INDONESIA memiliki beberapa tokoh balet yang berhasil. Tidak semata berprestasi di dalam negeri dan mampu mengembangkan dunia balet di Tanah Air.
Mereka berhasil menorekan nama mereka di kancah dunia balet Internasional. Berikut tiga tokoh balet Indonesia yang mendunia berkat dedikasi dan kontribusinya terhadap seni tari klasik ini.
James Danandjaja
James Danandjaja, atau yang dikenal dengan nama asli Tan Soe Lien, adalah antropolog dan pakar folklore Indonesia yang juga menekuni seni balet. Lahir pada 13 April 1934, James memulai belajar balet pada usia 14 tahun dengan bimbingan Puck Meijer.
Kecintaannya pada balet membawanya ke Royal Ballet School di London pada 1950-an, di mana ia belajar dengan beasiswa dari British Council. Ini menjadikan James sebagai penari pria Indonesia pertama yang berlatih balet di Royal Ballet School, sebuah pencapaian besar pada masanya.
Di samping karier akademisnya sebagai pengajar antropologi di Universitas Indonesia dan Universitas Kristen Krida Wacana, James juga aktif di dunia seni tari sebagai guru dan koreografer. Salah satu karya tariannya yang terkenal adalah “The Gamelan Player” yang dibuat tahun 1960. James juga berperan aktif dalam Paguyuban Marga Tionghoa Indonesia (PMTI), yang menunjukkan dedikasinya tidak hanya pada seni, tetapi juga pada kebudayaan dan identitas etnis.
Farida Oetoyo
Farida Oetoyo adalah sosok yang berhasil membuat bendera Merah Putih berkibar di Gedung Teater Bolshoi di Moskow tahun 1965. Pada pentas kelulusannya di gedung teater legendaris itu, ia mempersembahkan pertunjukan balet yang membawa nama Indonesia ke panggung internasional. Farida juga dikenal sebagai pelopor yang menyusun kurikulum balet pertama di Indonesia, serta menetapkan standar pendidikan balet yang berkelanjutan.
Farida mulai menari balet sejak usia sembilan tahun di Singapura. Kecintaannya pada balet terus berlanjut meskipun ayahnya, seorang diplomat, berpindah tugas ke berbagai negara. Setelah mengasah kemampuannya di Australia, Belanda, dan Rusia, ia kembali ke Indonesia untuk mengembangkan dunia balet.
Di Jakarta, Farida bersama Julianti Parani mendirikan "The Jakarta Ballet School" yang kemudian dinamai "Nritya Sundara". Farida juga mendirikan sekolah balet Sumber Cipta sebagai wadah untuk melahirkan generasi balerina baru di Indonesia.
Kisah hidup Farida tercatat dalam buku "Saya Farida," yang mengungkapkan perjalanan hidupnya sebagai balerina yang penuh tantangan. Buku ini juga menyoroti kehidupannya yang berasal dari keluarga nasionalis—Raden Oetoyo Ramelan, seorang pejuang kemerdekaan, dan Mary Te Nuyl, seorang perempuan Belanda. Farida juga menerima beasiswa Fullbright untuk belajar tari di Universitas Columbia, New York, yang semakin memperkaya pengalaman dan pengetahuannya dalam balet.
Julianti Parani
Julianti Parani, atau Yulianti Parani, adalah seorang budayawan, koreografer, dan penari balet yang lahir di Jakarta pada 19 Juli 1939. Ia memulai perjalanan baletnya sejak usia 11 tahun bersama Puck Meijer, seorang guru tari ternama. Pada 1957, bersama Farida Oetoyo, ia mendirikan sekolah balet Nritya Sundara, yang berarti “tarian indah,” sebagai pusat pengajaran balet yang menghasilkan banyak koreografer muda berbakat seperti Sunni Pranata dan Linda Karim.
Selain membangun balet, Julianti juga berperan besar dalam melestarikan dan mengembangkan tari tradisional Indonesia. Beberapa karya tari ciptaannya yang terkenal adalah “Topeng Babakan,” yang memperkenalkan seni tari Betawi dalam beberapa babak, serta “Tarian Massal Taburas” yang dipersembahkan dalam Pekan Raya Jakarta tahun 1984.
Ia juga menggarap tari kolosal “Krida Pembangunan Olahraga” untuk pembukaan Pekan Olahraga Nasional di Senayan, Jakarta, tahun 1985. Karya-karyanya tidak hanya mengangkat seni balet, tetapi juga mengintegrasikan seni tari tradisional Indonesia ke dalam karya kontemporer.
Para tokoh ini adalah pionir yang berkontribusi besar dalam membangun dunia balet Indonesia dan mengharumkan nama bangsa di panggung internasional.
Lewat kegigihan, dedikasi, dan karya mereka, balet di Indonesia menjadi lebih dikenal dan dihargai, serta terus menginspirasi generasi muda untuk menekuni seni tari ini dengan semangat yang sama. (Z-3)