DEWAN Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) menjatuhkan sanksi kepada Poltracking Indonesia. Adapun sanksi yang diterima yakni tidak tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik.
Ketua Dewan Etik Persepi Asep Saefuddin, mengatakan keputusan itu diambil dari pemeriksaan yang sudah dilakukan kepada dua lembaga survey. Pasalnya, kedua lembaga yaitu Lembaga Survei Indonesia dan Poltracking Indonesia merilis tingkat elektabilitas tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang hasilnya menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik, dengan waktu pengumpulan data yang sama.
"Penyelidikan untuk mengetahui kenapa terjadi perbedaan hasil survei di antara kedua lembaga, dan mengidentifikasi apakah terjadi kesalahan dan pelanggaran dalam proses pelaksanaan survei hingga publikasi hasil survei," ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (4/11).
Setelah pemeriksaan tatap muka, Dewan Etik meminta kedua lembaga untuk menyampaikan keterangan tambahan secara tertulis yang dikirimkan pada 31 Oktober 2024. Saat diminta keterangan tambahan dari kedua lembaga, Poltracking belum cukup memenuhi standar pemeriksaan.
"Dewan Etik meminta kembali keterangan lanjutan dari Poltracking Indonesia pada Minggu, 2 November 2024 pukul 19.00 WIB," kata Asep.
Lebih lanjut, ia membeberkan kesimpulan dan putusan dari hasil pemeriksaan, bahwa LSI telah melakukan survei sesuai dengan SOP survei opini publik. Pemeriksaan metode dan implementasinya dapat dianalisis dengan baik. Sedangkan untuk poltracking, Asep mengatakan pihaknya tidak bisa memverifikasi kesahihan implementasi metodologi survei opini publik.
"Dalam pemeriksaan pertama tanggal 29 Oktober 2024, Poltracking Indonesia tidak dapat menunjukkan data asli 2.000 sampel seperti yang disampaikan dalam laporan survei yang telah dirilis ke publik untuk bisa diaudit kebenarannya oleh Dewan Etik. Poltracking menyampaikan bahwa data asli sudah dihapus dari server karena keterbatasan penyimpanan data (storage) yang disewa dari vendor," bebernya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan dalam penyampaian keterangan tertulis pada 31 Oktober 2024, Poltracking Indonesia juga tidak melampirkan raw data asli 2.000 sample seperti yang dimintakan dalam dalam pemeriksaan pertama. Dalam pemeriksaan kedua tanggal 2 November 2024, Poltracking Indonesia juga belum bisa menjelaskan dan menunjukkan data asli raw data 2.000 sample, hingga pada 3 November 2024 Dewan Etik menerima raw data yang telah berhasil dipulihkan dari server dengan bantuan tim IT dan mitra vendor.
"Lalu kami membandingkan kedua data tersebut dan ditemukan banyaknya perbedaan antara data awal yang diterima sebelum pemeriksaan dan data terakhir yang diterima pada 3 November. Adanya dua dataset yang berbeda membuat Dewan Etik tidak memiliki cukup bukti untuk memutuskan apakah pelaksanaan survei Poltracking Indonesia telah memenuhi SOP survei atau belum," jelasnya.
"Dalam pemeriksaan, Poltracking Indonesia juga tidak berhasil menjelaskan ketidaksesuaian antara jumlah sampel valid sebesar 1.652 data sampel yang ditunjukkan saat pemeriksaan dengan 2.000 data sampel seperti yang telah dirilis ke publik. Tidak adanya penjelasan yang memadai membuat Dewan Etik tidak bisa menilai kesahihan data," pungkasnya. (J-2)