DALAM setiap tarikan napas, kita meresapi esensi dari keberadaan, dan dalam setiap langkah, kita meniti jejak-jejak peradaban. Demikianlah, pada mulanya ada dakwah, kemudian lahir lembaga sebagaimana laku dakwah KH Ahmad Dahlan yang mengejawantah dalam organisasi bernama Muhammadiyah. Ini bukan sekadar struktur atau institusi, tetapi lebih dari itu, pergerakan spiritual dan intelektual yang berakar dalam tradisi dan terus berbuah dalam kebudayaan.
Ahmad Syafii Maarif, sosok yang namanya begitu dikenal, membawa ide dan gagasan yang mendalam, membentuk sebuah dakwah kemanusiaan dan kebudayaan sebelum Maarif Institute for Culture and Humanity hadir sebagai wadah konkret.
Dalam kehidupan, sering kali kita menemukan bahwa ide dan gagasan adalah angin yang membawa layar sebuah kapal menuju arah tertentu. Begitu pula dalam konteks Muhammadiyah, ketika ide dan aktor dakwah berkumpul untuk membentuk tujuan yang lebih besar. Dakwah budaya Muhammadiyah, yang berada di bawah naungan Lembaga Seni Budaya PP Muhammadiyah, menjadi cerminan organisasi tidak hanya berfokus pada aspek keagamaan semata, tetapi juga merangkul budaya sebagai sarana komunikasi dan ekspresi.
Baru-baru ini, acara yang mempertemukan seniman dan budayawan Muhammadiyah diselenggarakan—Kemah Kreativitas Nasional—dari tanggal 19 hingga 21 Juli di Batu, Jawa Timur. Acara ini bukan sekadar pertemuan fisik, melainkan manifestasi dari visi yang lebih luas.
Ketua Lembaga Seni Budaya PP Muhammadiyah, Gunawan Budianto, seperti dikutip kompas.id (21/7) menyatakan bahwa Muhammadiyah memang tak pernah lepas dari seni dan budaya. Keduanya sudah tepat dijadikan akar dan strategi dari pergerakan dakwah. Seni dan budaya juga menjadi soft diplomacy yang memperkaya cara dakwah Muhammadiyah.
Sejarah Lembaga Seni Budaya (LSB) Pimpinan Pusat Muhammadiyah penuh dengan dinamika, berganti-ganti nama namun tetap setia pada tujuan yang sama. Pada periode 2015-2022, lembaga ini dikenal sebagai Lembaga Seni, Budaya, dan Olahraga (LSBO). Namun, dengan berkembangnya kebutuhan akan pengembangan di bidang olahraga, terbentuklah Lembaga Pengembangan Olahraga (LPO) PP Muhammadiyah untuk periode 2022-2027. Kini, seni dan budaya kembali mendapatkan perhatian khusus di bawah LSB PP Muhammadiyah.
Jejak sejarah ini membawa kita kembali ke masa ketika Majelis Kebudayaan PP Muhammadiyah pertama kali dibentuk pada periode 1990-1994 di bawah kepemimpinan KH Ahmad Azhar Basyir. Slamet Sukirnanto, seorang sastrawan nasional kelahiran Solo, menjadi ketua pertama majelis ini.
Dalam karya-karyanya seperti Jaket Kuning (1967), Kidung Putih (1967), Gema Otak Terbanting (1974), Bunga Batu (1979), Catatan Suasana (1982), Luka Bunga (1991), Gergaji (2001), Perjalanan Petang (2002). Tak hanya itu, anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Komite Sastra ini juga tercatat sebagai redaktur Pertemuan Teater 80 (DKJ, 1980), Mimbar Penyair Abad 21 (Balai Pustaka, 1997), Antologi Puisi Indonesia 1997 (Angkatan Bandung, 1997), dan Seni Rupa Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai (1997). Dari sini kita bisa melihat, seni dan budaya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Muhammadiyah.
Tradisi itu berlanjut dengan pemimpin-pemimpin berikutnya seperti H. Chaerul Umam, H. Iman Chaerul Umam, dan Drs. Syukriyanto AR, M.Hum., yang masing-masing menambahkan warna dalam kanvas besar kebudayaan Muhammadiyah.
Dalam dokumen Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah Ke-48 Tahun 2022, disebutkan visi pengembangan seni, budaya, dan olahraga sebagai arus penting dalam Persyarikatan, menuju perluasan misi dakwah dan tajdid yang inklusif. Hal ini mencakup program-program pengembangan yang melibatkan gerakan, organisasi, kepemimpinan, jaringan, sumber daya, dan aksi pelayanan. Semua ini menegaskan bahwa Muhammadiyah bukan hanya bergerak di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial, tetapi juga sangat peduli terhadap seni dan budaya.
Menariknya, dalam konteks seni dan budaya, Muhammadiyah tidak hanya mencari ekspresi estetika tetapi juga nilai-nilai keislaman yang mendalam. Seni dan budaya bukanlah sekadar simbol atau ornamen, tetapi merupakan kenyataan yang harus dihidupi dan dihayati. Dalam setiap lukisan, puisi, dan tarian, terdapat jiwa yang mencerminkan keindahan dan kedalaman Islam.
Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah, pernah menegaskan, "Kita ini hidup tidak lepas dari seni, budaya, dan olahraga. Dalam konteks gerakan Muhammadiyah, itu juga bukan sesuatu yang asing. Terutama, untuk seni budaya yang berkaitan dengan aspek-aspek yang bersifat kesenian dan kegiatan kebudayaan yang bersifat khas. Di situ Muhammadiyah punya tradisi yang panjang." Pernyataan ini menggambarkan betapa Muhammadiyah melihat seni dan budaya sebagai bagian integral dari kehidupan, bukan sesuatu yang terpisah atau asing.
Dokumen-dokumen resmi Muhammadiyah seperti Dakwah Kultural Muhammadiyah, Seni Budaya Islam, dan Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah memberikan panduan yang jelas mengenai hubungan Muhammadiyah dengan seni dan budaya. Ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah tidak hanya memperhatikan aspek spiritual, tetapi juga bagaimana ekspresi budaya dapat menjadi sarana dakwah yang efektif dan progresif.
Kuntowijoyo (2018: 179) mengingatkan bahwa Muhammadiyah perlu menghias diri dengan kebudayaan, dengan pelestarian dan pewarisan, tidak saja dengan kemajuan dan kreativitas. Ini refleksi mendalam bahwa kebudayaan bukan hanya tentang penciptaan yang baru, tetapi juga menjaga dan mewarisi apa yang telah ada.
Almarhum Buya Syafii Maarif, dengan dedikasinya di bidang pelestarian budaya, menjadi contoh nyata cara Muhammadiyah mengintegrasikan kemajuan dengan pelestarian. Buya Syafii bahkan pernah menjadi anggota Akademi Jakarta dan diganjar Anugerah Kebudayaan Kategori Pelestari oleh Gubernur Sumatra Barat di Padang (2022). Piagam penghargaan ini diberikan atas dedikasi Buya Syafii di bidang pelestarian budaya, selain juga ia merupakan pribadi yang berkemajuan.
Dalam segala pergerakan dan kegiatannya, Muhammadiyah menunjukkan bahwa seni dan budaya adalah bagian integral dari dakwah. Seni dan budaya tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sarana untuk memperkaya spiritualitas dan memperdalam pemahaman keagamaan. Ini pengingat bahwa dalam setiap langkah, seni dan budaya ialah cerminan dari jiwa yang mendalam, tarikan napas yang membawa kita lebih dekat kepada hakikat kemanusiaan dan ketuhanan.