Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar Kejagung mengusut berbagai potensi keterlibatan kementerian lain pada kasus korupsi impor gula secara lebih detail. Itu termasuk penerapan pasal dengan konstruksi perkara hingga kemungkinan pihak lain yang terlibat agar penanganan perkara tidak dianggap politisasi.
Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) teah membuka kasus kasus tindak pidana korupsi importasi gula dan menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah Menteri Perdagangan periode 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia 2015–2016 Charles Sitorus.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Egi Primayogha mengungkapkan kebijakan impor gula di Kementerian Perdagangan tak hanya dilakukan saat Tom Lembong, namun diduga juga melibatkan pihak lain sehingga perlu diusut tuntas.
“ICW mendesak agar penyidik melakukan pengembangan kasus, khususnya untuk menemukan aktor-aktor lain yang diduga terlibat. Sebab, jika dicermati lebih lanjut, kebijakan impor gula kristal mentah tidak hanya dilakukan sepanjang tahun 2015-2016, tapi juga berlanjut ke tahun-tahun berikutnya,” ujar Egi kepada Media Indonesia, Kamis (31/10).
Selain itu, Egi juga mendorong Kejagung untuk turut mengusut potensi keterlibatan kementerian lain dalam kebijakan tersebut.
“Dalam konteks perkara yang terjadi di Kementerian Perdagangan, penyidik juga harus mengurai potensi keterlibatan kementerian lain yang menyangkut kebijakan impor tersebut,” katanya.
Ia mengingatkan agar Kejagung tidak sekadar menjelaskan konteks perkara secara umum, namun juga masuk lebih jauh mengenai keterpenuhan unsur pasal di dalam UU Tindak Pidana Korupsi. Egi menilai penting bagi Kejaksaan Agung mengurai dan mengaitkan unsur pasal dengan kesalahan yang disangkakan. Diketahui, dua tersangka sejauh ini disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang mengatur kategori kerugian keuangan negara.
“Di sini, penting bagi Kejaksaan Agung mengurai dan mengaitkan unsur pasal dengan kesalahan yang disangkakan,” jelas Egy.
Edu menerangkan bahwa tindak pidana korupsi juga perlu dilihat mens rea atau perbuatan niat jahat. Hal itu baru berlanjut pada, tidak semua kerugian negara dikategorikan sebagai kejahatan korupsi.
Untuk itu, Egi menegaskan hal tersebut juga penting dijelaskan oleh Kejagung kepada publik agar tidak ada tudingan politisasi dalam penanganan perkara yang menjerat Tom Lembong.
“Ini penting disampaikan agar langkah aparat penegak hukum tidak distigma negatif atau dianggap politisasi hukum oleh masyarakat,” tandasnya.
Diketahui, berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian, telah disimpulkan Indonesia surplus gula sehingga tidak perlu atau tidak butuh impor gula pada tahun 2015.
Akan tetapi, pada tahun yang sama, Thomas Lembong selaku menteri Perdagangan diduga mengizinkan persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada perusahaan PT AP. Kemudian gula kristal mentah itu diolah menjadi gula kristal putih.
Secara aturan, pihak yang boleh mengimpor gula kristal putih adalah BUMN, bukan perusahaan swasta. Izin itu kemudian terap dikeluarkan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait.
Kemudian, pada 28 Desember 2015, dilakukan rapat koordinasi di Kementerian Bidang Perekonomian yang dihadiri kementerian di bawah Kemenko Perekonomian. Salah satu yang dibahas yakni Indonesia pada 2016 kekurangan gula kristal sebanyak 200 ribu ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.
Tak berhenti di situ, pada November-Desember 2015, Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, memerintahkan staf senior manager bahan pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula Perusahaan gula swasta yang dimaksud yakni PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
Kendati demikian, kedelapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah jadi gula kristal putih itu sebenarnya hanya punya izin industri sebagai produsen gula kristal rafinasi yang diperuntukkan untuk industri makanan minuman dan farmasi.
Lalu, setelah 8 perusahaan itu mengimpor gula mentah dan diolah menjadi gula kristal putih, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut tetapi sebenarnya gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran. Harga jualnya Rp 16 ribu, jauh lebih tinggi dari HET saat itu yakni Rp 13 ribu. (Z-11)