BISNIS depot air minum (DAM) isi ulang terus tumbuh seiring dengan kebutuhan masyarakat mengonsumsi air bersih. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa sebesar 31,87% penduduk Indonesia menggunakan air minum isi ulang sebagai sumber utama untuk memenuhi cairan tubuh.
"Nah ini hampir sepertiga penduduk Indonesia meminum air isi ulang," kata Fungsional Pembina Industri pada Direktorat IKM Pangan, Furnitur, dan Bahan Bangunan Kementerian Perindustrian, Wahyu Fitrianto. Melihat tingginya konsumsi masyarakat akan air minum isi ulang, Wahyu mengingatkan agar pelaku usaha DAM selalu meningkatkan kualitas air minum mereka. Salah satunya dengan memenuhi Sertifikasi Laik Hygiene dan Sanitasi (SLHS).
Data Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa hingga kuartal pertama 2024, terdapat 78.378 depot air minum di Indonesia. Namun dari jumlah tersebut, baru 53.261 yang layak HSP dan baru 1.755 yang memiliki Sertifikat Layak Higienis dan Sanitasi (SLHS).
Ketua Asosiasi Depot Air Minum Isi Ulang Indonesia (Asdamindo) Erik Garnadi meminta semua pelaku DAM untuk mematuhi regulasi yang berlaku terkait usaha tersebut. Sebut saja, mengurus Nomor Induk berusaha (NIB) KBLI 11052 hingga mengajukan SLHS. "Juga merealisasikan Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 651 Tahun 2004 tentang Depot Air Minum dan Perdagangannya. Ini banyak sekali dilanggar oleh para pengusaha depot air minum," kata Erik Garnadi.
Dalam Pasal 7 Kepmendag itu mengatur bahwa DAM hanya diperbolehkan menjual produknya secara langsung kepada konsumen di lokasi depot dengan cara mengisi wadah yang disediakan konsumen. DAM juga dilarang memiliki stok produk air minum dalam wadah yang siap dijual.
DAM wajib memeriksa wadah yang dibawa oleh konsumen atau dilarang mengisi wadah yang tidak layak pakai. DAM hanya diperbolehkan menyediakan wadah atau galon tidak bermerek atau polos. Begitu juga dengan tutup galon DAM yang diwajibkan polos dan tidak bermerek. DAM juga tidak diperbolehkan memasang segel pada tutup galon.
Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) meminta pelaku usaha DAM memberikan perhatian khusus dan penghargaan terhadap merek yang mungkin dimiliki oleh pihak pihak lain. MIAP mengingatkan potensi permasalahan hukum apabila pelaku usaha DAM menyetok air dalam galon milik produk tertentu karena masuk dalam kategori pemalsuan dan diancam dengan pidana.
"Ketika kita menyetok 5 atau 10 galon atau bahkan ada yang menyuplai ke tempat lain, ada potensi permasalahan baik dari undang-undang merek, perlindungan konsumen, bahkan pidana umum biasa pun kena," kata Koordinator MIAP, Justisiari P. Kusumah.
Pelanggaran hak merek bisa terancam pidana kurungan 5 tahun dengan denda Rp2 miliar. Belum lagi ditambah apabila terdapat gangguan kesehatan bagi konsumen yang berpotensi ancaman 10 tahun penjara dengan denda Rp5 miliar. (Z-2)