Tiongkok Jadi Raksasa Mineral Kritis, Bagaimana Nasib RI?

2 weeks ago 5
Tiongkok Jadi Raksasa Mineral Kritis, Bagaimana Nasib RI? MANTAN Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) era Presiden Jokowi, Arcandra Tahar(Dok. MI)

MANTAN Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) era Presiden Jokowi, Arcandra Tahar menuturkan saat ini Tiongkok menjadi penguasa sejumlah mineral kritis dan strategis, mulai dari tembaga, kobalt, nikel, litium, mangan dan lainnya.

Dengan menguasai bahan mineral kritis, menjadikan negara itu mampu membangun ekosistem kendaraan listrik dari hulu hingga ke hilir. Tak hanya itu, Tiongkok juga mampu memproduksi panel surya secara masif dan magnet turbin angin. Hal ini, kata Arcandra, berbeda dengan negara maju lainnya yang masih berlomba-lomba menguasai pasokan minyak dan gas (migas), serta batu bara.

"Di Tiongkok bukan lagi punya cadangan minyak dan gas, tapi menguasai mineral kritis. Dia kumpulkan semua, dari sisi mining ada nikel, kobalt, litium. Lalu, ada sel baterai terdiri anoda, katoda hingga mobil listrik seperti BYD," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (30/10).

Yang menarik, lanjut Arcandra, meski Tiongkok menjadi negara terbesar dalam konsumsi nikel, namun sebagian besar produk olahan primer nikel mereka berasal dari luar Tiongkok, salah satunya di Indonesia.

Negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu dikatakan sengaja berinvestasi secara besar-besaran di Indonesia untuk menguasai nikel yang ada di Tanah Air dan mengirimkan mineral itu ke Negeri Tirai Bambu. Dari smelter nikel yang ada bisa memproduksi nikel pig iron (NPI) dan fero nikel (FeNi) sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik.

"Strategi Tiongkok itu nikel hanya punya sedikit, tapi pertambangannya ada di luar. Mereka berinvestasi di Indonesia, misalnya, untuk mengamankan pasokan nikel dan menjadikan itu sebagai tabungan mereka," jelas Arcandra.

Ia pun menegaskan pemerintah Indonesia bisa mencontoh Tiongkok dalam hal strategi penguasaan mineral kritis. Pemerintah, tegasnya, jangan hanya terpaku pada penciptaan nilai tambah dari produk turunan hilirisasi nikel atau komoditas mineral lainnya. Indonesia yang disebut memiliki kekayaan sumber daya alam, harus memiliki ambisi untuk menjadi penguasa komoditas mineral kritis dan strategis.

"Perspektif kita hanya pada nilai tambah saja, bukan menguasai mineral kritis. Tiongkok itu berpikir jauh bagaimana mereka menguasai sumber-sumber mineral yang ada dan menjadi peluru untuk kemudian hari dalam hal transisi energi," kata Arcandra.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (PSDMBP) tengah menjajaki kerja sama dengan PT. Eramet Indonesia Mining, untuk membahas tindak lanjut kerja sama terkait studi dan eksplorasi mineral kritis di Indonesia. Pertemuan tersebut dilaksanakan di Jakarta, Selasa (15/10) lalu.

Kepala PSDMBP Agung Pribadi mengatakan bahwa PSDMBP tengah berupaya untuk menjalin kerja sama dengan sejumlah perusahaan asing, yang difokuskan pada studi mendalam terkait potensi mineral kritis.

"Mineral kritis, seperti nikel, kobalt, dan lithium, menjadi komoditas yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan teknologi masa depan, terutama untuk baterai kendaraan listrik," katanya dalam keterangan resmi.

Dengan adanya studi yang komprehensif, lanjutnya, diharapkan dapat ditemukan cadangan mineral kritis baru yang lebih besar dan bernilai ekonomis tinggi. Lebih rinci, Agung mengatakan bahwa kerja sama yang akan dijalin antara PSDMBP dan Eramet mencakup beberapa aspek, di antaranya adalah studi dan penyelidikan wilayah prospek mineral kritis yang belum dikembangkan di Indonesia, karakterisasi bijih serta proses metalurgi terkait nikel, dan eksplorasi litium dari geothermal brine. Kerja sama ini juga membuka peluang pertukaran pengetahuan terkait eksplorasi litium, inventarisasi mineral, serta publikasi ilmiah bersama.

Agung melanjutkan pihaknya memiliki rencana penyelidikan litium di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Penyelidikan ini merupakan tindak lanjut dari studi lithium brine yang diinisiasi pada 2023 di wilayah Bleduk Kuwu dan sekitarnya. Kegiatan tersebut akan melibatkan metode geofisika dan geokimia, dengan PSDMBP dan Eramet berkontribusi dalam penggunaan peralatan dan teknik yang berbeda. (Z-9)

Read Entire Article
Global Food