PRESIDEN Prabowo Subianto melakukan kunjungan kerja ke Papua Selatan pada Minggu (3/11), yang merupakan kunjungan perdana Prabowo ke tanah Papua sejak dilantik menjadi Presiden. Kepala Negara meninjau langsung lokasi proyek cetak sawah 1 juta hektare di Wanam yang diinisiasi Andi Syamsudin Arsyad atau Haji Isam.
Dalam kunjungan itu Prabowo didampingi Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Kepala BIN Muhammad Herindra, dan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto. Presiden juga mengecek lokasi rencana pelabuhan serta pembangunan jalan yang rencananya membentang sejauh 140 kilometer dari Ilwayab hingga Muting (mediaindonesia.com, 3/11).
Kunjungan ini, merupakan salah satu wujud komitmen Prabowo memajukan Indonesia. Kunjungan tersebut, juga menjadi bentuk perhatian kepala negara terhadap masyarakat dan tanah Papua. Ada asa, harapan di balik kunjungan itu bagi pemerintah dan masyarakat bumi Cenderawasih.
Presiden tentu maklum. Wilayah paling timur Indonesia itu merupakan bagian tak terpisahkan dari wilayah NKRI. Semboyan NKRI harga mati, bukan tidak mungkin menjadi sebuah ikon yang sedang bergejolak di benak seorang Prabowo.
Segala daya dan upaya strategis dalam koridor meraih kesejahteraan, bukanlah masalah sulit bagi kepala negara. Kunjungan itu, tentu erat kaitannya bagaimana pembangunan masyarakat dan daerah mesti dikerjakan.
Pemberdayaan, pengembangan, dan pembangunan masyarakat secara integral dan holistik, dalam berbagai model kebijakan strategis, pola pemberdayaan, pengembangan dan pembangunan masyarakat Papua, termasuk pola pemetaan dinamika terkini menjadi keutamaan seorang pemimpin.
Semua itu tentu menjadi prioritas pemikiran seorang presiden. Berbagai kebijakan dan proses pengambilan keputusan strategis, lebih berdasarkan pada nilai, value.
Inspirasi hidup
Beberapa catatan kecil berikut tentu masih jauh dari ideal. Namun, mungkin bisa menjadi sebuah inspirasi hidup. Pertama, masalah marginalisasi dan efek diskriminatif sebagai akibat dari pembangunan ekonomi dan politik. Untuk menjawab masalah ini, kebijakan alternatif rekognisi perlu dikembangkan untuk pemberdayaan orang asli Papua.
Kedua, pembangunan terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi rakyat masih menjadi pergulatan. Untuk itu, diperlukan semacam paradigma baru pembangunan yang bertumpu pada perbaikan pelayanan publik, demi kesejahteraan orang asli Papua yang tinggal di kampung-kampung di hutan, gunung, lembah, sungai, danau, dan lain-lain.
Ketiga, kontradiksi sejarah dan konstruksi identitas politik orang asli Papua. Masalah ini hanya bisa diselesaikan dengan dialog sebagaimana yang sudah dilakukan untuk Aceh. Keempat, pertanggungjawaban atas kekerasan negara pada masa lalu, terhadap warga negara Indonesia di Papua.
Untuk itu, jalan rekonsiliasi di antara pengadilan HAM dan pengungkapan kebenaran adalah pilihan untuk penegakan hukum dan keadilan bagi Papua, terutama para korban dan keluarganya serta warga negara Indonesia di Papua secara umum.
Keempat catatan di atas merupakan isu pembangunan di tanah Papua. Isu inipun bukan merupakan hal baru bagi pemerintah dan negara Indonesia. Namun, tidak berlebihan, bila dikatakan, empat hal tersebut menjadi isu utama dalam proses pemberdayaan, pengembangan, dan pembangunan masyarakat tanah Papua.
Bahkan, keempat isu ini pun menjadi sumber konflik bagi masyarakat Papua umumnya dan orang asli Papua khususnya. Dengan demikian, keempat isu tersebut dapat menjadi sebuah model kebijakan strategis dalam seluruh rangkaian proses pemberdayaan, pengembangan, dan pembangunan negara bagi masyarakat di tanah Papua.
Berdasarkan empat isu di atas, pemerintah Indonesia tentu tidak menutup mata. Banyak hal sudah dilakukan bagi masyarakat di tanah Papua umumnya dan orang asli Papua khususnya. Sebut saja adanya UU Otonomi Khusus Papua yang sudah memasuki jilid kedua, pembentukan Dewan Adat Papua serta berbagai instrumen pembangunan infrastruktur lain.
