PENASIHAT Hukum terdakwa Mochtar Riza Pahlevi, Junaedi Saibih mengungkap fakta penting di persidangan, yakni hingga saat ini pihaknya belum pernah menerima laporan hasil pemeriksaan BPKP yang berisi hitungan kerugian negara. Laporan tersebut menurut Junaedi belum pernah ditunjukan JPU dan tidak terlampir dalam berkas perkara.
“Akibat tidak pernah ditunjukan dan tidak dilampirkan dalam berkas perkara maka kami selaku penasihat hukum belum bisa melakukan analisa laporan tersebut,” ujar Junaedi usai di Pengadilan Negeri Tipikor, Rabu (6/11).
Perihal laporan hasil pemeriksaan BPKP terdapat hal menarik dalam pemeriksaan saksi ahli Hukum Administrasi Negara Bidang Hukum Lingkungan Hidup, Dr Kartono yang dihadirkan Jaksa. “Apakah ahli pernah ditunjukan hasil perhitungan BPKP terkait kerugian negara saat ahli diperiksa di penyidikan?,” Tanya Juanedi. “Tidak pernah,” jawab Kartono.
Kepada Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjelaskan laporan hasil BPKP akan diserahkan sebagai alat bukti surat yang akan disampaikan beramaan dengan ahli BPKP hadir. Majelis hakim mengingatkan JPU bahwa penyampaian informasi mengenai alat bukti harus berimbang.
Jangan sampai hanya JPU saja yang mengetahui mengenai informasi tersebut, sementara penasihat hukum tidak memiliki laporannya. Majelis hakim mengingatkan bahwa laporan hasil pemeriksaan BPKP penting bagi penasihat hukum sebagai bahan pembelaan dan itu menjadi hak terdakwa.
“Saudara mempunyai hak untuk mengetahui itu, karena ini persidangan untuk umum tidak ada yang ditutup-tutupi.“ Ujar hakim Rianto Adam Pontoh, menanggapi Junaedi Saibih.
Menjawab pertanyaan wartawan usai persidangan, Junaedi menambahkan bawa apabila tidak terlampir dalam berkas dan daftar barang bukti maka JPU tidak boleh menggunakan laporan hasil BPKP ini sebagai bukti.
“Ini fatal. Karena kami tidak pernah melihat laporan pemeriksaan BPKP itu maka kami tidak bisa mengklarifikasi kepada ahli, kami pun tidak bisa menggunakan informasi itu sebagai bahan pledoi, padahal hasil perhitungan kerugiaan negara Rp 300 trilyun ada disana,” pungkas Junaedi.
Mochtar Riza Pahlevi adalah mantan Direktur Utama PT Timah periode 2016 – 2021. Mochtar didakwa telah mengakomodir kegiatan penambanagan timah illegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah yang merugikan keuangan negara senilai Rp 300 tilyun.
Perbuatan terdakwa, mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, baik di kawaan hutan maupun di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah, berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan dan pemulihan lingkungan. (Ykb/I-2)