PERKUMPULAN untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong adanya kebijakan pemerintah untuk memfasilitasi perlindungan jaminan sosial berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bagi seluruh anggota badan ad hoc Pilkada Serentak 2024.
Pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia sekaligus Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan bahwa inisiatif untuk melindungi kesehatan para petugas pemilu ad hoc patut untuk didukung.
“Meskipun beban kerja badan ad hoc di Pilkada jauh lebih ringan dibandingkan pemilu serentak, namun penyediaan layanan tersebut tetap relevan untuk mengantisipasi gangguan kerja yang bisa menimbulkan masalah bagi keselamatan petugas pelaksana pemilihan,” ujarnya kepada Media Indonesia pada Senin (4/11).
Kendati demikian, Titi menjelaskan bahwa anggaran Pilkada yang bersumber dari APBD dapat menjadi tantangan dan kendala dalam menerapkan kebijakan tersebut pada Pilkada serentak 2024.
“Hanya saja, karena anggaran pilkada bersumber dari APBD, realisasi dari program tersebut bergantung pada kemampuan keuangan dari masing-masing daerah,” tuturnya.
Menurut Titi, KPU sebagai penyelenggara pemilu dan pelaksana teknis pemungutan suara, harus segera menyediakan anggaran khusus melalui Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
“Serta juga harus sudah tersedia atau dianggarkan sejak awal penyusunan anggaran pilkada yang tertuang dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD),” jelasnya.
Menurut Titi, jika anggaran terkait perlindungan tersebut tidak dipersiapkan sejak awal, maka kemungkinan realisasinya akan sulit diwujudkan.
“Kecuali anggaran pembiayaannya dibebankan pada APBN sebagai bentuk dukungan pemerintah pusat terhadap sukses dan kelancaran jalannya penyelenggaraan pilkada,” ungkapnya.
Sementara itu, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Haykal mengatakan mendukung penuh rencana kebijakan terkait pemberian jaminan sosial kesehatan bagi para petugas pilkada pada lembaga ad hoc sebagai bentuk kepastian dan tanggung jawab negara dalam melindungi kesehatan petugas sebagai pekerja.
“Mereka adalah segelintir atau sekelompok penyelenggara yang langsung beririsan dengan masyarakat sehingga sudah seharusnya mendapatkan jaminan. Kebijakan ini juga akan memberikan kepastian terhadap kinerja-kerja yang mereka lakukan,” ujarnya.
Menurut Haykal, penyelenggara pemilu pada lembaga ad hoc berpotensi mengalami kelelahan dan berdampak pada penyakit jangka pendek maupun panjang. Sehingga, untuk antisipasi adanya hal tersebut, pemerintah sudah seharusnya mengambil langkah untuk memberikan jaminan keselamatan.
“Ini sudah seharusnya menjadi langkah yang mesti dilakukan pemerintah, bagaimanapun mereka tidak hanya bekerja di hari H pemilu saja tapi sejak awal tahapan pemilu,” jelasnya. (Dev/I-2)