INDONESIA akan berpartisipasi dalam Conference of the Parties (COP) 29 yang akan berlangsung di Baku, Azerbaijan, 11-22 November 2024, sebagai bukti komitmen pemerintah dalam mewujudkan bumi yang lebih hijau, dengan slogan "In Solidarity for a Green World."
Acara ini akan menjadi momen penting bagi Indonesia untuk menunjukkan upaya nyata dalam mendukung transisi energi dan mengurangi emisi karbon di tingkat global.
Dalam kaitan COP29 tersebut, khususnya mengenai ekosistem transportasi yang bersih, Project Coordinator ENTREV Eko Adji Buwono menyampaikan bahwa penetrasi kendaraan listrik memiliki potensi besar dalam pengurangan emisi CO2, hingga mencapai 7,23 juta ton sesuai target dari Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) Indonesia yang dicanangkan pada 2022.
Ia menekankan pentingnya infrastruktur pengisian daya seperti SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) dan SPBKLU (Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum) dalam mempercepat transisi masyarakat menuju penggunaan kendaraan listrik.
“Target emisi yang ambisius ini hanya bisa dicapai melalui kolaborasi semua pihak untuk menyediakan infrastruktur yang andal dan mudah diakses. SPKLU dan SPBKLU akan menjadi pilar utama bagi masyarakat yang ingin beralih ke kendaraan listrik. Oleh karena itu, diperlukan partisipasi aktif dari pemerintah, industri, serta pemangku kepentingan lainnya untuk memperluas jangkauan infrastruktur ini, tidak hanya di perkotaan, tetapi juga hingga pelosok,” ujar Eko.
Saat ini, menurut Eko, penjualan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, terutama di DKI Jakarta, dengan jumlah SPKLU per September 2024 mencapai 2.016 unit dan SPBKLU 1.881 unit.
Sebagian besar pengguna masih mengandalkan pengisian daya di rumah (home-charging), yang perlu dilengkapi dengan jaringan SPKLU dan SPBKLU di berbagai wilayah untuk menjangkau lebih banyak pengguna.
Eko menambahkan bahwa jika target 1 juta kendaraan listrik roda empat pada 2030 tercapai, maka diperlukan sekitar 60.000 SPKLU di seluruh Indonesia. Jumlah optimal SPKLU di sepanjang jalan tol sendiri diproyeksikan antara 800 hingga 2.700 unit, termasuk fast charger dan ultra-fast charger.
“Kami memproyeksikan kebutuhan SPKLU hingga 2030 berdasarkan model optimasi yang mempertimbangkan faktor moneter, seperti biaya kepemilikan total (Total Cost of Ownership), serta faktor nonmoneter, seperti preferensi konsumen. Infrastruktur ini harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik di kota maupun di daerah,” tambah Eko.
Lebih lanjut, Eko menekankan ENTREV tidak hanya berfokus pada pengembangan teknologi dan proyeksi kebutuhan, tetapi juga pada kolaborasi multi-pihak untuk memastikan keberhasilan adopsi kendaraan listrik di Indonesia.
“ENTREV mengajak seluruh pihak, mulai dari pembuat kebijakan hingga sektor swasta dan masyarakat, untuk bersama-sama mempercepat penyediaan infrastruktur SPKLU dan SPBKLU demi mencapai Indonesia yang lebih bersih dan ramah lingkungan,” tutup Eko.
Dengan sinergi yang kuat, ENTREV optimis bahwa transisi menuju kendaraan listrik dapat tercapai sesuai target, memberikan manfaat lingkungan yang signifikan, serta menjadikan Indonesia sebagai pelopor adopsi teknologi hijau di Asia Tenggara. (Z-1)