daerah lain.
Tradisi Ngejot dan Penjor diketahui sudah ada sejak 1937. Istilah Ngejot yang berarti berbagi makanan di masyarakat dan Penjor sendiri merupakan hiasan janur yang dipasang pada batang bambu, yang menjadi bagian penting dalam agama dan upacara adat masyarakat Bali.
Kebiasaan ini menjadi momen untuk berbagi kebahagiaan di antara umat Kristiani di Bali. Selain makanan, mereka juga memberikan hadiah kepada tetangga dan orang yang mereka kenal.
Kebiasaan Ngejot dan Penjor tidak dapat dipisahkan dari inspirasi Perayaan Galungan, yang telah menjadi tradisi selama ratusan tahun di Bali.
4. Marbinda dan Marhobas (Sumatra Utara)
Masyarakat Batak Toba, Sumatra Utara tidak asing lagi dengan tradisi Marbinda dan Marhobas.
Marbinda adalah tradisi menyembelih hewan menjelang Hari Raya Natal, sementara Marhobas adalah tradisi memasak hasil sembelihan yang dilakukan oleh para pria.
Tradisi Marbinda dan Marhobas yang dijalankan oleh masyarakat Batak Toba bertujuan untuk mempererat kebersamaan, membangun semangat gotong-royong, serta sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan.
Hal ini sejalan dengan prinsip Si Sada Hudon, yang mengedepankan makan dari satu ternak yang sama sebagai simbol kebersamaan.
5. Meriam Bambu (Flores)
Di Nusa tenggara Timur, warga Flores mulai menyiapkan berbagai tradisi dalam menyambut Kelahiran Yesus Kristus yaitu Hari Natal.
Tradisi Meriam Bambu merupakan perayaan yang meriah di Flores dan telah dilaksanakan sejak 1980-an.
Meriam Bambu sendiri merupakan tradisi perayaan dengan menggunakan meriam yang terbuat dari bambu, yang biasanya dipenuhi dengan bahan peledak dan dipacu untuk menghasilkan suara keras.
6. Kunci Taon (Sulawesi Utara)
Sebagian orang mungkin belum pernah mendengar kata Kunci Taon. Secara harfiah diartikan sebagai mengunci tahun.
Tradisi Natal Kunci Taon dimulai dengan serangkaian ibadah di gereja, diikuti dengan ziarah ke makam kerabat.
Yang menarik, banyak masyarakat Manado yang meletakkan lampu hias di atas makam saat berziarah. Puncak perayaan Natal baru dilaksanakan pada minggu pertama bulan Januari. Tradisi Kunci Taon ditutup dengan pawai keliling mengenakan kostum-kostum unik. (Kemenparekraf/Z-1)