Emisi karbon global dari bahan bakar fosil diramalkan mencapai rekor tertinggi 37,4 miliar ton pada 2024, naik 0,8% dari 2023. Temuan ini mengacu laporan terbaru Global Carbon Budget. Pada tahun ini, baik emisi karbon dari bahan bakar fosil, maupun perubahan penggunaan lahan diperkirakan akan meningkat, menyusul terjadinya kekeringan yang memperburuk emisi akibat deforestasi dan kebakaran hutan selama fenomena El Niño 2023-2024.
Dengan lebih dari 40 miliar ton CO2 yang dilepaskan setiap tahunnya, tingkat CO2 di atmosfer terus meningkat, yang mendorong semakin parahnya pemanasan global dan dampaknya.
"Emisi bahan bakar fosil dunia diperkirakan mencapai puncak di tahun ini. Suhu dunia akan tetap meningkat dan menyebabkan dampak yang semakin parah,” kata pemimpin studi laporan Global Carbon Budget Pierre Friedlingstein dalam keterangan resmi, Rabu (13/11).
Kendati demikian, Pierre menyebut sejauh ini belum ada tanda-tanda dunia akan mengurangi emisi karbon dari sektor energi fosil. Dengan waktu semakin terbatas untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris, para pemimpin dunia yang berkumpul pada Conference of the Parties 29 (COP29) digelar di Baku, Azerbaijan, pada 11- 22 November 2024, diminta segera mengambil langkah tegas dan cepat untuk mengurangi emisi bahan bakar fosil guna menjaga pemanasan global tetap di bawah 2°C.
Anggota tim studi Laporan Global Carbon Budget Glen Peters menambahkan aksi iklim merupakan masalah kolektif, dan meskipun pengurangan emisi secara bertahap terjadi di beberapa negara, peningkatan emisi masih terus terjadi di negara lain.
"Kemajuan di semua negara perlu dipercepat dengan cukup cepat untuk menempatkan emisi global pada jalur penurunan menuju," imbuhnya.
Sementara, Indonesia sendiri masih tercatat sebagai negara menyumbang emisi CO2 terbesar dunia. Ini dikarenakan sektor energi Indonesia masih didominasi oleh sektor energi fosil walaupun memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah. Pengkampanye Energi Fosil Trend Asia Novita Indri menyampaikan emisi karbon Indonesia dari bahan bakar fosil tercatat sebesar 733,2 juta ton pada 2023, turun dibandingkan dengan level emisi pada 2022.
Dari sektor lahan, Indonesia, bersama dengan Brasil dan Republik Demokratik Kongo, menyumbang sekitar 60% dari total emisi CO2 akibat perubahan penggunaan lahan global. Novita mengatakan di tengah tren penurunan emisi global, pemerintah Indonesia masih membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, hingga penggunaan turunannya seperti gasifikasi dan batu bara tercairkan sebagai bagian dari energi baru.
"Sudah seharusnya, Indonesia serius untuk melepaskan diri dari ketergantungan batu bara demi keberhasilan mencapai netralitas karbon dan hidup di bumi yang layak,” ucapnya.
Sebagai informasi, Global Carbon Budget adalah laporan tahunan yang telah melalui proses tinjauan sejawat (peer-reviewed) dari Global Carbon Project yang bekerja sama dengan Future Earth yang merupakan jaringan global ilmuwan, peneliti, dan inovator yang dan World Climate Research Programme. Sejak 2006, laporan ini telah menjadi standar dalam melaporkan emisi karbon dan penyerapan karbon, serta mengukur kemajuan menuju pencapaian tujuan Perjanjian Paris. Laporan ini selalu menjadi bahan yang berguna sekaligus acuan dalam KTT tahunan Conference of the Parties (COP). (Ins)