Di hari pertamanya bekerja, Menteri Koordinator (Menko) Pangan Zulkifli Hasan atau Zulhas melakukan kunjungan ke Kampus IPB University, di Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Senin (28/10) sore.
Kunjungan pertamanya itu dilakukan usai dirinya pulang kegiatan pembekalan dari Magelang dan mendapat arahan dari Luhut Panjaitan, soal percepatan swasembada pangan. "Setelah dari Magelang tadi menyelesaikan sebagian arahan dari Pak Luhut. Dan kunjungan kerja pertama saya ke IPB. Karena di sini pusatnya kegiatan pertanian," kata Menko Pangan Zulhas.
Zulhas diterima langsung Rektor IPB Arif Satria. Setelah mendapat pemaparan dari pihak IPB soal inovasi dan hasil-hasil riset IPB, Zulhas dan rombongan meninjau beberapa produk hasil inovasi, teknologi para ahli IPB.
Kunjungan diakhiri dengan acara panen bersama buah melon Golden, inovasi IPB di ATP (Agrobisnis Technology Park) di Cikarawang, atau lingkungan Kampus IPB Dramaga.
Dalam kesempatan itu, Zulhas mengatakan, sebenarnya Indonesia ini secara SDM (sumber daya manusia) cukup mumpuni dengan banyaknya orang-orang pintar. Kemudian teknoligi pun sudah banyak dimiliki.
Namun demkian masih ada beberapa yang menjadi penghambat tercapainya swasembada. "Pertama, orang kita ini orangnya pintar-pintar, teknologi punya, hanya hambatan itu, kadang- kadang yang kita ciptakan sendiri. Aturan, kemudian ego sektor. Kata kunci adalah kolaborasi, kerja sama," kata Zulhas saat memberikan keterangan pers seusai kunjungan.
Untuk itu, lanjutnya, dirinya sengaja datang ke IPB. Tujuannya untuk mendapatkan dukungan dari para peneliti dan ahli. "Makanya saya datang ke IPB. Pertama agar dapat dukungan penuh dari peneliti, para ahli agar swasembada bisa paling lama empat tahun. Tapi Pak Mentan bilang, tiga tahun sudah bisa swasembada," jelasnya.
Dengan kedatangannya ke IPB, Zulhas mengatakan, dirinya mendapat jawaban atas pertanyaan dan permasalahan kenapa saat ini Indonesia masih impor, meski lahan yang dimiliki sangat luas.
"Buktinya kami baru panen melon golden. Dan saya juga dulu bertanya tanya, kita lahannya luas tapi kenapa masih impor. Tapi ternyata memang teknologi. Jadi ruang kecil seperti di IPB saja, produksinya banyak. Jadi walau pun lahan luas, kalau produktivitasnya rendah, teknologi ketinggalan, mau gak mau yah kita impor. Buktinya kalau teknologi bagus, jadi di ruang kecil seperti ini (green house IPB), produksinya banyak," ungkapnya seraya menunjuk kebun mini melon.
Kerja sama antarlembaga
Jadi selain sisi teknologi, lanjutnya, juga kerja sama, evaluasi dengan perguruan tinggi dan antarlembaga. Oleh karena itu, untuk mencapai target tercapainya sawasembada 3-4 tahun, tidak hanya menjadi tanggungjawab kementrian sendiri. Tapi harus semua pihak. Untuk penelitian ada di BRIN, dan kampus-kampus. Kemudian untuk masalah perngairan ada di PU.
"Nanti kita satukan, gak semua ahlinya. Penelitian riset, ilmunya ada di sini. Pertanian di sektor pertanian, bidang lain, lain lagi. Bagaimana menghimpun teknologi baru atau teknologi ini yang berserakan jadi satu komando sehingga bisa menciptakan produktivitas yang bagus," pungkasnya.
Menurut Rektor IPB University Arif Satria, setidaknya ada dua persoalan yang menghambat dan dua solusi untuk mencapai target swasembada pangan, khususnya beras di tenggat waktu yang diinginkan Presiden Prabowo.
Pertama yaitu soal benih dan kedua masalahnya di petani. Solusinya, lanjut Rektor Arif, pertama perlu perbanyakan benih, produksi benih. "Jadi masalahnya dalam bidang perbenihan. Dalam hal ini harus menjadi prioritas nasional. Karena prioritas apa pun kalau tidak ada usaha produksi benih, maka tidak akan bisa memproduksi," ujarnya.
Kedua, untuk masalah petani, lanjut Arif, secanggih apapun teknologi, secanggih apapun varietas yang dihasilkan IPB, atau oleh kampus, atau oleh lembaga penelitian, jika tidak ada pendampingan, tidak akan berhasil.
"Tidak mendampingi petani ketika petani melakukan budidaya pertanian, maka juga berdampak pada produksi meski yang menggunakan teknologi. Karena setiap varietas punya tehnik sendiri dari budidayanya. Jadi untuk varietas ini, beda-beda dengan varietas a, b , c dan sebagainya," jelasnya.
"Sehingga mau tidak mau, pendampingan kampus terhadap praktek pertanian di lapangan oleh petani ini jadi suatu keharusan,"imbuhnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, IPB berkomitmen untuk melakukan pendampingan untuk petani-petani di Indonesia, khususnya di Jawa barat. IPB sendiri sudah melakukan ujicoba, di lahan seluas 500 hektare di Subang. IPB sudah berhasil mendapatkan produktivitas/meningkatkan produksi sebanyak 32%.
"Jadi, dengan tehnik yang canggih, dengan pendampingan yang baik, dengan sentuhan teknologi terbaru seperti drone dan sebagainya, ini sudah berhasil. Artinya kalau petani-petani kita dampingi, kita siapkan asistensi di lapangan oleh ahli, oleh para mahasiswa. Kita perlu mendorong intensifikasi dengan cara pendampingan," bebernya.
Ada solusi lain untuk mencapai swasembada, khususnya beras yakni dengan diversifikasi dan menekan food lost dan waste. Saat ini, pangan terbuang.banyak, mencapai 11%. Itu untuk yang di lapangan dan di sawah saja.
Contohnya saat panen gabah, tapi kemudian tercecer saat pengangkutan. Kemudian juga saat diolah di penggilingan, gabahnya terpecah-pecah. "Jadi kalau kita menekan, katakanlah dari 11% itu menjadi 6%. Karena gak mungkin semuanya. Yang tercecer separuhnya saja 5% saja. Jadi persediaan pangan meningkat," jelasnya. (N-2)