Semua itu, bertujuan untuk membangun masyarakat yang hidup di tanah Papua. Dan bila dalam banyak hal masih ada yang belum memenuhi harapan masyarakat, itulah makna dinamika dalam pembangunan sebuah masyarakat.
Damai di tanah Papua
Perdamaian (damai) merupakan dambaan hidup manusia. Pesan perdamaian bersifat universal. Ia dibutuhkan oleh semua makhluk hidup, apalagi manusia sebagai citra Allah. Karena bersifat universal, perdamaian menjadi sebuah kebutuhan bagi semua manusia di dunia ini.
Bahkan dalam arti dan batas tertentu, manusia disebut sebagai makhluk perdamaian. Manusia adalah subjek sekaligus menjadi objek perdamaian. Dalam koridor pembangunan masyarakat, manusia adalah agen dari perdamaian itu sendiri.
Perwujudan Papua sebagai tanah damai merupakan harapan semua masyarakat yang hidup di tanah Papua. Damai di tanah Papua adalah sebuah kebutuhan dasar yang mendesak bagi masyarakat harus dipenuhi.
Damai menjadi kebutuhan dasar, layaknya makanan yang harus dikonsumsi setiap saat. Atau pakaian untuk dikenakan setiap hari dan seperti rumah yang layak untuk dihuni oleh semua orang di tanah Papua.
Terbentuknya Papua sebagai tanah Damai bukan sekadar sebuah slogan yang dikumandangkan oleh para pemimpin agama dan masyarakat tanah Papua secara umum. Namun, Papua sebagai tanah damai atau damai di tanah Papua lebih merupakan sebuah bentuk perwujudan eksistensi orang asli Papua makhluk cinta damai yang dimodali cinta dari Tuhan, sang sumber cinta.
Manusia pencinta damai adalah manusia yang hidup berdasarkan prinsip-prinsip perdamaian seperti cinta kasih, saling menghargai satu dengan yang lain, kebenaran, kejujuran, keadilan serta berbagai kebajikan hidup lainnya.
Semua niat, harapan serta dambaan hati demi terwujudnya Papua sebagai tanah damai atau damai di tanah Papua hanya berada pada seorang presiden. Presiden Prabowo menjadi harapan bagi orang asli Papua khususnya dan masyarakat Papua umumnya.
Kehadiran presiden sebagai pemimpin bagai oase di padang gurun bagi orang asli Papua, dan masyarakat Papua umumnya untuk mewujudkan dambaan hati yakni damai di tanah Papua, menjadikan Papua sebagai tanah damai. Damai di bumi bagi orang yang berkenan kepada Allah.
Agar agenda damai di tanah Papua atau Papua sebagai tanah damai dapat terwujud, maka empat isu pokok di atas harus tetap menjadi sebuah agenda strategis dalam semua proyek pemberdayaan, pengembangan, serta pembangunan masyarakat.
Selain itu, ada beberapa hal lain yang bisa jadi rujukan untuk implementasi keempat isu pokok di atas. Pertama, perlindungan terhadap tanah dan bangsa Papua. Kedua, prioritas pendidikan bagi orang asli Papua. Ketiga, kebebasan bagi orang asli Papua untuk mengembangkan wawasan sejarah sendiri serta merayakan simbol-simbol budayanya sendiri.
Dan keempat, rekonsiliasi dan terapi trauma kolektif bagi orang asli Papua. Kelima, Papuanisasi dalam berbagai aspek kehidupan secara sungguh-sungguh. Keenam, pembebasan orang asli Papua dan masyarakat umum dari beban kehadiran aparat keamanan. Ketujuh, kembali ke masyarakat multi etnis. Kedelapan, penyelenggaraan pembangunan yang humanis dengan parameter HAM.
Dengan demikian, sebuah proyek besar dalam koridor seluruh rangkaian proses pemberdayaaan, pengembangan serta pembangunan di tanah Papua menemukan relevansinya. Semua proses pemberdayaan dan pembangunan negara di tanah Papua dalam bentuk dan dengan cara apa pun akan lebih bermakna dan menemukan titik relevansi sosial.
Namun, semua itu terjadi bila perdamaian menjadi titik temu dalam semua bentuk komunikasi pemberdayaan, pengembangan serta pembangunan masyarakat di tanah Papua. Pesan perdamaian bersifat universal dan merupakan dambaan hati semua orang. Ini harapan lain.