REALISASI penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam rentang Januari-Oktober 2024 telah mencapai Rp246,58 triliun. Nilai itu tumbuh 23,4% dibanding periode yang sama di tahun lalu.
Nilai penyaluran KUR tersebut sekaligus menambah realisasi penyaluran KUR yang digulirkan sejak 2015 menjadi Rp1.827,2 triliun. Sejak saat itu pula, penerima fasilitas kredit berbiaya murah tersebut telah menembus 48,63 juta debitur.
"Jadi bayangan kami ini bukan suatu angka yang kecil yang kita bisa kontribusikan, tidak hanya ke debiturnya, tetapi juga perekonomian nasional secara umum," ujar Deputi Koordinasi Bidang Makroekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ferry Irawan, Jakarta, Rabu (13/11).
Dia menerangkan, perjalanan program KUR yang hampir satu dekade telah berkontribusi pada pertumbuhan penyaluran kredit secara menyeluruh. Per Agustus 2024, porsi KUR terhadap kredit UMKM telah mencapai 33,2% dan 6,5% terhadap total kredit nasional.
Adapun ambisi pemerintah ialah mendorong kredit terhadap UMKM mencapai 30% dari total kredit perbankan nasional di tahun ini. "Untuk itu diperlukan kontribusi yang Signifikan dari Lembaga Keuangan Penyalur KUR untuk mendorong akselerasi peningkatan porsi kredit UMKM terhadap kredit perbankan nasional melalui KUR yang semakin meningkat sisi kuantitas dan berkualitas," tutur Ferry.
Lebih lanjut, dia menyampaikan peranan KUR juga secara tak langsung mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebab, 60% penerima fasilitas KUR merupakan masyarakat yang masuk dalam golongan desil I-IV, atau prasejahtera.
Akses terhadap KUR, kata Ferry, dapat mendorong peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Melalui KUR, masyarakat yang berusaha dalam skala UMKM dapat terdorong untuk naik kelas.
"Jadi kami mendorong proses graduasi, yaitu mendorong debitur yang sudah berkembang untuk mengakses fasilitas komersial atau pindah ke segmen yang lebih tinggi. Di Mei 2024, 49% debitur kami sudah tergraduasi ke segmen yang lebih tinggi atau segmen komersial," jelasnya.
Di kesempatan yang sama, Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gede Edy Prasetya mengatakan, dari total UMKM yang ada di Indonesia, 69,5% di antaranya belum menerima fasilitas kredit.
Dari besaran itu, sebanyak 43,1% UMKM masih membutuhkan kredit untuk kelangsungan usahanya. Berdasarkan pemetaan pemerintah, terdapat potensi permintaan kredit senilai Rp1.605 triliun yang teridentifikasi sebesar Rp331 triliun untuk usaha mikro, Rp534 triliun untuk usaha kecil, dan Rp740 triliun untuk usaha menengah.
"Jika finansial gap UMKM terpenuhi, maka rasio kredit UMKM dapat meningkat menjadi 45,7%," kata Gede.
Keberadaan KUR juga dinilai penting bagi perekonomian. Dari kajian yang dilakukan BRI dan BRIN, misalnya, KUR meningkatkan rata-rata pendapatan debitur antara 32%-50%. Kemudian KUR mampu meningkatkan keuntungan sekitar antara 34%-38%.
Lalu debitur KUR juga menghadapi peningkatan pengeluaran melalui angsuran KUR yang dilakukan dan biaya teknis lainnya. Namun keterampilan teknis dapat mendorong efisiensi biaya. Selain itu, pelaku usaha yang mendapatkan KUR cenderung memiliki tenaga kerja 28% lebih tinggi dibandingkan non-debitur.
Sementara itu Direktur Bisnis Mikro BRI Supari menyampaikan, perusahaan telah memainkan perannya sebagai bank penyalur KUR terbesar di Indonesia. Sejak program KUR bergulir, perseroan telah berhasil menyalurkan KUR sekitar Rp1.300 triliun kepada 42 juta debitur.
"42 juta masyarakat itu menerima fasilitas KUR dari lembaga penyalur KUR yang namanya BRI. Jadi itu per 100 rumah tangga, 15 rumah tangga di antaranya telah mengakses atau menjadi penerima KUR," kata dia.
Mayoritas penyaluran KUR yang dilakukan BRI ditujukan ke sektor-sektor produktif, yakni mencapai 60%. Pertumbuhan penyaluran KUR di sektor pertanian, misalnya, telah mencapai 51%. Lalu pertumbuhan KUR di sektor perikanan mencapai 25% dan pertumbuhan di sektor industri mencapai 16%. (S-1)