KEMENTERIAN Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sampai saat ini belum memutuskan apakan ujian nasional (UN) akan kembali diberlakukan atau tidak.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan bahwa sampai saat ini pembahasan mengenai UN masih didalami oleh pihaknya.
“Masih dalam pengkajian,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Selasa (29/10).
Lebih lanjut, belum diketahui sampai kapan pengkajian terhadap UN ini akan dilakukan sampai nantinya akan diumumkan secara resmi oleh pemerintah.
Pemberlakuan kembali UN menjadi isu yang sedang menyeruak belakangan ini. Kabarnya, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sedang mempertimbangkan untuk kembali menggunakan sistem UN. Menanggapi persoalan tersebut, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim sangat menyayangkan jika Kemendikdasmen di bawah kepemimpinan Abdul Mu’ti ingin mengembalikan UN sebagai penentu kelulusan.
“Jelas ini suatu langkah mundur karena pemberhentian UN adalah aspirasi dari hampir seluruh stakeholder pendidikan, para pakar, aktivis pendidikan, dan guru selama bertahun-tahun,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Selasa (29/10).
Lebih lanjut, Satriwan menegaskan bahwa UN tidak layak dijadikan sebagai standar kelulusan anak-anak. Pasalnya, anak-anak hanya belajar untuk ujian bukan untuk membangun karakter dan kompetensi. “Pola yang terbangun adalah teaching to the test. Lalu motivasi anak juga hanya ingin mendapatkan nilai berupa angka,” kata Satriwan.
Secara terpisah, pengamat pendidikan sekaligus CEO Jurusanku, Ina Liem menambahkan bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah menyiapkan anak-anak untuk masuk ke dunia kerja. “Kita tahu dunia kerja sudah 4.0. UN itu mencetak pekerja 2.0. Jadi itu maju atau mundur?,” kata Ina Liem.
Dia juga menekankan bahwa UN hanya melatih anak untuk menjawab. Di pun mengutip ucapan dari Prof. Stella Christie yang mengatakan apabila seseorang memiliki kemampuan seperti Chat GPT, orang tersebut tidak akan mampu bersaing. “Industri 4.0 butuh anak-anak yang kritis. Kritis dimulai dari mempertanyakan. UN melatih kemampuan itu atau tidak?,” ucapnya.
Dia pun meminta, jangan sampai Kemdikdasmen dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi tidak bersinergi karena anak-anak Indonesia yang akan dirugikan.
Di lain pihak, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian mengatakan bahwa pihaknya akan memanggil Kemendikdasmen untuk meminta penjelasan terkait arah kebijakan baru. Hetifah mengingatkan agar perubahan tidak dilakukan semata untuk menampilkan perbedaan.
“Tentu memerlukan kajian yang mendalam dari pemerintah apabila akan melakukan perubahan kebijakan. Hal yang perlu ditekankan dalam konteks ini yaitu, perubahan itu jangan sampai didasarkan atas pertimbangan ingin beda, karena ada adagium ‘ganti menteri ganti kebijakan’,” ujarnya. (S-1)