Membangun Koherensi Tata Kelola Guru di Indonesia

3 days ago 2
Membangun Koherensi Tata Kelola Guru di Indonesia (Dok. Pribadi)

HARI Pahlawan yang diperingati setiap 10 November mengingatkan kita pada perjuangan para pahlawan, termasuk mereka yang berjuang di bidang pendidikan, yakni guru yang sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Dalam semangat ini, profesi guru menjadi pilar penting dalam membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas. Namun, untuk mencapai pendidikan yang merata dan berkualitas, diperlukan tata kelola guru yang lebih baik dan koheren.

Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045 yang diluncurkan pada Oktober 2024 menyoroti pentingnya pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan. Tiga strategi utama diarahkan pada restrukturisasi kewenangan pengelolaan guru, penguatan lembaga pendidikan guru, dan pengembangan profesional berkelanjutan. Koherensi dalam tata kelola ini akan memastikan dukungan yang lebih terarah bagi para guru, membangun kualitas dan profesionalisme yang konsisten, sehingga mereka dapat menjalankan peran penting dalam melanjutkan cita-cita para pahlawan bangsa.

Di antara tujuh arah kebijakan utama dalam peta jalan ini, satu kebijakan khususnya menyoroti penguatan pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan berkualitas. Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah menyusun tiga strategi: pertama, restrukturisasi kewenangan pengelolaan guru; kedua, reformasi keguruan melalui penguatan lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) dan revitalisasi pendidikan profesi guru (PPG); serta ketiga, penguatan ekosistem pendampingan untuk pengembangan profesional berkelanjutan.

Restrukturisasi kewenangan

Strategi pertama, restrukturisasi kewenangan pengelolaan guru, sangat diperlukan untuk menciptakan tata kelola yang memungkinkan mobilitas guru antardaerah demi memenuhi kebutuhan pendidikan. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah pada 2004, kewenangan pengelolaan guru, terutama yang berstatus pegawai pemerintah, diserahkan kepada pemerintah daerah. Namun, tata kelola ini justru mengalami perubahan dari pola desentralisasi menuju sentralisasi.

Keputusan itu dapat dimaklumi, mengingat pola desentralisasi sering kali menimbulkan masalah. Salah satu contohnya ialah rendahnya rasio guru-murid yang terjadi akibat rekrutmen lokal, dengan rasio rata-rata mencapai 1:16 (Heyward dkk, 2017). Kendala distribusi juga menjadi masalah besar, ditambah dengan kerentanan terhadap pengaruh politik lokal yang sering mengarahkan pengelolaan guru ke arah patronase politik alih-alih tujuan pendidikan. Oleh karena itu, restrukturisasi kewenangan harus mempertimbangkan dinamika sosial, ekonomi, dan politik di lapangan.

Membangun LPTK yang kuat dan relevan

Strategi kedua, yakni reformasi keguruan melalui penguatan LPTK dan revitalisasi PPG, sangat krusial jika Indonesia menginginkan perubahan signifikan dalam kualitas pembelajaran dan martabat profesi guru. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No 14 tentang Guru dan Dosen pada 2004, struktur persiapan guru mulai ditata dengan mengharuskan calon guru menyelesaikan empat tahun pendidikan sarjana di LPTK, diikuti satu tahun pendidikan profesi. Insentif yang ditawarkan melalui sertifikasi telah menarik banyak lulusan untuk mendaftar di LPTK. Namun, sayangnya, pengelolaan kualitas LPTK kurang diperhatikan.

Tingginya minat masuk LPTK memicu pertumbuhan jumlah lembaga pendidikan tersebut hampir lima kali lipat, dari 90 LPTK pada 2004 menjadi 421 di 2016. Meski begitu, lemahnya kerangka penjaminan mutu telah menyebabkan rendahnya kualitas lulusan yang dihasilkan serta seleksi masuk yang kurang ketat. Moratorium pendirian LPTK baru sejak 2011 belum cukup untuk meningkatkan kualitas yang diharapkan, karena penjaminan mutu dan peningkatan kualitas harus menjadi prioritas utama.

