USTAZ yang juga pegiat parenting Bendri Jaisyurrahman, atau dikenal sebagai Ajo Bendri, punya kiat untuk mengasah kemampuan berpikir anak. Salah satunya adalah rapat keluarga, yang juga rutin dilakukan sendiri di keluarganya.
”Rapat keluarga itu forum untuk masing-masing bercerita, berpendapat, studi kasus, planning. Bahkan misalnya mau liburan kita mau planning. Liburan kemana sehingga saya bisa set up jadwal dengan agenda saya. Saya bisa setting, saya di tanggal sekian harus mengosongkan waktu,” ucap penulis buku Fatherman ini kepada Media Indonesia, Selasa (12/11).
Bendri yang memiliki pengikut 257 ribu di akun Instagram @ajobendri ini giat mendorong para ayah untuk terlibat aktif dalam pengasuhan anak. Sebabnya, peran ayah sama pentingnya dengan peran ibu, dalam mendidik anak.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa rapat keluarga bisa menjadi metode para ayah untuk mengajarkan nilai-nilai kelaki-lakian, yang memang menjadi tugas mereka. “Kemampuan keterlibatan ayah membuat setidaknya menyeimbangkan bagaimana peran ibu yang cenderung mengasah perasaan atau empati,” jelas Ustaz Bendri. Dengan hadirnya peran ayah dan peran ibu maka anak dapat seimbang mengembangkan kemampuan empatinya dan sekaligusnya kemampuannya untuk berpikir dan mengambil keputusan.
Di sisi lain, Bendri juga menyadari jika banyak ayah merasa bingung atau tidak mampu untuk memulai dekat dengan anak. Hal ini bisa terjadi karena banyak faktor, di antaranya adalah para ayah yang saat kecil juga kehilangan peran ayah atau dididik dengan pola asuh yang keras dan kaku dari ayah mereka. Makin buruk jika para ayah membawa ‘residu’ dari pengasuhan masa lalu, justru menumpahkan pada anak.
Dalam kondisi itu , Bendri mengatakan, yang terpenting bagi para ayah adalah menyadari segala kekeliruan dan berupaya untuk memperbaiki. Ia menekankan bahwa menjadi ayah hebat bukan harus menjadi ayah yang sempurna. Melainkan, menjadi ayah yang senantiasa meningkatkan kualitas diri.
Usaha para ayah untuk memperbaiki diri itu akan sangat berarti pada anak. ”Anak lihat ketika misalnya berusaha yang biasanya kasar, tiba-tiba ayah memperbaiki kata-katanya. Walaupun besoknya kasar lagi, tapi ikhtiar itu kelihatan. Bahkan ayah yang hadir di kajian-kajian seminar, ayah yang membaca buku-buku parenting itu juga memberikan impact bagi anak,” lanjutnya.
Dengan cara seperti itu pula para ayah akan membuat anak belajar bagaimana menjadi sosok ayah saat nanti mereka berkeluarga.”Setidaknya anak akan memutus apa yang menjadi isu mereka hari ini. Kalau dulu bapaknya tidak dapat figur ayah dari kakek si anak ini, malah si anak ini melihat ayah yang berusaha sungguh-sungguh setidaknya dia juga berjuang untuk memperbaiki pola. Setidaknya anak-anak Gen Z yang sekarang tumbuh kalau menjadi ayah, mereka punya kesadaran untuk nanti menjadi sosok ayah,” ucap Bendri.
Lalu bagaimana kiat-kiat parenting lainnya, termasuk yang sesuai dengan tahapan usia anak? Baca penjelasannya di Media Indonesia edisi Minggu, 17 November 2024. (M-1)