PERNAHKAH Anda mencari tahu bagaimana sistem kesehatan masyarakat Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain di dunia? Di tengah berbagai upaya meningkatkan pelayanan kesehatan, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam hal akses fasilitas kesehatan, angka harapan hidup, dan penanganan penyakit menular maupun tidak menular.
Indeks kesehatan dunia menjadi cerminan dari seberapa baik atau buruknya situasi kesehatan negara ini. Di mana posisi Indonesia saat ini dalam bidang kesehatan? Apa masalah utama yang masih menjadi penghambat dalam sistem kesehatan?
Hasil survei CEO Word terkait sistem kesehatan Indonesia
Menurut laporan Indeks Layanan Kesehatan majalah CEO world edisi 2024, Taiwan menempati peringkat teratas sebagai negara dengan sistem layanan kesehatan terbaik di dunia.
Indeks ini mengevaluasi 110 negara berdasarkan berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas kesehatan secara keseluruhan. Selain Taiwan, dua negara Asia lainnya seperti Korea Selatan (peringkat ke-2) dan Israel (peringkat ke-10) juga masuk dalam 10 besar.
Jadi, bagaimana posisi Indonesia? Indonesia berada di peringkat ke-39 dengan skor layanan kesehatan 42,99. Meskipun peringkatnya tetap sama seperti tahun 2023, Indonesia masih lebih unggul dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Malaysia urutan ke-88 dan Thailand berada di urutan ke-83.
Namun, sistem kesehatan di Indonesia masih memerlukan banyak perbaikan karena sebagian masyarakat merasa layanan kesehatan yang mereka terima belum sepenuhnya terbilang mudah.
Perlu diketahui, indeks Pelayanan Kesehatan Global menganalisis kualitas sistem kesehatan di 110 negara. Analisis ini mencakup aspek seperti infrastruktur medis, kompetensi tenaga kesehatan (dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya), biaya kesehatan (dalam dolar AS per kapita), ketersediaan obat yang berkualitas, serta kesiapan pemerintah dalam mendukung layanan kesehatan.
Indeks ini juga mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti kondisi lingkungan, akses air bersih, sanitasi, serta kesiapan pemerintah dalam menerapkan kebijakan terhadap risiko kesehatan.
Dalam indeks tersebut, Indonesia mendapatkan skor cukup tinggi pada kategori infrastruktur dan tenaga medis, yaitu sebesar 64,37. Namun, di wilayah Asia Tenggara, angka ini termasuk yang paling rendah.
Survei Jumlah Dokter di Indonesia
Salah satu masalah utama dalam pelayanan kesehatan di Indonesia adalah kurangnya jumlah dokter. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan setiap negara untuk mencapai rasio "Golden Finishing Line", yaitu satu dokter untuk setiap seribu penduduk. Jika sebuah negara dapat memenuhi rasio ini, maka negara tersebut dapat dianggap berhasil dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada rakyatnya.
Menurut data WHO, hanya tiga negara di Asia Tenggara yang memenuhi standar "Golden Finishing Line", yaitu Singapura, Malaysia, dan Brunei. Pada 2019, Singapura memiliki rasio 24,34 dokter per 10.000 penduduk, atau sekitar 2,4 dokter untuk setiap 1.000 penduduk. Malaysia memiliki rasio 22,28 per 10.000 penduduk, sedangkan Brunei mencatatkan rasio 19,13.
Berdasarkan survei CEO Word tahun 2024, Indonesia menempati posisi ke 132 dalam hal rasio dokter terhadap jumlah penduduk.
Berdasarkan survei tersebut, dapat diketahui setiap seribu penduduk di Indonesia hanya dilayani rata-rata 0,7 dokter. Artinya, setiap dokter harus menangani sekitar 1.517 penduduk atau pasien. Data ini jauh dari rata-rata dunia yakni 1,76 dokter per 1000 penduduk.
Meskipun Indonesia memiliki banyak rumah sakit yang tersebar di berbagai daerah, seharusnya jumlah dokter yang menangani pasien sudah memadai. Nyatanya berdasarkan survei, distribusi dokter di Indonesia masih sangat tidak merata.
Fakta menunjukkan banyak dokter lebih memilih bekerja di kota besar, terutama di DKI Jakarta. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, jumlah dokter di Indonesia mencapai sekitar 184 ribu orang, dan sekitar 22.724 dokter atau 12,4% di antaranya bekerja di Jakarta. Hal ini menyebabkan rasio dokter di ibu kota sangat tinggi, yakni 2,1 dokter untuk setiap seribu penduduk.
Beberapa daerah lainnya juga memiliki rasio dokter yang cukup tinggi, seperti Bali dan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang merupakan destinasi wisata utama baik bagi wisatawan domestik maupun internasional. Rasio dokter di Bali adalah 1,5 per seribu penduduk, sedangkan di Yogyakarta 1,2 per seribu penduduk.
Ketidakmerataan distribusi dokter ini menjadi salah satu faktor yang membuat Indonesia kesulitan untuk dapat naik menjadi negara dengan sistem pelayanan kesehatan yang baik. Dengan banyaknya dokter yang terkonsentrasi di kota-kota besar, sementara di daerah terpencil masih kekurangan tenaga medis, upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang merata dan berkualitas di seluruh wilayah Indonesia menjadi hal yang perlu diperhatikan terus menerus.
Penghargaan Kota Sehat di Indonesia
Jika berdasarkan survei, Indonesia masih tergolong negara yang tertinggal dalam bidang kesehatan, apakah berarti kota-kota di Indonesia juga tidak cukup baik dalam hal kesehatan? Tentu saja tidak.
Baru-baru ini, Indonesia mendapatkan kabar baik di bidang kesehatan dan inovasi. Kota Makassar berhasil meraih penghargaan Kota Sehat Asia Tenggara (ASEAN) 2024 berkat berbagai kebijakan dan inovasi yang diterapkan Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto.
Penghargaan ini bukanlah hal biasa. WHO atau Badan Kesehatan Dunia memberikan akreditasi Kota Sehat setelah melakukan evaluasi mendalam terhadap dokumen-dokumen yang dinilai langsung oleh Laboratorium Regional Urban Governance for Health and Well-Being di Universitas Chulalongkorn, Thailand.
Kota Makassar, yang terletak di Sulawesi Selatan, mendapatkan penghargaan ini setelah melalui proses evaluasi yang ketat. Regional Advisor for Health Promotion and Social Determinants of Health WHO SEARO, Suvajee Good, menyatakan bahwa Kota Makassar berhasil meraih SEAR Healthy City Network Award bersama beberapa kota lainnya, seperti Kabupaten Wajo, Kota Pune di India, Kota Addu di Maladewa, Kota Dhulikhel di Nepal, dan Kota Badulla di Sri Lanka. (Kemenkes/CEO Word/Badan Pusat Statistik/Z-3)