WAKIL Kepala Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari mengatakan bahwa pemerintahan Prabowo Subianto tak akan membawa Indonesia menjadi negara otoriter, melainkan terus berkomitmen untuk memperkokoh kelangsungan demokrasi di Indonesia. Agenda itu katanya, termaktub jelas dalam visi-misi Asta Cita poin pertama.
“Demokrasi merupakan salah satu agenda pemerintahan Prabowo. Darah demokrasi kental di dalam diri Prabowo, karena dia mengikuti aturan demokrasi dan ikut pola dan prinsip untuk menduduki jabatan publik melalui cara demokrasi,” ujarnya dalam diskusi bertajuk ‘Prospek Demokrasi Indonesia di masa Pemerintahan Prabowo Subianto’ di Jakarta pada Selasa (12/11).
Menurut Qodari, sistem demokrasi di Indonesia masih berjalan dalam alur yang benar, hal itu ditunjukkan melalui sikap para elit yang mampu berkompetisi secara konstitusional melalui pemilu hingga berjalannya sistem elektoral langsung yang terus berlangsung sejak reformasi.
“Demokrasi merupakan satu yang sudah diterima oleh elit politik termasuk Presiden Prabowo. Demokrasi terkonsolidasi, kalau pemilu berjalan tiga kali berturut-turut, lalu elit-elit menganggap demokrasi menjadi satu satunya cara untuk mencapai kekuasaan, maka demokrasi kita masih berjalan baik,” imbuhnya.
Qodari mengklaim bahwa dalam praktik demokrasi selama ini, Prabowo sebagai seorang individu dan presiden, merupakan pendukung kokoh demokrasi. Sebab, kata dia, Prabowo selalu berproses dalam perpolitikan di Indonesia, tidak serta merta langsung menjadi Presiden RI.
“Mulai dari katakanlah kalau bicara kontestasi ya sebagai kontestasi paling sederhana, Beliau ikut konvensi Partai Golkar. Kemudian mendirikan partai politik, Partai gerindra. Kemudian ikut kontestasi pertama sebagai wapres-nya PDIP, wapres Ibu Mega. Kemudian maju sebagai capres 3 kali,” tutur Qodari.
Lebih lanjut, Qodari menuturkan bahwa Prabowo juga memiliki kontribusi politik yang sangat jelas melalui Partai Gerindra. Bahkan, Prabowo juga tetap memberi kesempatan kepada partai kompetitor seperti PDI-P menduduki jabatan dan menjadi oposisi.
“Ada di pimpinan DPR, bahkan Ketua MPR sekarang adalah dari Partai Gerindra. Ada di komisi-komisi. Kalau PDI-P sekarang berapa? Ketua komisi 4, yang jadi wakil 14, dan Ketua DPR dari PDI-P. Jadi kita bisa simpulkan bahwa demokrasi sebagai the only game in town, itu sesuatu yang bisa kita simpulkan merupakan sesuatu yang sudah diterima oleh elite politik kita,” ujarnya.
Menurut Qodari, ada dua hal yang menjadi dasar bahwa sistem demokrasi di Indonesia saat ini masih berjalan dengan baik yakni adanya hak kebebasan dalam bidang ekonomi dan kontrol politik yang berjalan.
“Political control itu berfungsi dengan adanya pemilu yang berjalan dengan reguler, trias politica juga berjalan sehingga siklus demokrasi berjalan. Jika ditanya seperti apa prospek demokrasi di Indonesia masa pemerintahan baru ini, mari kita berikan kesempatan presiden dan parpol untuk menjalankan tugasnya,” jelasnya. (DEV)