SETIAP tahunnya kita merayakan Hari Angklung Sedunia pada 16 September. Perayaan ini menjadi kesempatan istimewa bagi kita untuk mengenang dan merayakan keunikan angklung sebagai warisan budaya Indonesia yang telah mendunia.
Dalam suasana perayaan ini, masyarakat di seluruh Indonesia dan dunia berkesempatan menunjukkan kecintaan mereka terhadap angklung melalui beragam kegiatan seni dan budaya.
Hari Angklung Sedunia dirayakan secara luas untuk memperingati pengakuan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) atas angklung sebagai Warisan Budaya Takbenda. Namun, apa sebenarnya maksud dari Hari Angklung Sedunia, dan bagaimana sejarah peringatannya hingga menjadi acara yang begitu dinantikan? Sampai kapan angklung diakui oleh UNESCO.
Mari kita jelajahi lebih jauh tentang tujuan peringatan ini dan sejarah perayaan hari Angklung sedunia.
Sejarah Hari Angklung Sedunia
Melansir dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, Hari Angklung Sedunia diperingati setiap tanggal 16 November untuk merayakan pengakuan angklung sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan oleh UNESCO. Pengakuan ini terjadi pada 2010, setelah Indonesia mengajukan angklung untuk dimasukkan dalam Daftar Perwakilan Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan.
Dalam pertemuan Fifth Session of the Intergovernmental Committee yang diadakan di Nairobi, Kenya, antara tanggal 15 hingga 19 November 2010, angklung dinilai telah memenuhi kriteria yang ditetapkan UNESCO.
Sejak zaman Kerajaan Sunda, angklung telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di Jawa Barat. Alat musik ini terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara digoyangkan, menghasilkan nada yang indah. Angklung tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga memiliki makna spiritual dan sosial yang mendalam.
Dalam sejarahnya, angklung digunakan dalam berbagai upacara adat dan ritual pertanian, seperti menanam dan memanen padi. Melalui musik angklung, masyarakat Sunda mengekspresikan rasa syukur kepada Dewi Sri, dewi padi yang dianggap sebagai sumber kehidupan.
Pengakuan UNESCO terhadap angklung membawa dampak bagi pelestarian budaya ini. Sejak saat itu, berbagai kegiatan dan festival digelar untuk memperkenalkan angklung kepada publik luas, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Masyarakat mulai menyadari pentingnya melestarikan tradisi ini dan berupaya untuk menjaga agar angklung tetap hidup di tengah arus modernisasi.
Maksud dan Tujuan Hari Angklung Sedunia
Peringatan Hari Angklung Sedunia memiliki beberapa maksud dan tujuan yang penting. Pertama, peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melestarikan angklung sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia. Dengan semakin banyaknya perhatian terhadap angklung, diharapkan generasi mendatang dapat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam permainan angklung.
Kedua, Hari Angklung Sedunia menjadi ajang untuk mempromosikan angklung di tingkat global. Melalui berbagai kegiatan edukatif dan pertunjukan seni, masyarakat diajak untuk mengenal lebih dekat alat musik tradisional ini.
Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya bertujuan untuk memperkenalkan angklung kepada publik luas tetapi juga untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya lokal. Dengan cara ini, diharapkan angklung dapat terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi mendatang.
Selain itu, Hari Angklung Sedunia juga berfungsi sebagai platform bagi para seniman dan penggiat seni untuk berkolaborasi dan berbagi pengetahuan tentang cara memainkan angklung. Berbagai program edukasi yang diselenggarakan di sekolah-sekolah dan komunitas bertujuan untuk mengajarkan keterampilan memainkan alat musik ini kepada generasi muda. Hal ini penting agar keterampilan memainkan angklung dapat diwariskan secara turun-temurun.
Kegiatan peringatan Hari Angklung Sedunia sering kali melibatkan pertunjukan massal di mana ribuan orang berkumpul untuk bermain angklung bersama-sama. Ini bukan hanya sekadar pertunjukan seni, melainkan juga simbol persatuan dan kebanggaan akan warisan budaya Indonesia.
Kapan Angklung Diakui UNESCO
Angklung secara resmi diakui UNESCO pada 16 November 2010 sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan. Proses pengakuan ini dimulai ketika Indonesia mengajukan angklung untuk dimasukkan ke dalam Daftar Perwakilan Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan. Dalam pertemuan tersebut, UNESCO menilai angklung memenuhi kriteria yang ditetapkan, termasuk sebagai pusat identitas budaya masyarakat di Jawa Barat dan Banten.
UNESCO mencatat bahwa permainan angklung menunjukkan nilai-nilai kerja sama tim, saling menghormati, dan harmoni sosial. Selain itu, pengakuan ini juga menekankan pentingnya pelestarian warisan budaya takbenda melalui pendidikan yang diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi. Dengan pengakuan ini, masyarakat Indonesia memiliki tanggung jawab lebih besar untuk menjaga dan mengembangkan tradisi angklung agar tetap hidup di tengah arus globalisasi.
Sejak pengakuan tersebut, banyak inisiatif pelestarian yang dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan komunitas seni. Festival-festival angklung sering diselenggarakan tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain sebagai bentuk promosi budaya Indonesia ke dunia internasional. (Disparbud Jawa Barat/laman resmi UNESCO/Angklungcentre/Z-3)