ANALIS Pengusahaan Jasa Kelautan (APJK) Ahli Madya dari Direktorat Jenderal Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (PKRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Andry Indryasworo Sukmoputro mengungkapkan baru 10 investor, baik dari luar negeri maupun dalam negeri memanfaatkan lahan pulau-pulau kecil (PPK) di Indonesia. Ini disampaikan dirinya usai kegiatan forum konsultasi publik pelayanan perizinan berusaha subsektor kelautan dan perikanan pada pelayanan terpadu satu atap di Kementerian KKP, Jakarta, Kamis (31/10)
Permohonan izin pemanfaatan pulau-pulau kecil itu dalam rangka kegiatan penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Penguasaan atas pulau kecil oleh investor paling banyak 70%, dan sisanya 30% dikuasai negara. Ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2019, Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 8 Tahun 2019 serta Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2016.
"Sejak tahun lalu sampai saat ini sekitar 10 perusahaan PMA dan PMDN yang memanfaatkan pulau kecil Indonesia. Itu ada perusahaan yang besar dan kecil," ungkap Andry.
Ia menjelaskan investor besar yang memanfaatkan lahan pulau kecil untuk keperluan membangun industri. Andry mencontohkan salah satu investor memanfaatkan lahan di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) untuk usaha pertambangan. Kemudian, ada juga investor yang menggunakan lahan kecil di Tanah Air untuk membangun proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di sekitar Kepulauan Riau (Kepri).
"Ada yang berinvestasi terkait industri energi terbarukan. Lahan kecil itu proyek PLTS di sudah ada daerah sekitar Kepulauan Riau. Secara umum kalau PMA itu ada dari Tiongkok, Jerman," terang Andry.
Kemudian, ia menjelaskan berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan No.24/2020 tentang Besaran Faktor S dalam Perhitungan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak pada KKP dalam rangka PMA, besaran tarif mencapai Rp30,8 juta per hektare (ha). Sementara, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, pemanfaatan PPK dengan luas kurang dari 100 km2 tarifnya sebesar Rp25,4 juta per ha.
Kemudian, dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang pada pasal 26A disebutkan dalam rangka PMA, pemanfaatan PPK harus memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal. Mereka juga harus berbentuk perseroan.
"Kalau untuk PMA, dia wajib berbentuk perseroan atau PT. Sedangkan, kalau PMDN itu harus WNI dan bisa perseorangan," katanya.
Ditambahkan, Ketua Tim Kerja Pengelolaan Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA) Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Supriyatun menyampaikan PTSA Kementerian Kelautan dan Perikanan merupakan unit yang dibuat untuk menyediakan sarana pelayanan publik terutama untuk layanan pusat di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hingga saat ini, layanan yang ada di PTSA KKP terdiri dari 6 Eselon I dengan 33 layanan.
Dari seluruh layanan yang ada di PTSA KKP terdapat 7 standar pelayanan, antara lain perizinan berusaha pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya dalam rangka penanaman modal asing dan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha rekomendasi pemanfaatan pulau-pulau kecil dengan luas di bawah 100 km2.
PTSA KKP, ungkapnya, memberikan pelayanan administratif yang terdiri atas penerbitan perizinan berusaha yang bersifat transaksional atau penggunaan dan konsultasi perizinan berusaha sektor kelautan dan perikanan yang menjadi kewenangan pusat. (Z-9)