DIREKTORAT Jenderal Bina Marga tengah menghadapi tantangan besar dalam menangani isu kendaraan muatan berlebih atau Over Dimension Over Loading (ODOL).
Sebagai langkah responsif, Ditjen Bina Marga berencana menetapkan kelas jalan untuk klasifikasi muatan kendaraan, demi optimalisasi pelayanan infrastruktur jalan.
"Hasil survei Ditjen Bina Marga mengungkapkan bahwa di Pulau Sumatera, 30-40% kendaraan memiliki beban berlebih, sementara di Pulau Jawa mencapai 40-50%. Di jalan tol, angka ini bahkan meningkat hingga 63% kendaraan yang membawa muatan berlebih, berdasarkan data Jasa Marga," ungkap Direktur Jalan Bebas Hambatan Wilan Oktavian, dalam acara podcast Bincang Jalan dan Jembatan yang diadakan Ditjen Bina Marga.
Menurut Wilan, beban berlebih yang mencapai 30% tersebut berdampak signifikan terhadap umur rencana jalan. Jalan yang semestinya bertahan selama 10 tahun hanya mampu bertahan sekitar 3 tahun jika terus dibebani ODOL.
“Pemborosan anggaran untuk pemeliharaan jalan nasional dan provinsi bisa mencapai Rp43,45 triliun per 10 tahun,” jelas Wilan.
Menanggapi hal ini, Ditjen Bina Marga berkomitmen membangun jalan dengan masa desain 20 tahun, dengan syarat penggunaan dan pemeliharaan yang tepat.
Beberapa instrumen pengendalian ODOL telah disiapkan, seperti penetapan kelas jalan dan Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) yang berada di bawah Kementerian Perhubungan.
“Kelas jalan ini ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dimana tugas Ditjen Bina Marga untuk menetapkan kelas jalan sesuai dengan kendaraan ODOL,” ungkap Wilan.
Aturan ini juga didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2021 yang mengkategorikan jalan menjadi Kelas I, II, dan III, dengan batas muatan sumbu terberat (MST) maksimal 10 ton untuk Kelas I dan 8 ton untuk Kelas II dan III.
Penetapan kelas jalan dilakukan berjenjang, dimana jalan nasional ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum, dan untuk jalan provinsi atau kabupaten/kota oleh gubernur.
Setelah kelas jalan ditetapkan, Kementerian Perhubungan akan memasang rambu-rambu penanda sesuai kelas jalan dalam waktu maksimal 2 tahun.
“Kendala utamanya adalah menentukan beban berlebih secara akurat, yang saat ini hanya dapat dilakukan melalui UPPKB. Ke depan, kami berencana menggunakan teknologi digital seperti Weight In Motion (WIM),” tutur Wilan.
Sebagai informasi, WIM adalah perangkat penimbang-gerak yang dirancang untuk mengukur bobot kendaraan saat melaju, sehingga mempermudah proses pengendalian ODOL secara real-time.
Dengan langkah-langkah strategis ini, Ditjen Bina Marga berharap mampu mendukung infrastruktur jalan yang lebih baik dan berkelanjutan untuk Indonesia Emas di masa depan. (RO/Z-10)