Hanya 16% Area Gambut di Indonesia dalam Kondisi Baik

2 weeks ago 4
Hanya 16% Area Gambut di Indonesia dalam Kondisi Baik Pembasahan lahan gambut.(MI/Denny Susanto)

INDONESIA disebut memiliki lahan gambut terbesar ke-4 di dunia. Sementara untuk luasan gambut tropis, Indonesia menempati urutan pertama di dunia dengan 13,43 juta hektare. Namun organisasi non pemerintah Pantau Gambut mencatat, sebagai negara pemilik gambut tropis terluas di dunia, hanya 16% area gambut dengan kondisi baik.

Juru Kampanye Pantau Gambut Abil Salsabila memaparkan sejumlah temuan terkait kondisi gambut di Tanah Air. Pertama, sebanyak 95% dari 289 titik sampel gambut non-konsesi di area restorasi pemerintah yang pernah terbakar (burned area) dan kehilangan tutupan pohon (tree cover loss/TCL), telah berubah menjadi perkebunan jenis tanaman lahan kering dan semak belukar.

“Jadi terbengkalai, tidak dilakukan revegetasi, kemudian restorasi,” kata Abil dalam webinar betajuk Warisan Kekacauan Restorasi Gambut Era Jokowi, Rabu (30/10).

Sawit disebut menjadi komoditas paling dominan di area-area itu. Penutupan lahan menjadi hutan juga tidak mendapatkan perhatian karena hanya ditemukan pada 3% area sampel.

Sementara pada area konsesi perusahaan, hanya 1% dari 240 titik sampel area konsesi yang kembali menjadi hutan meski pernah terbakar dan mengalami kehilangan tutupan pohon.

Pantau Gambut menilai bahwa pemerintah harus melakukan langkah pencegahan sebagai upaya penegakan hukum. Langkah penegakan hukum harus menjadi prioritas utama tanpa perlu menunggu terjadinya karhutla terlebih dahulu.

Selain itu, korporasi harus bertanggung jawab mutlak pada area konsesinya. Korporasi juga harus membuktikan klaim keberlanjutan secara berkala dan transparan. Klaim harus diimbangi oleh uji lingkungan secara berkala dan transparan.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Kelompok Kerja Teknik Restorasi Gambut Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Agus Yasin memaparkan data bahwa terjadi penurunan karhutla di lahan gambut, terutama di periode-periode dengan EL Nino yang kuat.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat pada 2015 terjadi di lahan seluas 891.275 hektare atau 34% dari total luas karhutla. Jumlah itu turun pada 2019 menjadi 483.111 hektare atau 30% dari total luas karhutla. Kemudian pada 2023 semakin turun menjadi 182.789 hektare atau 16,38% dari total luas karhutla.

“Perbandingan dua periode 2019 dan 2023 karena pada dua periode ini mengalami fenomena sama yakni El Nino yang cukup kuat,” kata Agus.

“Kam masih akui bahwa ini masih menjadi PR kami bahwa masih terjadi kebakaran pada ekosistem gambut kita. Tapi secara year to year kalau kita bandingkan dari 2015, 2019, dan 2023, trennya menurun kalau kita membandingkan pada tahun-tahun di mana terjadi El Nino yang moderat sampai kuat,” imbuhnya.

Ia menekankan bahwa restorasi ekosistem gambut bukan pekerjaan sekali jadi, namun memerlukan waktu dan konsistensi. “Serta karena ekosistem gambut ini mencakup wilayah yang cukup luas, jadi tidak hanya pekerjaan biofisik, namun juga mencakup kerja-kerja sosial dan ekonomi,” ujar Agus.

“Pendekatan kami memang mengedepankan partisipasi aktif masyarakat dan juga konsolidasi para pihak,” pungkasnya. (S-1)

Read Entire Article
Global Food