MENJELANG Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Tengah (Kalteng) tahun ini, masyarakat semakin ramai membicarakan kualitas kepemimpinan pasangan calon (paslon) yang diharapkan. Di tengah tingginya persaingan antarpaslon, muncul kritik dari berbagai pihak terkait kecenderungan sejumlah kandidat yang hanya mengandalkan popularitas.
Budayawan dan penggiat film kebangsaan, Djo Arko menanggapi bahwa popularitas bukan jaminan kualitas dan intregitas personal dalam kemampuan bekerja. Masyarakat Kalteng saat ini butuh pemimpin yang bisa berkerja dan visioner, bukan sekadar sosok yang hanya dikenal luas atau jago dalam hal pencitraan.
"Kita diberi waktu banyak untuk bisa melihat rekam jejak mereka yang nyata, kemudian mudah menilai siapakah yang paling pantas sebagai KH 1,“ ujarnya.
Pilgub Kalteng kali ini termasuk yang paling krusial, sebab para kontestan yang terdiri dari deretan mantan bupati, penjabat gubernur, dan anggota dewan, rata-rata memiliki catatan merah yang serius seperti tersangkut isu korupsi, sistem kepemimpinan yang auto pilot, hingga permasalahan pribadi yang menjadi sorotan publik.
Tetapi dengan dibungkus percaya diri dan pencitraan yang sedemikian rupa, masyarakat dibuat terbuai seolah paslon cagub – cawagub Kalteng ini semua pantas untuk dipilih.
"Harapan saya masyarakat harus lebih cermat memilih, jangan sampai terpaku pada popularitas semata, sebab yang dibutuhkan adalah kecakapan kinerja yang terbukti," ujar Djo Arko, dalam keterangannya di Palangkaraya, Senin (4/11).
Menurut Djo, hanya satu pasangan alternatif yang menonjol dengan integritas yang jelas, yakni pasangan calon nomor 4, Abdul Razak dan Sri Suwanto atau dikenal dengan duet ASRI. Pasangan Abdul Razak, politisi senior dan Sri Suwanto yang birokrat kawakan ini, dinilai banyak pihak sebagai kontestan paling bersih dan intelektual.
Dalam jajak pendapat yang dilakukan bulan lalu, mereka meraih tingkat kepercayaan paling tinggi dari masyarakat luas yang dianggap mampu membawa perubahan berarti bagi Kalteng.
"Pasangan ASRI, ibarat kepompong yang sebentar lagi akan menjadi kupu-kupu sangat indah yang menyimbolkan sebuah harapan baru bagi seluruh warga msyarakat Kalteng. Rasanya tidak perlu membutuhkan waktu yang lama untuk mengerti situasi politik disini dan latar belakang para kontestan Pilgub, kemudian menyimpulkan siapa yang paling tepat untuk memimpin Kalteng yang banyak ketertinggalan di berbagai lini ini," Jelas Djo Arko.
Pasangan yang diusung oleh Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Ummat, Partai Buruh, dan Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) ini akan bertarung melawan kontestan lain yaitu Willy M Yosep - Habib Ismail, Nadalsyah (Koyem) - Supian Hadi (SHD), dan Agustiar Sabran - Edy Pratowo dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kalteng pada 27 November mendatang.
Di sisi lain Abdul Razak menyatakan komitmennya untuk membangun Kalteng yang lebih maju, adil, dan berdaya saing. "Kami fokus pada pembangunan yang merata dan peningkatan ekonomi. Tujuan kami adalah menjadikan Kalteng sebagai daerah yang mampu bersaing di tingkat nasional, bukan sekadar mengejar popularitas semata," jelas Abdul Razak.
Sri Suwanto sebagai cawagub yang paling sering dicari latar belakangnya oleh publik karena sosoknya terbilang baru di kancah politik Kalteng, menambahkan jika dirinya dan cagub Abdul Razak akan mengedepankan kepemimpinan yang akuntabel dan berorientasi pada hasil nyata untuk masyarakat.
Dia menegaskan bahwa sosok pemimpin yang memiliki pengalaman dan rekam jejak bersih seperti pasangan ASRI ini adalah jaminan yang dibutuhkan untuk memajukan Kalteng.
“Terutama terhadap pembangunan ekonomi, peningkatan mutu pendidikan dan kesehatan, pengembangan infrastruktur, lapangan kerja, UMKM dan memajukan aspek adat-budaya lokal, adalah potensi kerja strategis untuk memperbaiki kondisi Kalimantan Tengah yang saat ini dinilai tertinggal dibandingkan dengan provinsi lainnya,” ungkap Sri Suwanto yang dikenal sebagai mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng dan Ketua Paguyuban Kulowargo Wong Jowo (Pakuwojo) wilayah Kalteng.
Ditambahkan oleh Djo Arko, keputusan tetap ada di tangan masyarakat saat pemilihan 27 November nanti. Menurutnya, apabila mayoritas masyarakat salah dalam menentukan pilihan, maka risiko terbesar adalah sistem pemerintahan di wilayah Kalteng akan kembali terjebak dalam pola lama.
"Inilah kesempatan terbuka bagi seluruh masyarakat Kalteng untuk meraih harapan baru dengan menentukan calon pemimpin yang benar-benar mampu, bukan sekadar popularitas yang lebih menonjol," pungkasnya. (N-2)