Koherensi kurikulum LPTK dan sekolah

Salah satu masalah mendasar dalam tata kelola guru ialah kurangnya koherensi antara kurikulum LPTK dan kurikulum sekolah. Idealnya, perubahan dalam kurikulum sekolah diiringi dengan perubahan serupa pada kurikulum LPTK agar guru baru lebih siap menghadapi kelas dan menerapkan metode pembelajaran terkini. Laporan OECD & Asian Development Bank (2015) menyoroti pentingnya fleksibilitas adaptif, seperti kemampuan mengintegrasikan pendekatan inkuiri dan pemecahan masalah dalam pengajaran. Ini akan membantu calon guru memperoleh keterampilan praktis yang lebih relevan.

Di Finlandia, misalnya, LPTK didesain berbasis regional dan memiliki sekolah praktik sendiri untuk memfasilitasi proses mentoring kolaboratif antara guru dan dosen. Sementara di Singapura, penerimaan mahasiswa di LPTK dibatasi setiap tahunnya dan mahasiswa tersebut menerima tunjangan selama masa studi. Kedua strategi ini dapat menginspirasi Indonesia untuk meningkatkan kualitas persiapan guru.

Menguatkan ekosistem pendampingan 

Ekosistem pendampingan berkelanjutan sangat penting untuk memastikan pengembangan profesional guru. Program seperti ini bertujuan mendukung guru dalam menghadapi tantangan kurikulum dan dinamika pendidikan yang terus berkembang. Di Vietnam, rancangan undang-undang khusus tentang guru tengah disusun untuk menciptakan kerangka hukum komprehensif dalam rekrutmen, pengelolaan, dan pengembangan profesional guru, yang juga bertujuan melindungi mereka dari kekerasan dan tekanan politik. Indonesia perlu mempertimbangkan pendekatan serupa untuk memberikan keamanan dan dukungan kepada guru.

Tata kelola guru yang koheren dan berkelanjutan

Saat ini, tata kelola guru di Indonesia masih membutuhkan koherensi yang lebih kuat. Menurut Akiba dan Le Tendre (2017), tata kelola yang koheren harus memiliki orientasi yang jelas dalam tiga tahap: seleksi dan persiapan, rekrutmen dan distribusi, serta dukungan bagi pengembangan profesional berkelanjutan. Dalam konteks Indonesia, ini berarti perlunya kriteria yang lebih ketat dalam seleksi calon mahasiswa LPTK, kolaborasi yang lebih erat antara LPTK dan sekolah, serta penyesuaian kurikulum LPTK agar lebih relevan dengan kurikulum sekolah.

Dengan adanya tata kelola yang lebih koheren, diharapkan dukungan profesional bagi guru di tingkat hilir tidak lagi bersifat kuratif, melainkan menjadi upaya yang memberdayakan. Dengan begitu, para guru akan semakin siap untuk menghadapi tantangan pendidikan yang diakibatkan oleh perubahan pada tingkat global, nasional, dan lokal.

Menuju tata kelola guru yang koheren dan berkelanjutan adalah sebuah tantangan besar, tetapi bukanlah sesuatu yang mustahil bagi Indonesia. Dengan mengoptimalkan restrukturisasi kewenangan, memperkuat LPTK, dan menciptakan ekosistem pendampingan yang mendukung pengembangan profesional berkelanjutan, Indonesia memiliki peluang untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih tangguh dan merata.

Peta Jalan Pendidikan 2025-2045 menjadi langkah awal. Namun, implementasinya akan membutuhkan komitmen lintas sektoral dan keseriusan dalam menuntaskan berbagai hambatan yang ada. Dengan tata kelola yang terintegrasi, para guru akan lebih siap untuk menjawab tantangan pendidikan di era globalisasi dan menghadirkan pendidikan berkualitas bagi semua anak bangsa.

Read Entire Article
Global Food