MENGGUNAKAN data dari eROSITA All-Sky Survey, para astronom telah membuat peta 3D dari gelembung gas dengan kepadatan rendah yang memancarkan sinar-X, berisi gas panas bermillion derajat yang mengelilingi tata surya.
Penelitian ini mengungkapkan adanya gradasi suhu berskala besar dalam gelembung ini, yang disebut "Local Hot Bubble" (LHB), yang berarti terdapat titik-titik panas dan dingin. Tim peneliti menduga gradasi suhu ini mungkin disebabkan ledakan bintang masif yang meledak menjadi supernova, yang menyebabkan gelembung ini dipanaskan kembali. Pemanasan ulang ini akan menyebabkan kantong gas dengan kepadatan rendah tersebut mengembang.
Para peneliti juga menemukan apa yang tampaknya merupakan "terowongan antar-bintang," saluran antar bintang yang mengarah ke konstelasi Centaurus. Terowongan ini mungkin menghubungkan gelembung rumah tata surya dengan superbubble tetangga dan bisa saja terbentuk letusan bintang muda serta angin bintang yang kuat dan bergerak cepat.
Para ilmuwan telah mengetahui konsep LHB ini selama setidaknya lima dekade. Ruang gas dengan kepadatan rendah ini pertama kali diusulkan menjelaskan pengukuran latar belakang sinar-X berenergi rendah, atau yang disebut sinar-X "lembut." Foton ini, dengan energi sekitar 0,2 elektronvolt (eV), tidak dapat bergerak jauh melalui ruang antar bintang sebelum diserap.
Fakta lingkungan tata surya kita yang dekat tidak memiliki banyak debu antar bintang yang dapat memancarkan foton-foton ini menyarankan adanya plasma pemancar sinar-X lembut yang memindahkan materi netral di sekitar tata surya dalam "Local Hot Bubble." Dengan demikian, teori mengenai LHB pun muncul.
Salah satu masalah utama dengan teori ini muncul pada 1996, ketika para ilmuwan menemukan pertukaran antara angin matahari, aliran partikel bermuatan yang dikeluarkan matahari, dan partikel-partikel di "geokorona" Bumi, lapisan atmosfer terluar planet kita, memancarkan foton sinar-X dengan energi yang mirip dengan yang diajukan berasal dari LHB.
Memahami Gelembung Lokal Tata Surya
Teleskop eROSITA, instrumen utama dari misi Spectrum-Roentgen-Gamma (SRG) yang diluncurkan pada 2019, adalah instrumen yang ideal untuk mengatasi teka-teki ini. Dengan jarak 1 juta mil (1,5 juta kilometer) dari Bumi, eROSITA adalah teleskop sinar-X pertama yang mengamati alam semesta dari luar geokorona Bumi, yang berarti potensi "gangguan" sinar-X dapat dikeluarkan dari pengamatan foton dari LHB.
Selain itu, eROSITA All-Sky Survey (eRASS1) mengumpulkan data saat terjadi jeda dalam siklus matahari 11 tahun, ketika angin matahari lemah, yang dikenal dengan "solar minimum." Hal ini mengurangi kontaminasi dari pertukaran angin matahari.
"Dengan kata lain, data eRASS1 yang dirilis untuk publik tahun ini memberikan pandangan paling bersih dari langit sinar-X hingga saat ini, menjadikannya instrumen yang sempurna untuk mempelajari LHB," kata pemimpin tim Michael Yeung, seorang peneliti di Max Planck Institute of Physics (MPE), dalam sebuah pernyataan.
Setelah membagi belahan galaksi Bima Sakti menjadi 2.000 wilayah yang berbeda, Yeung dan rekan-rekannya menganalisis cahaya dari semua wilayah ini. Apa yang mereka temukan adalah adanya perbedaan suhu yang jelas di LHB, dengan bagian Utara Galaksi lebih dingin daripada bagian Selatan Galaksi.
Tim yang sama sebelumnya menetapkan gas panas di LHB relatif seragam dalam hal kerapatannya. Dengan membandingkannya dengan gas di awan molekul dingin dan padat di tepi LHB, tim berhasil membuat peta 3D yang terperinci dari LHB.
Pemetaan ini mengungkapkan LHB membentang ke arah kutub galaksi. Gas panas mengembang ke arah yang memberikan sedikit perlawanan, yang dalam hal ini, menjauhi cakram galaksi. Dengan demikian, ini bukan kejutan besar bagi para peneliti karena temuan ini juga sudah diungkap pendahulu eROSITA, ROSAT, sekitar tiga dekade lalu.
Namun, peta 3D yang baru ini mengungkapkan sesuatu yang belum diketahui sebelumnya.
"Apa yang tidak kami ketahui adalah adanya terowongan antar-bintang yang mengarah ke Centaurus, yang membentuk celah di medium antar-bintang yang lebih dingin," kata anggota tim dan fisikawan MPE, Michael Freyberg, dalam pernyataan tersebut. "Wilayah ini menonjol dengan sangat jelas berkat peningkatan sensitivitas eROSITA yang jauh lebih baik dan strategi pemetaan yang sangat berbeda dibandingkan dengan ROSAT."
Dengan penuh semangat, tim menduga terowongan Centaurus di LHB ini mungkin hanya merupakan bagian dari jaringan terowongan gas panas yang terbentuk di antara gas dingin dari medium antar-bintang di antara bintang-bintang.
Jaringan medium antar-bintang ini dipelihara dan dipertahankan pengaruh bintang dalam bentuk angin bintang, supernova yang menandai kematian bintang masif, dan jet yang menyembur keluar dari bintang-bintang muda yang baru terbentuk atau "protostar."
Fenomena ini secara kolektif disebut sebagai "umpan balik bintang" dan diyakini menyapu seluruh Bima Sakti, membentuk galaksi kita.
Selain peta 3D dari LHB, tim juga membuat sensus sisa-sisa supernova, superbubble, dan debu, yang mereka masukkan ke dalam peta untuk membangun model interaktif 3D dari lingkungan kosmik tata surya.
Ini termasuk terowongan medium antar-bintang yang sebelumnya dikenal, yang disebut terowongan Canis Majoris. Terowongan ini diyakini membentang antara LHB dan nebula Gum atau antara LHB dan GSH238+00+09, superbubble yang lebih jauh.
Mereka juga memetakan awan molekul padat di tepi LHB yang bergerak menjauhi kita. Awan-awan ini mungkin terbentuk ketika LHB "dibersihkan" dan materi yang lebih padat disapu ke pinggirannya. Hal ini juga dapat memberi petunjuk tentang kapan matahari memasuki gelembung kepadatan rendah lokal ini.
"Fakta menarik lainnya adalah bahwa matahari pasti telah memasuki LHB beberapa juta tahun yang lalu, waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan usia matahari [4,6 miliar tahun]," kata anggota tim dan ilmuwan MPE, Gabriele Ponti. "Sungguh kebetulan bahwa matahari tampaknya berada di posisi yang relatif sentral di LHB sementara kita terus bergerak melalui Bima Sakti." (Space/Z-3)