Penarikan investasi asing atau foreign direct investment (FDI) penting bagi Indonesia untuk mengerek level pertumbuhan ekonomi. Namun FDI yang masuk selama ini relatif belum begitu berhasil memberi dampak lebih pada perekonomian nasional.
"Secara ideal, FDI semestinya menjadi jawaban untuk meningkatkan daya serap tenaga kerja baru di Indonesia, untuk menyonsong era bonus demografi. Namun selama ini progresnya kurang memuaskan, sehingga kualitas pertumbuhan kita terbilang kurang bagus," ujar Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita saat dihubungi, Selasa (12/11).
Kualitas pertumbuhan ekonomi yang kurang baik itu, lanjutnya, karena investasi asing yang masuk tidak ditopang oleh sektor-sektor produktif penyerap tenaga kerja baru. Incremental Labour Output Ration (ILOR) rendah. Walhasil, kelas menengah makin mengecil dan konsumsi rumah tangga terkontraksi cukup dalam.
Akar permasalahan hal itu, imbuh Ronny, ialah tingkat Incremental Capital Output Ration (ICOR) Indonesia yang terlalu tinggi. Salah satu pendorong biaya investasi tinggi di Indonesia karena suburnya pungutan liar dan korupsi, sulitnya pembebasan lahan, mahalnya biaya energi untuk industri, ruwetnya perihal birokrasi, hingga rendahnya kepastian hukum.
Sederet persoalan itu, khususnya bagi penanam modal dari Amerika Serikat dan Eropa, amat sulit diterima dan menggeser investasinya ke nagara dengan level ICOR yang rendah.
"Hanya investor-investor tertentu yang berani berinvestasi dalam kondisi demikian, salah satunya investor asing dari Tiongkok, ditambah dengan investor domestik," jelas Ronny.
Akan lebih menantang jika penarikan investasi asing itu diupayakan kepada USINDO (United States – Indonesia Society). Sebab, selain ihwal ICOR, urusan lingkungan juga menjadi salah satu hal yang harus dipenuhi oleh Indonesia. Standar tata kelola, lingkungan, dan sosial (ESG/Environmental, Social, and Governance) menjadi hal yang sukar untuk ditawar.
Presiden Prabowo, kata Ronny, bisa saja memberikan diskresi khusus dengan tujuan tertentu untuk memenuhi standar itu sehingga investor dari AS mau menanamkan modalnya di Tanah Air. Hanya, hal itu bakal menunjukkan kesan diskriminatif dan kurang baik bagi iklim usaha ke depan.
"Jadi jalan terbaik bagi Prabowo adalah menurunkan ICOR kita secara keseluruhan, bukan hanya sektoral dan kasus-kasus tertentu. Prabowo juga harus memberikan jaminan bahwa faktor lingkungan akan menjadi concern pentingnya ke depan, agar visi pemerintahan catch up dengan visi para investor dari Amerika dan negara-negara barat lainya," pungkas Ronny.
Diketahui sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengajak para pengusaha di Amerika Serikat untuk terus menanamkan modal dan turut serta dalam pembangunan Indonesia. Hal itu merupakan benang merah dari pertemuan Kepala Negara dengan Anggota Korporasi USINDO, Washington DC, AS.
"Sudah lama mereka di Indonesia dan mereka terus percaya dengan ekonomi Indonesia. Saya juga mendorong mereka untuk terus melakukan investasi, ikut serta dalam rencana pembangunan kita," kata Presiden Prabowo seperti dikutip dari tayangan Youtube Sekretariat Presiden, Selasa. (Z-11)